A. KONSEP DASAR
I. PENGERTIAN
Kusta (Lepra atau Morbus Hansen)
adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae (M.
Leprae). (Arief Masyor, 1999).
Kusta adalah penyakit infeksi yang
kronik penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intra seluler obligant saraf
perifer sebagai afinitas pertama lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius
bagian atas kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Andhi
Djuanda, 1999 : 71).
II. ETIOLOGI
M. Leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat
intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa
nafas bagian atas, hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa
membelah diri M. Leprae 12 – 21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari – 40
tahun.Ketidak keseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit oleh
karena respon Imonologi
III. KLASIFIKASI PENDERITA KUSTA
Klasifikasi PB dan MB menurut Depkes RI, 1999
|
||
Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologis
|
Tipe PB
|
Tipe MB
|
1.
Bercak (Makula)
A.
Jumlah
B.
Ukuran
C.
Distribusi
D.
Permukaan
E.
Batas
F.
Gangguan sensibilitas
G.
Kehilangan kemampuan
berkeringat, bulu rontok pada bercak
2.
Infiltrat
A.
Kulit
B.
Membrana mukosa (hidung
tersumbat pendarahan di hidung)
3.
Nodulus
4.
Penebalan syaraf
5.
Deformatis (cacat)
6.
Sediaan apus
7.
Ciri-ciri khusus
|
1 – 5
Kecil dan besar
Unilateran atau bilateral asimetris
Kering dan kasar
Tegas
Selalu ada dan jelas
Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak.
Tidak ada
Tidak pernah ada
Tidak ada
Lebih sering terjadi dini asimetris
Biasanya asimetris terjadi dini
BTA negatif (-)
Central healing penyembuhan ditengah
|
Banyak
Kecil
Bilateral, simetris
Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas, jika tidak terjadi pada yang sudah lanjut
Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok
Ada kadang ada tidak
Kadang ada
Kadang ada
Terjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari satu dan simetris
Terjadi pada stadium lanjut
BTA positif (+)
Punched out lesion (lesi seperti kue dona), nadarosis,
ginekomastia, hidung pelana, suara sengau
|
Klasifikasi PB dan MB menurut WHO (1995)
|
Tipe PB
|
Tipe MB
|
1.
Lesi kulit
2.
Kerusakan syaraf (menyebabkan
hilangnya sensasi / kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena).
|
-
1 – 5 lesi
-
Hipopingmentasi / eritema
-
Distribusi tidak simetris
-
Hilangnya sensasi yang jelas
-
Hanya satu cabang saraf
|
-
> 5 lesi
-
Distribusi lebih simetris
-
Hilangnya sensasi
-
Banyak cabang saraf
|
IV.
Mycobacterium
leprae
PATOFISIOLOGI
Mycobacterium
leprae
|
|
|
|||||||||
|
||||||||||
|
||||||||||
|
|
|
|
V CARA PENULARAN
Penyakit kusta dapat ditularkan dari
penderita kusta type MB (Multi basiler)kepada orang lain dengan penularan
secara langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian
para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta ditularkan melalui saluran
pernafasan dan kulit.
VI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT KUSTA
1.
Sumber penularan
Sumber
penularan adalah penderita kusta type MB (multy Bksiler) belum diketahui dan
belum diketahui obatnya, penderita kusta ini tidak akan menularkan kusta
apabila berobat teratur.
2. Kuman kusta
Kuman kusta
dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu dan
cuaca,dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat
menimbulkan penularan.
3. Daya tahan tubuh
Hanya
manusia yang dikenal satu-satunya tuan rumah,walaupun banyak kontak dengan
penderita kusta tetapi sedikit yang mempunyai daya tahan tubuh rendah.hal ini
disebabkan ada imunitas,baik imunitas bawaan atau imunitas yang didapat.
4. Umur
Umur dapat
menyerang semua golongan umur tetapi jarang pada bayi.Untuk kusta type MB
(multiy basiler) Prevelensi terbesar pada golongan dewasa ini umur 25-35 tahun,
sedangkan pada golongan anak-anak umur 10-20 tahun.
5. Lingkungan hidup
keadaan
lingkungan yang jelek perumahan yang tidak teratur berjajar-jajar merupakan
penunjang yang menyebabkan tingginya angka kesakitan kusta.oleh karena itu
banyak terdapat dinegara miskin dan
berkembang.
6. Sikap sosial
Masih
banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
kusta adalah penyakit turunan atau
kutukan dari tuhan membawa pengaruh tidak ringan pada penderita kusta.Dalam
keadaan ini penderuta akan tertutup,menarik diri dari pergaulan karena merasa malu apabila dirinya diketahui
oleh orang lain .merasa tidak punya harga diri dan tidak jarang menjadi putus
asa.Hal ini menyebabkan penderita takut dan dijahui atau diasingkan oleh
keluarganya disuatu tempat tertentu.
7. Masa inkubasi
Masa belah
kuman kusta memrlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman
lain,yaitu 12-21 hari,hal ini merupakan
salah satu penyebab masalah tunas yang lamayaitu 40 hari-40 tahun.
VII DAMPAK PENYAKIT KUSTA
1.
Terhadap individu
1.Aspek fisik
1.Gangguan
pada syaraf sensoris pada kulit berupa
rasa nyeri dan suhu meningkat
2.ganguan produksi keringat
3.Kelainan
pada kulit berupa bercak putih nodul penebaklan dan suhu telinga serta wajah
4.Kerontokan
rambut atau mata
5.kelainan
pada tulang berupa osteomelytis
2.Aspek sosiologi
Klien
merasa rendah diri bergaul dengan masyarakat sehingga cenderung mengisolisasi
diri.
2.
Terhadap masyarakat
Masyarakat
menganggap bahwa penyakit kusta tidak bisa disembuhkan sehingga mengucilka
penderita kusta dari pergaulan dimasyarakat
3.Terhadap
keluarga
1.Potensial
terjadinya penularan pada anggota keluarga yang lain karena kurang pengetahuan
keluarga tentang penyakit kusta dan cara
penularannya.
2.Pengeluaran
bertambah untuk pengubatan klien.
3.Keluarga
merasa rendah diri dalam bergaul dalam masyarakat.
VIII
GEJALA KLINIS
1.)
Adanya lesi kulit yang khas dan
kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tinggal atau multipel, biasnya
hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi
dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul atau modul.
2.)
Penebalan saraf tepi yang juga
terjadi disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa.
3.)
BTA positif
Pada beberapa kasus ditemykan hasil basil tanah asam
dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus
dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta
atau penyakit lain.
IX PEMERIKSAAN KLINIS
A.
Infeksi. Px diminta memejamkan
mata, menggerakkan mulut, bersiul dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf
wajah.
B.
Pemeriksaan sensibilitas pada
lesi kulit dengan menggunkan kapas (rasa raba). Jarum pentul yang tajam dan
tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi (rasa
suhu).
C.
Pemeriksaan fungsi saraf otonom
yaitu memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak berfungsinya
kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (Uji Gunawan).
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI
1.
Sediaan diambil dari kelainan
kulit yang paling aktif.
2.
Pemeriksaan bakteriologis
dilakukan dengan pewarnaan tahan asam yaitu Zieal Neelsen atau Kinyoun –
Gabett.
3.
Cara menghitung BTA dalam
lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig-zag, huruf z dan setengah /
seperempat lingkaran.
X PENATALAKSANAAN
Tujuan
utama program penatalaksanaan kasus kusta adalah menyembuhkan Px kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari Px kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain
untuk menurunkan insidens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi
rifampisin, klofadimin dan DDS (Dietil Diamino Sulfat) dimulai tahun 1981.
Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,
mengurangi ketidaktaatan Px, menurunkan angak putus obat dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.
XI.PENGOBATAN
Pengobatan reakasi kusta type 1 Berat
Catatan
-
Triger harus dicari
-
Setiap peningkatan / penurunan
harus dievaluasi dengan pormpod
-
Dan pada form prednison detolis
Pengobatan reakasi kusta type 2 Berat
XII KOMPLIKASI
Cacat
merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada Px kusta baik akibat kerusakan
fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
ASUHAN KEPERAWATAN
I PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien
agar dapat mengidentifikasi mengenai masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. (Nasrul Effendi,
1995 : 18).
a.
Pengumpulan Data
1.
Identitas klien
Meliputi : nama, umur, nomor register, jenis kelamin,
status, alamat, tanggal MRS, diagnosa
medis.
2.
Keluhan utama
Pada umumnya pada pasien dengan morbus hensen ,mengeluh adanya bercak-bercak Disertai
hiperanastesi dan terasa kaku diikuti dengan peningkatan suhu
3.
Riwayat kesehatan
a. Riwayat
kesehatan sekarang
Riwayat penyakit kusta biasanya adanya bercak-bercak merah disertai
hiper anastesi dan odema pada ektrimitas pada bagian perifer seperti
tangan,kaki serta bisa juga terjadi peningkatan suhu tubuh.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang diderita pasien
sebelumnya seperti hepatitis,asma dan alergi,jantung koroner.
c. Riwayat
kesehatan keluarga
Biasanya merupakan penyakit menular
Maka anggota keluarga mempunyai resiko beasar tertular dengan kontak lama.
4.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a.
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada umumnya pada pola presepsi pada pasien kusta mengalami
gangguan terutama pada body image,penderita merasa rendah diri dan merasa
terkucilkan sedangkaan pada tatalaksana hidup sehat pada umumnya klien kurang
kebersihan diri dan lingkungan yang kotor dan sering kontk langsung dengan
penderita kusta.Karena kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya maka timbul
masalah dalam perawatan diri.
b. Pola nutrisi dan
metabolisme
Meliputi makanan klien sehari-hari komposisi:sayur, lauk
pauk,minum sehari berapa gelas,berat badan naik atau turun,sebelum dan saat
masuk rumah sakit turgor kulit normal
atau menurundan kebiasaan maskan klien.Klien tinggal ditempat yang kotor atau
bersih Adanya penurunan nafsu makan, mual, muntah, pemnurunan berat badan,
gangguan pencernaan.
c. Pola eliminasi
Pada Pola eleminasi alvi dan uri pada pasien kusta tidak ada
kelainan.
d. Pola istirahat dan
tidur
Pada klien kusta pada umumnya pola tidur tidak teerganggu
tetapi bagi kusta yang belum menjalani pengubatan pasien baru biasanya terjadi
gangguan kebutuhan tidur dan istirahat yang disebabkan oleh pikiran stress,
odema dan peningkatan suhu tubuh yang yang diikuti rasa nyeri.
e. Pola aktivitas dan
latihan
Biasanya pada pasien kusta dalam aktifitas ada gangguan dalam
hal interaksi sosial dengan masyarakat biasanya pasien mengurung diri dan pada
pergerakan ektrimitas bagian perifer didapatkan bercak-bercak merah disertai
odema dan pasien dianjurkan harus bayak mobilisasi.
f. Pola persepsi dan
konsep diri
Presepsi klien tentang penyakitnya dan bagaimana konsep dalam menghadapi
penyakitnya yang diderita.
g. Pola sensori dan
kognitif
Pada umumnya penderita kusta mengalami gangguan disalah satu
sensorinya seperti peraba . Pasien tidak merasa adanya rangsangan apabila
bercak tersebut diberikan rangsangan.Pada kognitifnya pasien kusta merasa tidak
berguna lagi dan merasa terkucilkan
serta merasa tidak diterima oleh masyarakat dan keluarganya.
h. Pola reproduksi
seksual
Pada umumnya pada pola produksi seksual klien tidak mengalami
gangguan.
i. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien kusta selalu mengurung diri dan menarik
diri dari masyarakat (disorentasi) Pasien merasa malu tentang keadaan
dirinya.Dan masyarakat beranggapan penyakit kusta merupakan penyakit yang
menjijikan.
j. Pola penanggulangan
stress
Bagai mana klien menghadapi masalah yang dibebani sekarang
dan cara penanggulangannya.
k. Pola nilai dan
kepercayaan
Dalam pola ini terkadang ada anggapan yang
bersifat ghaib.
b.
Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan
selanjutnya dikelompokkan meliputi data subyektif dan data obyektif untuk menentukan
masalah klien. Data yang telah dikelompokkan untuk menentukan masalah
keperawatan kemudian penyebabnya dan dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.
(Lismidar, 1990 : 7-8)
II DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu
pernyataan dari masalah klien yang nyata (potensial) dan membutuhkan tindakan
keperawatan sehingga masalah klien ditanggulangi / dikurangi (Lismidar, 1990 :
13).
Diagnosa yang sering muncul pada klien Penyakit kusta
adalah
1.
Gangguan citra tubuh b/d
Perasaan negatif pada dirinya sendiri
2.
Kerusakan integritas kulit b/d
ulkus akibat mycobacterium leprae.
3.
Harga diri rendah berhubungan
dengan penyakit yang dideritanya
4.
Menarik diri b/d penyakit yang
dideritanya
5.
Kurangnya personal hagiene b/d
kurangnya pengetahun tentang penyakitnya
6.
Kurangnya pengetahuan b/d
informasi yang salah
III PERENCANAAN
Diagnosa
:Kerusakan integritas kulit b/d ulcus akibat mycobakterium leprae.
Tujuan :Menunjukkan tingkah laku atau
teknik untuk mencegah kerusakan kulit
atau meningkatkan penyembuhan
Kriteria Hasil :
1.
Mencapai kesembuhan luka
2.
mendemontrasikan tingkah laku
atau teknik untuk meningkatkan
kesembuhan dan mencegah komplikasi
3.
Menunjukkan kemajuan pada
luka/penyembuhan pada lesi
Rencana Tindakan :
1.
Guanakan teknik aseptip dalam perawatan luka
2.
Kaji kulit tip hari dan warnanya turgor sirkulasi dan sensori
3.
Instruksikan untuk melaksanakan higiene kulit,
misalnya membasuh kemudian mengeringkannya,dena berhati-hati dan melakukan
masase dengan menggunakan losion dan krim
4.
Ingatkan pasien jangan
menyentuh yang luka
5.
Tingkatkan masukan protein dan
karbohidrat
6.
Pertahankan sprei bersih atau
ganti spei sesuai dengan kebutuhan kering dan tidak berkerut.
7.
Kolaborasi dengan tim medis
lainnya
Rasional:
1.
Mencegah luka dari perlukaan
mekanis dan kontaminasi
2.
Menentukan garis dasar bila ada
terdapat perubahan dan dapat melakukan intervensi dengan tepat
3.
Mempertahankan kebersihan
,karena kulit yang kering bisa terjadi barrel infeksi,pembasuhan kulit kering
sebagai penggaruk,menurunkan resiko trauma dermal kulit yang kering dan rapuh
masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan
4.
Mencegah kontaminasi luka
5.
Mempertahankan keseimbangan
nitrogen positif
6.
Freksi kulit disebabkan oleh
kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap
infeksi.
7.
elaksanakan fungsi
interdependen
Diagnosa :Ganguan citra tubuh b/d persaan negetif tentang dirinya
Tujuan :Klien dapat
menerima keadaan dirinya.
KH :
1.
Mengungkapkan rasa percaya diri
dalam kemampuan menghadapi penyakitnya,perubahan gaya hidup dan kemungkinan
keterbatasan
2.
Menyusun rencana untuk realitas
untuk masa depan
3.
Dapat menerima keadaan dirinya
4.
Klien dapat menerima konsep
dirinya yang posititf tentang dirinya
Intervensi:
1.
Dorong pengungkapan mengenai
masalah tentang proses penyakit,harapan masa depan
2.
Diskusikan arti dari perubahan
pada pasien terhadap penampilannya
3.
Perhatikan prilaku menarik diri
atau terllu memperhatikan tubuh atau perubahan
4.
Susun batas pada prilaku
maladaptif Bantuklien untuk mengidentifikasi prilaku positif yang dapat
membantu koping
5.
Ikut sertakan pasien dalam
merencanakan perwatan dan membuat jadwal aktivitas
6.
Berikan harapan dalam situasi
individu jangan berikan keyakinan yang salah
7.
Berikan kesempatan untuk
berbagi rasa dengan individu yang mengalami
yang sama
Rasional :
1.
Memberikan kesempatan untuk
mengidentifikasi rasa takut atau kesalahan konsep dan meng hadpi secara
langsung
2.
Mengidentifikasi bagaimana
penyakit menpengaruhi persepsi diri dan interksi diri dengan orang lain akan
menentukan kebuuhan terhadap intervensi
3.
Dapat menunjukkan emosional
ataupun metode koping maladaptif,
Membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan pskologis
4.
mempertahankan kontrol diri
yang dapat meningkatka harga diri
5.
Meningkatkan perasan kompetensi
atau harga diri mendorong kemandirian atau mendorong partisipasi dalam terapi
6.
Kata-kata penguat dapat
mendukung terjadinya koping positif
7.
Memberikan motivasi dan rasa
percaya diri.
IV PELAKSANAAN
Pelaksanaan merupakan pengolahan dan
realisasi dari rencana tindakan yang meliputi beberapa kegiatan yaitu validasi
(pengesahan), rencana keperawatan, menulis atau mendokumentasikan rencana
keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data. (Lismidar,
1990 : 60).
V. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir
dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus
menurus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
(Lismidar, 1990 : 68).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mansjoer Arif, ddk, Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid Ketiga Edisi Kedua, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.
2.
Adhi Juandha, Prof. Dr, Ilmu
Penyakit Kulid dan Kelamin, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 1999.
3.
Standar Asuhan Keperawatan
Interna RS Siti Khadijah, Sepanjang, 2004.
4.
Pedoman Diagnosis dan Terapi
Lab / UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
RSUD Soetomo, Surabaya, 2000.
5.
Marilyn E. Dongoes.2000. Rencana
Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC.
6.
Lynda Juall Carpenito.2000. Buku
Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih