Home » , » ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOSPADIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOSPADIA


A.    KONSEP DASAR
1.    Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana Meatus Uretra eksternal terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal. (ujung galns panis) 
(Arief M ; 2000)

2.    Etiologi
Penyebab kelainan itu adalah maskulinasi inkomplit dari genetalia karena involasi yang prematur dari sel interstisial testis.

3.    Patofisiologi






















4.    Manifestasi Klinis
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang melebar dimulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika Dartos. Walaupun adanya Chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hiposdia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospodia memiliki Chordee.

5.    Klasifikasi
Klasifikasi hiposdiayang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu type glandulas, dista penile-penile, penoskrotal-skrotal dan perineal.
Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90 % terletak di distal dimana meatus terletak di ujung barang penis atau di glans panis sisanya yang 10 % terletak lebih proskimal yaitu ditengah batang penis, skrotum atau perineum.

6.    Penatalaksanaan
Dikenal banyak operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a.    Operasi pelepasan chordee dan tunnelling.
Dilakukan pada usia 1½ - 2  tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah ereksi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Utuk melihat keverhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9 % kedalam korpus kavernasim.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee dan pembuatan tunnelling diambil dari preputium panis bagian dorsal. Oleh karean hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.



b.    Operasi urettroplasti.
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal paralele di kedua sisi.

































BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

I.    PENGKAJIAN
A.    Pengumpulan Data
1.    Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal / jam MRS, diagnosa medis.
2.    Keluhan Utama
Pada umumnya pasien dengan hipospadia mengeluh ada penis melengkung kebawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi dan adanya lubang kencing tidak pada tempatnya.
3.    Riwayat Kesehatan.
a.    Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
b.    Riwayat Penyakit Dahulu.
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir.
c.    Riwayat Kesehatan Keluarga.   
Didalam keluarga tidak ditemukan penyakit yang sama karena penyakit ini bukan merupakan penyakit turunan.
4.    Pola-pola fungsi kesehatan
a.    Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Perlu ditanyakan kebiasan klien, apakah klien jarang / suka mandi.
b.    Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi, cairan dan elektrolit dalam tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c.    Pola aktivitas
Aktifitas  pasien hipospadia tidak ada masalah.
d.    Pola eliminasi
Karena pasien hipospdia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sehingga pada saat kencing pencernaan tidak normal.
e.    Pola tidur dan istirahat
Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan atau tidak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.
f.    Pola sensori dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, rasa-raba dan daya penglihatan pada pasien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan tidak ditemukan adanya gangguan.
g.    Pola persepsi diri
Karena pasien hipospadia ditemukan adanya kelainan pada bentuk penisnya sehingga timbul rasa malu..
h.    Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peraen serta megnalami tmbahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
i.    Pola produksi dan seksual
Karena pasien hipospadia ditemukan adanya kelainan pada alat kelamin sehingga jika tidak dilakukan operasi sejak dini maka pada saat dewasa kebutuhan reproduksi seksual akan mengalami gangguan.
j.    Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi penyakitnya.
k.    Pola tata nilai dan kepercayaan.
Keputusan penyebab distress ketidak percayaan akan kesembuhan pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan dalam aktivitas religiusnya.

B.    Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa data untuk menentukan masalah penderita. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan menyeleksi data, mengklasifikasikan dan mengumpulkan data, mengkaitkan dan menentukan kerenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterprestasikan serta akhirnya membuat diagnosa keperawatan
(Lismidar, 1999).


II.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Pre Operasi
1.    Harga diri rendah berhubungan dengan status kesehatan, faktor fisiologis.
2.    Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan operasi.

b.    Post Operasi
1.    Nyeri berhubungan dengan manipulasi bedah terhadap jaringan / otot.
2.    Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, cateter invasif.
3.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka post op.
4.    Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah interpretasi informasi.

III.    PERENCANAAN
a.    Pre Operasi
DX 1
Tujuan   
KH    ::    Memotivasi harga diri pasien.
Harga diri pasien meningkat.
Rencana Tindakan :
1.    Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan-tanggapannya mengenai keadaan yang dialami.
R/ Memeberikan petunjuk bagi pasien dalam menolong dirinya dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap penerimaan.
2.    Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien senormal mungkin
R/ Melibatkan pasien dalam keluarga mengurangi perasaan-perasaan terisolasi dari lingkungan sosial dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan pasien.
3.    Hati-hati terhadap lelucon yang berorientasi seksual atau menggoda / adanya prilaku agresif. Hilangkan kekhawatiran, ketakutan, perasaan-perasaan saat ini / harapan-harapan masa depan. 
R/ Kecemasan berkembang seagai akibat dari hilangnya / adanya perubahan harga diri yagn sering menghancurkan dan meluluhkan hati khususnya perubahan fungsi dan penampilan.

4.    Aturlah kunjungan dengna orang-orang yang memahami hal-hal serupa jika pasien menginginkannya dan karena keadaannya.
R/  Dapat menolong pasien dalam memerikan harapan untuk masa depan / sebagai panutan.

DX 2
Tujuan   
KH    ::    Cemas berkurang.
-    Mau dan menerima dilakukannya tindakan untuk mengurangi kecemasan.
-    Mampu menyebutkan penyebab dari kecemasan.
Rencana Tindakan :
1.    Berikan infoprmasi tentang penyakit dan antisipasi tindakan.
R/ Untuk mengurangi tingkat kecemasan.
2.    Jelaskan tentang pentingnya istirahat yang cukup.
R/ Istirahat yang cukup dapat mengurangi ketegangan.
3.    Evaluasi tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
R/ Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
4.    Berikan aktivitas yang dapat mengurangi ketegangan.
R/ Dapat menurunkan tingkat ansietas dan mengurangi ketegangan.

b.    Post Operasi
DX 1
Tujuan   
KH    ::    Nyeri  berkurang.
-    Nyeri berkurang / dapat terkontrol.
-    Skala nyeri 1 – 3.
-    Ekspresi wajah tenang / rileks.
-    TTV dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1.    Jelaskan sebab dan lamanya nyeri akibat dari tindakan invasif.
R/ Membantu meningkatkan pengetahuan individu dan dapat mengurangi kecemasan.
2.    Ajarkan cara mengurangi nyeri :
a.    Relaksasi (dengan menarik nafas panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan di ulangi sampai 3x).
b.    Distraksi (menonton TV, membaca majalah / mendengarkan musik).
c.    Stimulasi kutan (massase dengan atau tanpa menggunakan preparat mental).
d.    Imagery (membayangkan hal-hal yang indah).
R/ Membantu menurunkan intensitas nyeri dan dapat meningkatkan kemampun koping.
3.    Observasi skala nyeri.
R/ Berguna dalam pengawasan.
4.    Observasi TTV.
R/ Dapat mengetahui kondisi pasien secara dini.
5.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgenik.
R/ Melaksnakan fungsi independent.

DX 2
Tujuan   
KH    ::    Meminimalkan penyebaran infeksi.
Infeksi tidak menyebar. 
Rencana Tindakan :
1.    Beri penjelasan kepada individu tentang pentingnya menjaga kesehatan (aseptik).
R/ Tindakan aseptik dapat membantu mencegah terjadinya infeksi
2.    Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, perubahan mental dan meningkatnya nyeri.
R/ Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
3.    Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik luka dan adanya eritema.
R/ Memberikan deteksi dini terjadinya proses nfeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
4.    Lakukan pancucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.
R/ Menurunkan resti penyebaran bakteri.
5.    Berikan antibiotik sesuai indikasi.
R/ Untuk menurunkan jumlah organisme dan penyebaran.

IV.    IMPLEMENTASI
Implementasi yang dimaksud adalah mengelola dan perwujudan dari rencana perawatan, meliputi tindakan perawatan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter dan ketentuan rumah sakit.

V.    EVALUASI
Perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan masalah kesehatan dan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan klien dan tenaga kesehatan lain.
DAFTAR PUSTAKA

1.    Arif Mansjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, 2000, Media Aesculapius, Jakarta.
2.    Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
3.    Lismidar,  Proses keperawatan, 1990, Jakarta
4.    Doengoes E. Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 EGC, Jakarta.


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku