I. Pengertian
Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas yaitu 6 sampai 8 minggu.
Section sesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
II. Perubahan Fisiologi Post Partum
a. Involusi alat-alat kandungan
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks setelah post partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, warna serviks merah kehitaman karena penuh pembuluh darah dan konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan kedalam kavum uteri. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Otot uterus berkontraksi segera pada post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan
b. Laktasi
Pada 2 hari pertama post partum terdapat perubahan pada mamae ibu post partum. Semenjak masa kehamilan kolostrum telah di ekskresi. Pada 3 hari pertama post partum mammae penuh atau membesar karena sekresi air susu. Penurunan kadar estrogen saat kelahiran plasenta diikuti dengan meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi produksi air susu.
c. Tanda-tanda vital
Jumlah denyut nadi normal antara 60-80 kali permenit segera setelah partum dapat terjadi bradikardi. Trakhikardi mengidentifikasikan perdarahan, infeksi, penyakit jantung dan kecemasan. Tekanan darah akan kembali seperti prahamil setelah 6 jam setelah persalinan. Suhu tubuh normal pasien post partum adalah antara 36,2oC-380C. Kenaikan suhu tubuh hingga 380C diakibatkan oleh dehidrasi. Cairan dan istirahat biasnya dapat memulihkan suhu normal. Setelah 24 jam post partum, suhu 380C atau lebih dicurigai terjadi infeksi. Frekuensi pernafasan normal 14-24 x permenit. Bradypneu (pernafasan kurang dari 14-16 x permenit) dapat disebabkan oleh efek narkotik analgesis atau epidural narkotik. Tachipneu (pernafasan lebih dari 24 x permenit) dapat diakibatkan oleh nyeri, pendarahan masif atau shock, oleh karena emboli paru-paru atau edema paru-paru.
d. Sistem persyarafan
Ibu post partum hiperrefleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria, oedema, nyeri epigastrik dan sakit kepala
e. Sistem perkemihan
Pada masa post partum terjadi peningkatan kapasitas kandung kemih, bengkak dan memar jaringan di sekitar uretra yang menurunkan sensitivitas penekanan cairan (urin) dan sensasi kandung kemih yang penuh, sehingga berada pada resiko distensi berlebihan, kesulitan mengosongkan dan penimbunan residu
f. Sistem pencernaan
Perut terkadang terjadi reaksi penolakan sesudah melahirkan, karena efek dari progesterone dan penurunan gerakan peristaltic. Perempuan dengan seksio sesarea boleh menerima sedikit cairan setelah pembedahan, jika terdengar bising usus dapat mulai beralih ke makanan padat
g. Sistem musculoskeletal
Apabila di kedua ekstremitas atas dan bawah terdapat edema dikaji apakah terdapat pitting edema, kenaikan suhu, pelebaran pembuluh vena dan kemerahan sebagai tanda thromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk dilakukan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi
III. Perubahan Psikologi Post Partum
a. Taking in Phase
Fase ini merupakan masa refleksi bagi wanita post partum. Selama periode ini wanita posr partum cenderung pasif. Wanita post partum cenderung dilayani oleh perawat daripada melakukan pemenuhan kebutuhan sendiri
b. Taking Hold Phase
Wanita post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri. Lebih suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang kuat pada bayinya
c. Letting Go Phase
Ibu post partum akhirnya dapat menerima keadaan apa adanya. Proses ini memerlukan penyesuaian diri atas hubungan yang terjadi selam kehamilan. Wanita yang dapat melewati fase ini dianggap sudah berhasil dalam peran barunya.
IV. Penatalaksanaan Ibu Post partum
1. Early Ambulation.
2. Perawatan Perineum .
3. Perawatan Payudara.
4. Pemberian Nutrisi.
5. Pemantauan Suhu.
6. Pemantaun Sistem Perkemihan.
7. Pemantauan Defekasi.
8. Aktivitas Seksual.
9. Istirahat.
10. Kontrasepsi.
V. Jenis-jenis operasi SC
1. Abdomen (section sesaria abdominalis)
a. SC Transperitonealis
o SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada korpus uteri.)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Mengeluarkan janin dengan cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonialis yang baik.
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
o SC Ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim.)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical tranversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebarab isi uterus ke rongga peritoneum.
Perdarahan tidak begitu banyak.
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang/lebih kecil.
Kekurangan :
Luka dapat meleber kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uterine pacah sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
2. Vagina (section sesaria vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim , SC dapat dilakukan sb:
Sayatan memanjang (longitudinal)
Sayatan melintang (transversal)
Sayatan huruf T (T insicion)
VI. Indikasi
Operasi SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC
Proses persalinan normal lama/kegagalan proses persalinan normal (dystasia)
• Fetal distress
• His lemah/melemah
• Janin dalam posisi sungsang atau melintang
• Bayi besar (BBL ≥ 4,2 kg)
• Plasenta previa
• Kelainan letak
• Disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan anatar ukuran kepala dan panggul)
• Rupture uteri mengancam
• Hydrocephalus
• Primi muda atau tua
• Partus dengan komplikasi
• Panggul sempit
• Problem plasenta
VII. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain:
1. Infeksi puerperal (nifas)
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sdikit kembung
Berat, peritonitis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonialisasi terlalu tingi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.
VIII. Pengkajian
1) Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantumg, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko pembentukan thrombus).
2) Intregritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya fakto-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tandatidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis.
3) Makanan/cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang keringpembatasn puasa pra operasi insufisiensi pancreas/DMpredesposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis.
4) Pernapasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok
5) Keamanan
Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
Adanya defisiensi imun
Munculnya kanker/adanya terapi kanker
Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
Riwayat penyakit hepatic
Riwayat tranfusi darah
Tanda munculnya proses infeksi
IX. Prioritas keperawatan
Mengurangi ansietas dan trauma emosional
Menydiakan keamanan fisik.
Mencegah komplikasi
Meredakan rasa sakit
Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
X. Diagnosis keperawatan
Ansietas b.d. kurang pengetahuan tindakan invasif.
Resti infeksi b.d. destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d. insisi, flatus, dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan (sekunder akibat nyeri, mual, muntah)
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap atonia uteri
XI. Intervensi
DP tujuan intervensi Rasional
Ansietas b.d. kurang pengetahuan tindakan invasif.
Resti infeksi b.d. destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d. insisi, flatus, dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan (sekunder akibat nyeri, mual, muntah)
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap atonia uteri
Ansietas berkurang setelah diberikan perawatan dengan criteria hasil:
Tidak menunjukan trumatik pada saat membicarakan pembedahan
Tidak tampak gelisah
Tidak merasa takut untuk dilakukan pembedahan yang sama.
Pasien merasa tenang
Infeksi tidak terjadi setelah perawatan 24 jam pertama dengan criteria
Menunjukan kondisi luka yang jauh dari kategori infeksi
Albumin dalam keadaan normal
Suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, tidak demam
Nyeri dapat berkurang setelah perawatan 1 x 24 jam dengan criteria:
Pasien tidak mengeluh nyeri / mengatakan bahwa nyeri sudah berkurang
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi
Syok hipovolemik tidak terjadi dengan criteria hasil :
Tekanan darah siastole 110-120 mmHg, diastole 80-85 mmHg.
Nadi 60-80 kali permenit.
Akral hangat, tidak keluar keringat dingin
Perdarahan post partum kurang dari 100 cc Lakukan pendekatan diri pada pasien supaya psien merasa nyaman
Yakinkan bahwa pembedahan merupakan jalan terbaik yang harus ditempuh untuk menyelamatkan bayi dan ibu
Berikan nutrisi yang adekuat
Berikan penkes untuk menjaga daya tahan tubuh, kebersihan luka, serta tanda-tanda infeksi dini pada luka
Lakukan pengkajian nyeri
Lakukan managemen nyeri
Monitoring keadaan insisi luka post operasi
Ajarkan mobilitas yang memungkinkan tiap 2 jam sekali
Kaji status nutrisi secara continue selama perawatan tiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut.
Tekankan pentingnya transisi pada pemberian makan per oral dengan tepat.
Beri waktu mengunyah, menelan, beri sosialisasi dan bantuan makan sesuai indikasi
Monitor vital sign
Kaji adanya tanda-tanda syok hipovelomik
Monitor pengeluaran pervagina.
Lakukan massage segera mungkin pada fundus uteri.
Susukan bayi sesegera mungkin Rasa nyaman akan menumbuhkan rasa tenang, tidak cemas serta kepercayaan pada perawat.
Nutrisi yang adekuat akan menghasilkan daya tahan tubuh yang optimal
Dengan adanya partisipasi dari pasien, maka kesembuhan luka dapat lebih mudah terwujud
Setiap skala nyeri memiliki managemen yang berbeda.
Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
Mobilitas dapat merangsang peristaltic usus sehingga mempercepat flatus
Memberi kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi
Transisi pemberian makan oral lebih disukai.
Pasien perlu bantuan untuk menghadapi masalah besar anoreksia, kelelahan, kelemahan otot
Memonitor ada tidaknya tanda-tanda syok hipovolemik
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M E. 2000. Rencana Askep Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokmentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC
Carpenito L. J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih