Home » , » Asuhan keperawatan pada pasien dengan CEREBRO VASCULER ACCIDENT

Asuhan keperawatan pada pasien dengan CEREBRO VASCULER ACCIDENT



A.    CEREBRO VASCULER ACCIDENT
1.    Definisi
Cerebrovaskuler Accident ( CVA ) Bleeding yang disebut dengan nama lain stroke hemoragik merupakan gangguan fungsi pada otak yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau perdarahan subarachnoid. CVA bleeding terbagi atas :
a.    Perdarahan Intraserebral (ICH :Intra Cerebral Hemorage) adalah suatu disfungsi neurologis fokal yang akut yang disebabkan oleh perdarahan primer didalam substantia otak, bukan karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena serta kapiter.
b.    Perdarahan subarachoid (SAH : Sub Arachnoid Hemorage) adalah keadaan akut dimana terjadi perdarahan otak ke dalam ruang subarachnoid.
( Kapita Selekta. Kedokteran, 1999 )

2.    Faktor – faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah
a.    Anatomi Fisiologi
1.    Otak
Otak terletak didalam rongga tengkorak yang diselimuti oleh meningia ( selaput otak ). Meningia yang terdiri dari tiga lapis yaitu durometer yang merupakan jaringan ikat tidak elestis seperti kulit, arachnoid yang merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus dan avaskuler, plamater yang merupakan lapisan terdalam yang langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal serta mengikuti bentuk luar struktur eksternal otak dan jaringan dan jaringan spinal, merupakan lapisan vaskuler dan pembuluh-pembuluh darah melalui pramater menuju CNS, sedangkan daerah antara arachnoid dengan pramater dinamakan ruang subarachnoid. Dengan adanya selaput otak tersebut serta cairan serebrospenalis yang melindungi struktur sarap yang halus juga memperkecil apabila terjadi guncangan atau benturan pada otak. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia. Jaringan otak sangat rapuh dan kebutuhan akan oksigen serta glukosa tetap konsten.
Serebelum atau otak kecil, terletak dibelakang bagian bawah tengkorak, dipisahkan dengan serebrum oleh fisura tranversalis, dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medula oblongata. Organ ini banyak menerima saraf eferensensosis, merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval bagian yang mengecil pada sentral vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
Permukaan luar serebelum berlipat-lipat seperti serebrum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur, fungsinya untuk mengatur keseimbangan dari rangsangan pendengaran ke otak, sebagai pusat pendengaran penerima impuls dari reseptor sensoris umum medula spinalis dari N. vagur CN. Trigeminus, kelopak mata, rahang atas serta otot pengunyah dan kortek serebelum menerima informasi tentang gerakan yang sedang akan dikerjakan serta mengatur gerakan sisi badan.
Serebrum atau otak besar merupakan bagian yang luas dan terbesar dari otak, membentuk telur, mengisi bagian atas depan rongga tengkorak. Masing-masing disebut fosa kronialis anterior atas dan fosa kronialis media, otak mempunyai dua permukaan yaitu permukaan atas dan permukaan bawah, kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu pada korteks serebral dan zat putih pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu lobus frontalis yaitu bagian dari serebrum yang terletak didepan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh serebrum. Sedangkan fungsi serebrum sendiri adalah  mengingat pengalaman-pengalaman yang telah lalu, pusat persyarafan yang menangani aktivitas mental, inteligensi, keinginan dan memori.
Batang otak atau traktus serebri yang terdiri dari diesensephalon merupakan batang atas paling atas, terdapat diantara serebrum dan mesensophalon, kumpulan dari sel syaraf yang terdapat dibagian lobus temporalis, sedangkan fungsinya adalah sebagai vasofonstriksi  atau mengecilkan pembuluh darah, respiratori membantu pada pusat peryarafan, mengontrol kegiatan reflek dan membantu pekerjaan jantung. Mesenphalon yaitu atap dari mesensephalon terdiri empat bagian, dua disebelah atas disebut korpus quadregeminus inferior, fungsinya adalah membantu pergerakan mata, dan mengangkat kelopak mata dan memutar mata dan pergerakan mata. Medula oblongata yang merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan ponsvaroli dengan dengan medula spinalis, fungsinya yaitu mengontrol pekerjaan jantung, vasokostriktor, center respiratori serta mengontrol kegiatan reflex. Pons varoli yang terletak didepan serebelum diantara otak tengah dan medula oblongata, disini terdapat, premotoksoid yang mengatur gerakan pernafasan dan gerakan reflex, fungsinya adalah penghubung antara medula oblongata dengan serebrum atau otak besar.
(Markam Sumarno, Penuntun Neurologi, 1992)
2.    Pembuluh Darah Otak
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri paratis internal yang membawa 80 % udara yang diperlukan oleh otak terutama memberi darah pada bagian depan atas membawa darah untuk serebelum, batang otak bagian belakang dan bagian bawah dari hemisfer otak, selanjutnya kedua arteri karotis dan arteri vertebralis membentuk sirkulasi dalam bentuk sirkulus willisi. Dari bagian ini keluar arteri serebralis atau serebri anterior, arteri serebri media, dan arteri serebri posterior.
( Syaifudin, Anatomy Fisiologi, 1987 )
b.    Faktor Resiko
Faktor resiko bagi stroke iskhemik maupun perdarahan terdapat perbedaan, tapi secara keseluruhan WHO telah menyusun sederetan faktor- faktorresiko yang antara lain yaitu hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, TIA, atau yang pernah mengalami stroke, obesitas, alkoholisme, merokok, hiperlipidemia, infeksi, faktor genetik atau keluarga serta faktor – faktor lain seperti migren suhu dingin, pil kontrasepsi dengan estrogen tinggi dan lain – lain (Syaiful Islam, 1998 :7).

3.    Etiologi
3.1 Perdarahan intra serebral
perdarahan ini disebabkan oleh karena pecahnya arteria, pembuluh kapiler atau vena dalam parenkim otak. Oleh karena lemahnya pembuluh darah akibat hipertensi, arteriosklerosis, infiltrasi tumor, diskrasia darah.
3.2 Perdarahan sub arachnoid
Perdarahan ini dapat terjadi akibat pecahnya aneurisma, kelainan pembekuan darah, tumor otak dan beberapa sebab lain.

4.    Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, sposme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari.











5.    Manifestasi klinis
Pada stroke akibat perdarahan intra serebral mempunyai gejala prodromal yang tidah jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan sering kali siang hari, saat aktivitas atau emosi /marah. Sifat nyeri kepala hebat sekali. Mual dan muntah sering kaliu terdapat pada awal serangan. Hemi parese/hemiplegi biasa terjadi sejak awal serangan. Kesadaran biasanya turun dan cepat masuk koma. Sedangkan pada pasien dengan perdarahan sub arachnoid didapatkan gejala klinis nyeri kepala hebat  dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan sub arachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri. Komunikans anterior atau arteri karotis interna (Kapita selekta kedokteran, 2000 : 18).

1.    Perdarahan Introserebral
Secara umum perdarahan introserebral merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah dalam parenkim otak. Perdarahan intraserebral khas terjadi waktu aktivitas. Onset saat tidur jarang. Perjalanan penyakit akut 1-2 jam sakit kepala hebat biasanya disertai penurunan kesadaran yang bervariasi, tergantung dari perdarahan, tetapi secara keseluruhan minimal terdapat 60 % kasus dua pertiganya mengalami koma, muntah pada permulaan, jarang dijumpai kejang saat onset perdarahan intoserebral. Pada pemeriksaan fisik dijumpai hipertensi pada 90 % kasus pedarahan intraserebral.

2.    Perdarahan Subarochnoid
Onset dari gejalanya biasanya tiba-tiba perjalanan penyakit perdarahan subarochnoid yang khas dimulai dengan sakit kepala yang sangat hebat (berbeda dengan sakit kepala biasa), onset biasanya 1-2 detik hingga 1 menit dan sakit kepalanya sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas yang dilaksanakan oleh penderita. Sakit kepala makin progresif, kemudian diikuti nyeri dan kekakuan pada leher, mual muntah sering dijumpai perubahan kesadaran (50%) kesadaran hilang umumnya 1-2 jam, kejang sering dijumpai pada fase akut (sekitar 10-15%) perdarahan subarochnoid sering diakibatkan oleh arterivena malformasi. Umumnya onset saat melakukan aktivitas 24-36 jam setelah onset dapat timbul febris yan menetap selama beberapa hari.

6.    Diagnosis
1.    Anamnesa
2.    pemeriksaan neurologi sesuai dengan gejala klinis
3.    pemerikasan tambahan :
 -   CT Scan
 - Punksi lumbal, sebaiknya tidak dilakukan bila ada dugaan perdarahan intra serebral

7.    Penata Laksanaan
7.1      Perdarahan Intraserebral
Management non bedah dimulai dari menjaga jalan nafas, kateterisasi urinaria, tetapi hipertensi penurunan tekanan arteri terlalu cepat harus dihindari (turunkan secara perlahan untuk menghindari penurunan tekanan perfusi jaringan yang cepat karena dapat menimbulkan isckemi jaringan). Turunkan sistol sampai 140 mmHg dan diastol sampai 90 mmHg dengan anti hipertensi parenteral. Edema harus diterapi bila memang menimbulkan gangguan kesadaran atau herniasi. Dianjurkan menggunakan zat hiperiosmetik (monitol). Observasi adanya tekanan intruksanial yang meningkat. Operasi pola indikasi tegas untuk kransotomi guna mengevakuasi darah pada perdarahan intraserebral, namun diperkirakan hanya penderita dengan Gcs 7-10 mempunyai kemungkinan hidup bila dilakukan pembedahan tetapi pemulihan  fungsionalnya tetap jelek.
7.2        Perdarahan Subarochnoid
Perawatan umum meliputi menghindari tekanan darah yang mengikat sedosi atau fenoborbital menghindari kegelisahan dan tensi yang meningkat. Bila kejang dapat diberikan anti konvulson yang efektif dengan dosis 30 mg peroral 3 kali perhari, untuk menghindari mengejang diberikan pelunak feses misal dioksil suksinat sedium 100 mg peroral perhari. Ruangan perlu ketenangan. Pemberian anti fibrolitik dianggap bermanfaat untuk memecah perdarahan ulang akibat lisis atau bekuan darah ditempat yang mengalami perdarahan tadi. Operasi dilakukan dalam 2 hari pertama setelah perdarahan yang dianggap untuk mengurangi perdarahan ulang.



8    Dampak Masalah
8.1        Terhadap penderita
Gardon mengelompokkan pola fungsi kesehatan menjadi 11 kelompok. Setiap terjadi perubahan pola fungsi tubuh yang dimanefestasikan dalam bentuk data-data keperawatan yang dikumpulkan oleh perawat dapat dikelompokkan secara otomatis dalam data tersebut.

8.2        Terhadap keluarga
1.    Dapat terjadi kecemasan karena penderita yang tidak sadar dan keadaan penyakitnya yang berat.
2.    Pada penderita yang pulang dengan gejala sisa merupakan beban bagi keluarganya.


B.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a.    Pengumpulan data
Adalah kegiatan dalam menghimpun informasi dari penderita dan sumber-sumber lain yan meliputi unsur bio psikososio spiritual yang komprehensif dan dilakukan pada saat penderita masuk.
1.    Identitas penderita
Identitas penderita meliputi nama, unsur jenis kelamin, pendidikan, pekrjaan, status perkawinan, agama, suku/bangsa, alamat, tangal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.
2.    Keluhan utama
Penderita dengan CVA bleeding datang dengan keluhan kesadaran menurun, kelemahan/kelumpuhan pada anggota badan (hemiparese/hemiplegi), nyeri kepala hebat.
3.    Riwayat penyakit sekarang
Adanya nyeri kepala hebat atau akut pada saat aktivitas, kesadaran menurun sampai dengan koma, kelemahan/kelumpuhan anggota badan sebagian  atau keseluruhan, terjadi gangguan penglihatan, panas badan, tinitus.



4.    Riwayat penyakit dahulu
Penderita punya riwayat hipertensi atau penyakit lain yang pernah diderita oleh penderita seperti DM, tumor otak, infeksi paru, TB paru.
5.    Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit lain seperti hipertensi dengan pembuatan genogram.
6.    Riwayat psiko sosio spiritual
Peran penderita terhadap keluarga menurun akibat adanya perasaan rendah diri akibat sakitnya tidak dapat beraktifitas secara normal karena adanya kelemahan dan bagaimana hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa .

Pola-pola fungsi kesehatan
1.    Pola persepsi dan tata  laksana kesehatan
Penderita CVA bleeding mempunyai latar belakang hipertensi, DM, obesitas, merokok. Hal tersebut berkaitan dengan ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang persepsi hidup sehat, biasanya penderita menolak dengan pengobatan yang dianjurkan.
2.    Pola nutrisi dan metabolik
Dengan adanya perdarahan di otak dapat berpengaruh atau menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena mual muntah sehingga intake nutrisi kurang atau menurun.
3.    Pola eliminasi
Karena adanya CVA bleeding terjadi perdarahan dibagian serebral atau subarochnoid, hal ini dapat berpengaruh terhadap reflex tubuh atau mengalami gangguan dimana salah satunya adalah hilangnya kontrol spingter sehingga terjadi inkonhnentia atau imobilisasi lama dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
4.    Pola aktivitas dan latihan
Adanya perdarahan serebral dapat menyebabkan kekakuan motor neuron yang berakibat kelemahan otot (hemiparese/hemiplegi) sehingga timbul keterbatasan aktivitas.
5.    Pola perawatan diri
Biasanya penderita dengan  CVA bleeding terjadi perubahan kesadaran dari ringan sampai berat, paralise, hemiplegi, sehingga penderita mengalami gangguan perawatan diri berupa self toileting, self eating.
6.    Pola persepsi dan konsep diri
Penderita mengalami penurunan konsep diri akibat kecacatannya.
7.    Pola persepsi dan kognitif
Perdarahan intraserebral mempengaruhi saraf-saraf perifer dimana penderita kehilangan sensoris (nyeri, panas, dingin).
8.    Pola istirahat dan tidur
Penderita mengalami nyeri kepala karena adanya tekanan intrakronial yang meningkat sehingga penderita mengalami gangguan pemenuhan tidur dan istirahat.
9.    Pola peran dan hubungan
Akibat perdarahan intraserebral terjadi gangguan bicara, penderita mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan melaksanakan perannya.
10.    Pola seksualitas
Disfungsi sex
11.    Pola tata nilai dan keyakinan diri
Penderita mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadahnya karena adanya kelumpuhan.
b.    Pemeriksaan fisik
1.    Keadaan umum penderita dalam kesadaran menurun atau terganggu postur tubuh mengalami ganguan akibat adanya kelemahan pada sisi tubuh sebelah atau keseluruhan lemah adanya gangguan dalam berbicara kebersihan diri kurang serta tanda-tanda vital (hipertensi)
2.    Sistem Integumen
    Kulit tergantung pada keadaan penderita apabila kekurangan O2 kulit akan kebiruan kekurangan cairan turgor jelek berbaring terlalu lama atau ada penekanan pada kulit yang lama akan timbul dekubitus.
    Kuku jika penderita kekurangan O2 akan tampak kebiruan
3.    Pemeriksaan Kepala atau Leher
    Kepala         
    Muka      



    Leher     :
:



:    Bentuk normal simetris
Bentuk kadang tidak simetris karena adanya kelumpuhan otot daerah muka tampak gangguan pada mata kadaan onga mulut kotor karena kuang perawatan diri .
Bentuk normal pembesaran kelenjar thyroid tidak ada .
Pemeriksaan Nervus I – XII
I.    Nervus Olfaktorius
Pada umumnya penderita CVA bleeding mengalami gangguan pada rangsangan aroma (bau-bauan) dari hidung ke otak.
II.    Nervus Optikus
Penderita CVA bleeding dapat terjadi gangguan pada rangsangan penglihatan ke otak.
III.    Nervus Okulomotoris
Terjadi gangguan pada otot-otot orbital yang merupakan otot penggerak bola mata.
IV.    Nervus Troklearis
Penderita dengan CVA bleeding sering terjadi masalah pada saraf pemutar bola mata.
V.    Nervus Trigeminus
Pada umumnya terjadi gangguan pada saraf ini yang mengontrol persarafan kulit kepala dan kelopak mata atas, rahang atas dan palafum.
VI.    Nervus Abdusen
Penderita dengan CVA yang mengalami parese maupun paraplegi terjadi gangguan pada persarafan penggoyang sisi mata.
VII.    Nervus Fasialis
Penderita CVA dapat terjadi gangguan pada persarafan ini sehingga terjadi afasia motorik.
VIII.    Nervus Auditorius
Pada umumnya jarang didapatkan gangguan pada rangsangan pendengaran, biasanya terjadi gangguan pada pasien CVA dengan kesadaran  dari 15.
IX.    Nervus Glosofageal
Penderita CVA dapat mengalami gangguan pada rangsangan cita rasa.

X.    Nervus Vagus
Di dapatkan pada pasien CVA bleeding terjadi gangguan pada faring, laring, paru-paru dan esofagus.
XI.    Nervus Asesorius
Pada penderita CVA bleeding sering terjadi gangguan pada otot leher dapat terjadi kaku kuduk.
XII.    Nervus hipoglosus
Penderita CVA didapatkan adanya kelainan pada saraf cita rasa dan otot lidah.
4.    Sistem pernafasan
Adanya pernafasan dispnoe, apnoe atau normal serta obstrusi jalan nafas, kelumpuhan otot pernafasan penggunaan otot-otot bantu pernafasan, terdapat suara nafas ronchi dan whezing.
5.    Sistem kardio vaskuler
Bila penderita tidak sadar dapat terjadi hipertensi atau hipotensi, tekanan intrakranial meningkat serta tromboflebitis, nadi bradikardi, takikardi atau normal .
6.    Sistem pencernaan
Adanya distensi perut, pengerasan feses, penurunan peristaltik usus, gangguan BAB baik konstipasi atau diare .
7.    Ekstrimitas
Adanya kelemahan otot, kontraktur sendi dengan nilai ROM : 2, serta kelumpuhan.
8.    Pemeriksaan urologis
Pada penderita dapat terjadi retensi urine, incontinensia infeksi kandung kencing, serta didapatkannya nyeri tekan kandung kencing.
9.    Pemeriksaan neurologis
1.    Tanda-tanda rangsangan meningen
Kaku kuduk umumnya positif, tanda kernig umumnya positif, tanda brudzinsky I, II, III, IV umumnya positif, babinsky umumnya positif.
2.    Pemeriksaan fungsi sensorik
Terdapat gangguan penglihatan, pendengaran atau pembicaraan.


3.    Pemeriksaan fungsi motorik
Adanya kelemahan sampai kelumpuhan sisi sebelah tubuh atau keseluruhan.
10.    Pemeriksaan penunjang
1.    Laboratorium
Pemeriksaan darah ( tampak peningkatan pada kadar gula darah ), lumbal punksi ( pada css tampak adanya perdarahan ). 
2.    CT Scaning
Dapat dilihat dengan jelas adanya perdarahan yang terletak baik intraserebral maupun subarochnoid.

b.    Analisa Sintesa
Data yang terkumpul selanjutnya dikelompokkan menjadi data tertentu yaitu data subyektif dan data obyektif untuk menentukan masalah yang terjadi pada penderita (Marylin E. Dongoes, 2000).

2.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada penderita CVA bleeding
1)    Potensial ketidak efektifan pernafasan sehubungan dengan obstruksi jalan nafas, trakea bronkiale, paru tidak dapat mengembang.
2)    Ganguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan perdarahan otak,  pemutusan aliran darah otak,  vasospasmo otak, odema otak
3)    Ganguan eliminasi urine (inkontinensia) sehubungan dengan hilangnya kontrol spingter.
4)    Potensial terjadi konstipasi atau gangguan eliminasi alvi sehubungan dengan imobilisasi yang lama intake cairan yang tidak adekuat dan intake nutrisi yang tidak adekuat. 
5)    Keterbatasan mobilisasi fisik sehubungan dengan penurunan fungsi neuromuskuler, kelemahan, ketegangan otot .
6)    Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dangan imobilisasi, infontinensia, menurunnya pergerakan dan sensori.
7)    Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan sirkulasi otak, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot muka / mulut, kelemahan seluruh tubuh.
8)    Potensial pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, penurunan kesadaran
9)    Resiko trejadi peningkatan TIK sehubungan dengan proses desak ruang
      (Lynda Juall. C, 1999)
2.    Perencanaan
a. Potensial ketidak efektifan pernafasan sehubungan dengan obstruksi jalan nafas, trakea bronkiale, paru tidak dapat mengembang.
1.    Tujuan : Pernafasan tetap efektif
2.     Kriteria Hasil :
a.    Tercapainya kenormalan pernapasan.
b.    Tidak ada cianosis atau gejala hipoksia dengan BGA penderita dalam batas normal. 
3.    Perencanaan Tindakan :
a.    Periksa oedema pada muka dan leher.
b.    Letakkan penderita pada posisi yang benar ( kepala miring agak ekstensi ).
c.    Dengar suara-suara serak.
d.    Dengar suara nafas, catat apabila ada suara ronchi, wheezing serta kemampuan nafas.
e.    Lakukan penghisapan lendir tiap 2 jam sekali
f.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen
4.    Rasional
a.    Oedema dan desakan pada trakea atau kerusakan saraf  dapat menggaggu pernafasan.
b.    Dapat mengeluarkan sekret dari rongga mulut dan saluran nafas bagian atas.
c.    Mungkin merupakan indikasi kerusakan nervus laring yang dapat berpengaruh pada batuk.
d.    Dengan adanya sekret yang menyebabkan ketidak efektifan jalan nafas.
e.    Untuk mengeluarkan sekret dan mengurangi resiko pneumoni atau komplikasi.
f.    O2 dibutuhkan untuk beberapa waktu dalam gangguan pernafasan atau hipoksia.
b. Ganguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan perdarahan otak,  pemutusan aliran darah otak,  vasospasmo otak, odema otak
1.    Tujuan : Gangguan perfusi jaringan otak dapat diatasi.

2.    Kriteria Hasil :
a.    Kesadaran normal
b.    Tidak ada tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat atau tanda-tanda vital normal.
3.    Rencana Tindakan
a.    Monitor dan catat status neurologis serta bandingkan dengan standart normal.
b.    Monitor tanda-tanda vital adanya hipertensi atau hipotensi dan bandingkan antara tekanan darah lengan kanan dan lengan kiri.
c.    Ciptakan lingkungan tenang, batasi pengunjung, program waktu dengan tepat ( istirahat, latihan, altivitas ).
d.    Perawatan setempat  / bed rest atau aktivitas jika ada indikasi.
e.    Kolaborasi dengan dokter.
4.    Rasional
a.    Resolusi kerusakan ssp dan meluasnya lesi dengan mencegah peningkatan TIK.
b.    Variasi tekanan darah akan terjadi karena tekanan intra serebral atau luka pada vasomotor.
c.    Istirahat absolut dan tenang diperlukan untuk mengurangi peningkatan TIK.
d.    Stimulasi terus-menerus dan aktivitas dapat meningkatkan.
e.    Hipertensi perlu tindakan hati-hati karena penatalaksanaan yang agesif menambah resiko kerusakan jaringan.
c. Resiko terjadi peningkatan TIK sehubungan dengan proses desak ruang
1. Tujuan                :    Tidak terjadi peningkatan TIK
2. Kriteria hasil      :    -    Tanda – tanda TIK meningkat tidak ada
-    Reflek pupil terhadap cahaya positif
-    GCS 456
-    Tanda – tanda vital dalam batas normal
3.    Rencana tindakan
a.    Kaji status neurologis yang berhubungan dengan TIK meningkat
b.    Berikan posisi tidur flat / datar dengan posisi kepala lebih tinggi 15 – 450 tanpa bantal
c.    Bantu klien untuk menghindari batuk, muntah
4.    Rasional
a.    TIK yang meningkat dapat memperburuk keadaan
b.    Posisi yang benar dapat mencegah TIK meningkat dan memperbaiki aliran darah ke otak
c.    Batuk dan muntah akibat aspirasi lambung dapat terjadi bila TIK meningkat
5.    Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan yang direncanakan oleh perawat, melaksankan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari RumahSakit.
6.    Evaluasi
Evaluasi adalah pengkuran keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan penderita.


























DAFTAR PUSTAKA


Ach. Syaifudin, Anatomi Fisiologi, Editor Silvana Ec, Skp, EGC, Jakarta, 1987.
FKUI, kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi III, Media Aesculapius, Jakarta, 1999
Marilyn E. Doengos, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Markam sumarno, Penuntun Neuroligi, Edisi II, Bagian Neurologi FKUI, Jakarta, 1992.
Syaiful Islam, 1998, Edisi 1, EGC, Jakarta.
Lynda Juall. C. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta, 1999.






























PENGKAJIAN TAMBAHAN


    PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1.    GCS klien ketika dilakukan pengkajian yaitu 3 x 4 dengan X adalah afasia motorik.
2.    Refleks
    Di dapatkan reflek Babinbsky positif (+)
    Refleks Rossalimo negatif (-)
    Hemiparase Dekstra
3.    Nervus I – XII
Penderita mengalami gangguan pada Nervus VII yaitu Nervus Fasialis dan Nervus III di dapatkan kelainan pada penggerakan bola mata
    Kenasal positif (+)
    Ke temporal positif (+)
    Rangsang cahaya (+)
    Ø pupil 3 mm
Sedangkan pada Nervus Olfaktorius, Nervus Optikus, Nervus Troklearis, Nervus Trigeminus, Nervus Abdusen, Nervus Auditorius, Nervus Glosofageal, Nervus Vagus, Nervus Asesorius, Nervus Hipoglosus tidak di dapatkan gangguan pada penderita.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku