1. PENGERTIAN
Batu buli-buli adalah suatu keadaan dimana terdapat batu dalam kandung kemih.
2. ANATOMI
Buli-buli adalah organ berongga yang dindingnya terdiri dari otot-otot halus yang disebut muskulus detrusol. Otot ini terdiri dari yang arah seratnya sedemikian rupa sehingga bila berkontraksi menyebabkan buli-buli mengkerutdan volumenya mengecil. Di bagian distal yaitu dekat dasar panggul (Diafgrama Urogenital) oto detrusor membentuk tabung dan melapisi uretra posterior.
Lapisan sebelah dalam dari buli-buli adalah mukosa yang terdiri dari epitel sel transisi. Disebelah luar dilapisi oleh serosa dan bagian fundus (kubah) ditutup oleh peritonium. Bila buli-buli penuh peritonium terdesak kekranial.
Buli terletak dirongga perut bagian bawah, tepatnya didalam rongga pelvis dan extra peritonial. Berada tepat dibelakang simfis pubis. Pada pria dibagian belakang berdekatan dengan rektum dan pada wanita berdekatan dengan uterus dan vagina.
Berbeda dengan traktus urinarius bagian atas (ginjal dan ureter), maka untuk traktus urinarius bagian bawah, buli ke distal, persyaratan amat penting peranannya untuk menjalankan fungsi organ tersebut. Persyarafan buli dan uretra dilaksanakan oleh system syaraf otonom yang terdiri dari parasimpatis dan simpatis. Persyarafan ini berpusat di medula spinalis segmen torakolumbal. (Th XII – LIII) dan segmen sakral II-IV ( parasimpatis) (R. Syamsu Hidayat, 1997)
3. FISOLOGI
Terdapat tiga fungsi penting dari buli yaitu reservoir, ekspulsi urin, dan anti reflek. Sebagai reservoir, buli-buli manusia mempunyai kapasitas antara 200 sampai dengan 400 ML. Setelah miksi buli-buli diisi lagi dengan urin yang datang dari ginjal. Selama pengisian ini sampai kapasitasnya terpenuhi, tekanan dalam buli-buli tetap rendah, kurang dari 20 cm H20. bila buli-buli penuh dindingnya teregang dan menyebabkan rangsangan pada reseptor di dinding buli- buli, akibatnya tekanan dalam buli-buli meningkat dan dirasakan sebagai perasaan ingin kencing. Pada keadaan demikian uretra posterior otomatis membuka. Urin belum keluar karena masih ditahan oleh sfingter eksterna yang terdiri dari otot bergaris dengan persyasarafan sema omotoris yang bekerja secara disadari ( volunter ). Sfingter inni akan membuka bila di perintahkan oleh yang bersangkutan. Pada waktu ekspulasi tekanan dalam buli- buli meningkat antara 70 – 100 cm H20.
Urin yang ada dalam buli-buli tidak akan mengalir ke arah ginjal. Arah ureter bagian distal yang serong. Panjangnya ureter intravesikal serta lokasinya yang submukos menyebabkan terjadinya mekanisme klep yang mencegah urin ke arah ginjal ( refluk ) ( R> Syamsu Hidayat, 1997 ).
4. PATOFISIOLOGI
Batu saluran kemih adalah agregat polikristal yang terdiri dari sejumlah kristaloid dan matrik organik. Pembentukan batu membutuhkan suasan urin yang tersupersaturasi. Supersaturasi tergantung pada Ph, kekuatan ion, konsentrasi solute dan komplekasi. Konstituen urin bisa berubah sedemikian rupa dari kondisi asam pada pagi hari ke akalis setelah makan. Kekuatan ion ditentukan terutama oleh konsentrasi relatif ion monovalen. Pada saat kekuatan ion meningkat, koefisien aktivitasnya menurun. Koefisien aktivitas merefleksikan keberadaan ion tertentu.
Tori nukleasi menyatakan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang terendam dalam urin tersuperaturasi. Teori ini ditentang oleh argumen- argumen yang memiliki dasar yang sama didengarnya. Batu tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hiperekskretor atau mereka yang memiliki resiko dehidrasi. Demikian juga urin tampung 24 jam penderita batu adalah normal dalam hal konsentrasi ion untuk terjadinya pembentukkan batu.
Teori inhibitor kristal mengklaim bahwa batu terbentuk karena tidak adanya atau rendahnya konsentrasi Inhibitor baru separti magnesium, sitrat, pirofosfat, asam glikoprotein dan sejumlah logam- logam trace. Teori ini tidak cukup valid dengan adanya kenyataan bahwa pada banyak orang dengan kekurangan bahan- bahan Inhibitor tersebut masih terjadi pembentukkan batu atau sebaliknya pada orang yang berlimpah malah didapatkan batu.
Ion-ion yang berada pada di dalam saluran kemih yang berperan dalam pembentukan buli- buli antara lain :
a Kalsium
Kalsium adalah ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plsma yang terionisasi dan siap difiltrasi di glomerulus.
b Oksalat
Oksalat adalah produk sampah metabolisme dan relatif Insolubel. Normalnya sekitar 10-50 % oksalat yang ditemukan di urin berasal dari diet. Sebagian besar adalah hasil metabolisme.
c Fosfat
Fosfat adalah buffer penting dan mengkompleks dengan kalsium dalam urin. Merupakan komponen kunci batu kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat. Ekskresi fosfat urin pada dewasa normal berkaitan dengan jumlah fosfat diet ( khususnya dalam daging dairy product dan sayuran ).
d Asam urat
Asam urat adalah sampah metabolisme urin. Pka asam urat adalah 5,75. Asam uarat yang tidak trdisosiasi akan dominan pada Ph dibawahnya.
e Sodium
Walaupun bukan merupakan konstituen utama batu saluran kemih, sodium memainkan peranan yang sangat penting dalaqm regulasi kristalisasi garam kalsium.
f Sitrat
Sitrat sangat berpengaruh dalam hal pembentukkan batu kalsium. Defigiensi sitrat pada umumnya dikaitkan dengan pembentukan batu pada penderita diare kronik, asidosis tubular renal tipe 1 ( defek tubular distal ) dan pada penderita yang mengalami terapi tiazid jangka lama.
g Magnesium
Defisiensi magnesium diet berhubungan dengan peningkatan insiden batu saluran kemih. Magnesium adalah salah satu komponen batu struvit. Kekurangan magnesium diet telah terbukti bisa menyebabkan peningkatan pembentukan batu kalsium oksalat dan kristaluria kalsium oksalat.
h Sulfat
Sulfat urin membantu mencegah pembentukan batu saluran kemih. Karena bisa membentuk kompleks dengan kalsium, sulfat ini berperan terutama sebagai komponen protein urin, seperti kondritin sulfat dan heparin sulfat.
i Inhibitor saluran kemih lain
Terutama terdiri dari protein urin dan makromolekul lain seperti glikosaminoglikans, pirofosfat dan uropontin
Penyebab batu saluran kemih adalah pada umumnya multifaktorial. Meskipun telah banyak diajukan teori mengenai terbentuknya batu saluran kemih, belum ada satupun teori yang dapat menerangkan semua penyebab batu saluran kemih secara komprehensif. Namun demikian faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan batu tetap harus dicermati agar bisa dilakukan deteksi dini dengan efektif. Faktor – faktor yang sudah dikenali itu antara lain : Kristaluria, sosioekonomi, pola diet, pekerjaan, ikilm, genetika/ keluarga dan medikasi.
Kondisi yang mempengaruhi terjadinya batu buli- buli telah begitu banyak dilaporkan, antara lain :
a. Disfungsi kemih yang kan menyebabkan statis urin atau refluks yang merupakan kondisi optimal bagi kuman pemecah urea menyebabkan infeksi. Penyebabnya antara lain strikura uretra, BPH, kontraktur leher, buli dan neurogenik spastik atau flasid. Telah dilaporkan bahwa ionfeksi persisten buli- buli dan vagina pada pasien yang telah menjalani histerektomi dan iradiasi selama 27 tahun.
b. Latrogenik dari suatu prosedur urologi. Pada suatu opersi retropubik urethropexy ( untuk inkokntunensia urin di maksudkan mengangkat uerthrovesical junction ) digunakan sling dari benang non- absorbable. Benag ini secaraq perlahan- lahan akan mengoresi dinding buli, hingga masuk ke dalamnya dan menjadi puast pembentukan batu.
5. GEJALA KLINIK
Gejala utama pada buli- buli adalah nyeri waktu kencing dan kadang- kadang hematuri serta adanya rasa ingin kencing.
6. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan Sectio Alta
a Pre operasi
1. Observasi tanda- tanda vital
2. Beri penjelasan tentang penyakit
3. berikan obat analgesik dan antibiotik
b Pasca operasi
1. Observasi tanda- tanda vital
2. Infus diteruskan dengan komposisi 2 garam fisiologis dan dextrose 5% dalam 24 jam sampai makan peroral dapat dimulai
3. Bising usus mulai terdengar dapat dimulai minum sedikit- sedikit ( 3 sendok makan perjam )
4. Bila flatus sudah terjadi dan perut tidak kembung, maka makan cair dapat dimulai
5. Fisioterapi dapat dimulai segera pasca operasi
6. Pemberian anti biotik, ampisilin 3 x 1 gram dan analgesik 3 x 500 mg
7. DAMPAK MASALAH
a Terhadap klien
1. fisik
Klien akan merasa nyeri akibat dari luka operasi
2. psikologis
biasanya klien akan mengalami goncangan jiwa berupa kecemasan, takut, khawatir karena ketidak tahuan tentang prosedur tidakan operasi yang telah dilakukan
3. sosial
pada klien ini tidak mengalami ketebatasan aktivitas, sehingga klien mampu mengikuti kegiatan yang berada di lingkungan dan hidup bermasyarakat.
4. spiritual
pada klien ini tidak terjadi gangguan dalam melakukan ibadahnya dan beribadah sesuai denga kepercayaannya.
b Terhadap keluarga
Perwatan dan pengobatan memerlukan biaya yang ditanggung oleh keluarga. Perawatan selanjutnya dilakukan oleh keluarga, yang biasanya cermas denga keadaan klien.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan merupakan metode yang digunakan untuk memecahakan maslah dalam upaya memperbaiki atau memelihara pasien sampai ketahap Optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
Langkah – langkah proses perawatan sebagai berikut :
I. Pengajian
1) Pengumpulan data
(1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, alamat, suku dan bangsa yang digunakan, nomor register, diagnosa medis.
(2) Keluhan utama.
Keluhan yang dirasakan pasien adalah nyeri pada luka bekas operasi.
(3) Riwayat penyakit sekarang.
Bagaimana serangan itu timbul, lokasi, kualitas dan factor yang mempengaruhi atau memperberat keluhan sehingga dibawa ke rumah sakit.
(4) Riwayat penyakit dahulu.
Yang perlu dikaji pasien pernah menderita penyakit batu buli – buli sebelumnya dan penyakit yang pernah diderita pasien.
(5) Riwayat penyakit keluarga.
Dalam pengkajian ini dalam keluarga ada yang menderita penyakit batu buli – buli atau tidak, ada penyakit menurun atau menular.
(6) Pola persepsi dan fungsi.
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah tanggapan pasien mengnai kesehatan dan kalau sakit dibawa ke mana, pemakaian obat-obatan dari took atau apotik sesuai dengan resep dokter. Adakah perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan sehingga dapat menimbulkan masalah perawatan diri.
b. Pola nutrisi dan metabolic.
Sebelum operasi biasanya pasien mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi karena merasa mual dan muntah.
c. Pola aktivitas.
Rasa nyeri setelah operasi menyebabkan pasien membatasi gerakannya agar tidak menambah rasa sakit.
d. Pola tidur dan istirahat.
Setelah dilakukan tindakan operasi pasien akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan tidur karena rasa nyeri yang timbul dan karena ketakutan atau khawatir dan cemas mengenai penyakitnya ataupun akan dilakukannya tindakan operasi.
e. Pola persepsi dan kognetif.
Dalam hal ini seberapa jauh klien mengetahui penyakitnya dan kesehatannya.
f. Pola persepsi diri.
Adanya perasaan cemas, takut dan khawatir dengan apa yang akan dijalaninya dan kebersihan itu.
g. Pola mekanisme koping (stress)
Cara dalam mengatasi suatu masalah yang dihadapinya dan dengan bantuan siapa saja mengatasi masalah yang sedang diatasi tersebut.
h. Pola eliminasi miksi dan defekasi.
Setelah operasi dengan batu buli – buli terpasang Dower Kateter, BAB biasanya tidak mengalami gangguan.
i. Pola reproduksi dan seksual.
Dalam pengkajian ini apakah sudah menikah, anaknya berapa dan anak yang keberapa dari jumlah yang ada.
j. Pola hubungan dan peran.
Pada post operasi batu buli – buli tidak mengalami gangguan.
k. Pola keyakinan diri.
Dalam hal ini apakah sudah menjalankan ibadahnya dengan baik dan bagaimana ibadahnya saat mengalami gangguan.
(7) Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum.
Yang perlu dikaji adalah kesadarannya, tanda – tanda fisik klien setelah operasi.
b. Kepala, leher.
Pada post operasi batu buli – buli tidak mengalami gangguan
c. Mata.
Pada post operasi batu buli – buli tidak mengalami gangguan.
d. Telinga, hidung, mulut dan tenggorokan
Pada post operasi batu buli – buli tidak mengalami gangguan.
e. Sistem respirasi
Pernapasan berapa kali dalam satu menit, apa ada rektraksi otot – otot Bantu pernapasan, adakah sutra nafas tambahan ronchi atau wheezing.
f. Sistem genitoutinaria
Sebelum operasi mengalami gangguan buang air kecil, kadang – kadang hematuri dan nyeri waktu buang air kecil. Setelah operasi mengalami gangguan miksi spontan karena terpasang Dower Kateter.
g. Sistem gastrointestinal
Biasanya tidak mengalami gangguan buang air besar.
h. Sistem muskulosketal.
Adanya keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang timbul dan tidak mengalami gangguan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.
i. Sistem persyarafan
a) motorik.
Pada pergerakan terjadi pengurangan aktivitas karena sakitnya (nyeri).
b) Sensorik
Pada penglihatan tidak terjadi penurunan tajam penglihatan.
(8) Riwayat psikologis.
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah tanggapan pasien mengenai penyakitnya stelah dilakukan operasi dan bagaimana hubungan pasien dengan orang lain serta semangat dan keyakinan pasien untuk sembuh.
(9) Data penunjang.
Data penunjang yang perlu diambil adalah jumlah dari leukosit dan terapinya data ini juga nantinya akan memperkuat suatu diagnosa.
2) Analisa data.
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Nasrul effendy, 1995 : 24).
3) Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah diagnosa yang dibuat oleh perawat professional, menggambarkan tanda – tanda dan gejala – gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan pasien atau klien dimana perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamannya dapat / mampu menolongnya (Nasrul effendy, 1995 : 27).
(1) Nyeri akut berhubungan dengan adanya penyumbatan saluran kencing.
(2) Kecemasan yang berhubungan dengan kekurangan pengetahuan pasien tentang prosedur tidakan operasi.
(3) Keterbatasan aktivitas yang berhubungan dengan adanya nyeri.
(4) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat )tidur) yang berhubungan dengan nyeri.
(5) Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower Kateter.
II. Perencanaan.
Perencanaan adalah membuat rencana keperawatan dan menentukan pendekatan untuk memcahkan masalah pasien. Ada 3 tahap pada perencanaan adalah menentukan tujuan dan merencanakan serta menentukan tujuan (Nasrul Effendy, 1995).
1) Diagnosa pertama
Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinyuitas jaringan.
Tujuan
Nyeri berkurang dalam waktu 2 x 24 jam
Kriteria hasil
- Pasien mengatakan nyeri berkurang.
- Pasien tidak gelisah.
- Tensi : 100/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Suhu : 36.8 oC
Rencana tidakan.
a Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga
b Kaji keluhan nyeri, lokasi penyebaran dan lamanya nyeri.
c Berikan posisi tidur berbaring terlentang.
d Ajarkan teknik relaksasi dengan menarik nafas panjang
e Lakukan observasi tanda – tanda vital.
f Kolaborasi dengan tim dokter dan pemberian analgetik.
Rasional.
a. Dengan pendekatan pada pasien dan keluarga dapat mempermudah perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.
b. Untuk mengetahui sejauh mana rasa nyeri yang dirasakan pasien.
c. Posisi tidur berbaring terlentang dapat mengurangi ketegangan pada abdomen sehingga mengurangi rasa sakit.
d. Dengan teknik relaksasi menarik nafasa panjang dapat mengalirkan udara keseluruh tubuh sehingga pasien merasa hangat dan tubuh menjadi rileks.
e. Kolaborasi dengan pemberian obat – obatan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
2) Diagnosa kedua
Kecemasan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien tentang prosedur tindakan opersai ditandai dengan pasien khawatir dengan keadaannya dan takut dengan tindakan operasi yang telah dijalani, Tensi : 100/20 mmHg, Nadi : 88 x/menit, Suhu :36.8 oC. Respirasi : 20 x/menit.
Tujuan :
Kecemasan berkurang dalam waktu 4 jam.
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan siap dan tidak khawatir menjalani operasi.
- Pasien tidak gelisah.
Rencana tindakan :
a Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga secara terapeutik.
b Kaji tingkat penjelasan mengenai penyakitnya.
c Berikan penjelasan mengenai tindakan operasi.
d Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
e Alihkan perhatian pasien dengan kegiatan yang bisa melupakan kecemasan.
Rasional :
a. Agar tercipta rasa saling percaya sehingga memudahkan dalam setiap tindakan yang dilakukan.
b. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakitnya.
c. Supaya pasien dapat menggunakan perasaannya dan permasalahannya yang ada sehingga dengan mudah dapat dilakukan tindakan penyelesaian.
d. Meningkatkan penegtahuan pasien tentang prosedur tindakan operasi yang akan dijalani, sehingga pasien mengerti dan tidak khawatir lagi.
e. Supaya pasien tenang dan siap dalam menjalani operasi.
f. Dengan observasi dapat mendetksi gejala dini yang timbul.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih