A.
KONSEP DASAR
1.
Pengertian
Karsinoma laring adalah tumor ganas
yang berada pada daerqah laring dan banyak terjadi pada pria berusiua 50-70
tahun. Batasan karsinoma laring dibagi menjadi 3, yaitu : daerah supra glotik,
glotik dan subglotik.
2.
Etiologi
Diperkirakan perokok dan peminum
alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma
laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga
menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan
terpapar oleh sinar radioaktif. Resiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik
sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihidap. Karsinoma laring merupakan
2,5% keganasan daerah kepala dan leher, umur tersering 40-50 tahun, laki-laki
lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 10 : 1.
3.
Manifestasi klinis
Suara parau yang diderita cukup
lama, tidak hilang timbul, makin lama makin berat. Kadang terdapat hemoptisis.
Sesak nafas akibat tertutupnya jalan nafas oleh tumor, batuk dengan riak bercampur
darah, dan penurunan berat badan.
Dari pemeriksaan fisisk tidak ada
gejala khas pada stadium dini. Tetapi perjalanan kekelenjar limfe leher akan
memperlihatkan perubahan kontur leher dan hilangnya krepitasi tulang-tulang
rawan laring. Dengan laringoskop langsung atau tak langsung dapat dinilai lokas
tumor, penyebaran dan dilakukan biopsi.
4.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan klinik meliputi
pemeriksaan umum (status generalis) pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring
tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring maupun pemeriksaan laring
langsung denga laringoskop (atau dengan mikroskop – mikrolaringskop, bedah
mikro laring).
5.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah
rutin dan foto toraks untuk menilai keadaan paru, adanya proses spesifik dan
metastatis. Foto jaringan lunak leher dari lateral dan tomografi komputer untuk
menilai keadaan tumor. Pemeriksaan patologi anatomi untuk diagnosis pasti dari
biopsi langsung atau biopsi jarum halus kelenjar limfe leher.
6.
Patofisiologi
|
|
|
|
7.
Diagnosis
a.
Anamnesis
Gejala dini suara parau, suara parau pada orang tua
lebih dari 2 minggu perlu pemeriksaan laring yang seksama. Gejala lanjut sesak
nafas dan stridor inspirasi, sedikit demi sedikit progresif. Kesulitan menelan
terjadi pada tumor supraglotik atau apabila tumor sudah meluas ke faring atau
esofagus pembesaran kelenjar leher (kadang-kadang).
b.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan THT pada laringoskopi inderekta (LI) da
laringoskopi direkta (LD) atau Fol dapat diketahui adanya tumor laring.
Pemeriksaan leher :
- Inspeksi
|
:
|
Terutama untuk melihat pembesaran kelenjar leher, laring dan
tiroid.
|
- Palpasi
|
:
|
Untuk memeriksa pembesaran pada membran krikotiroid atau tirokioid
yang merupakan tanda ekstensi tumor keekstra laringeal. Infiltrasi tumor ke
kelenjar tiroid menyebabkan tiroid membesar dan keras. Memeriksa ada tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening leher.
|
c.
Pemeriksaan tambahan
*
Pemeriksaan radiologik.
-
X-foto leher AP dan lateral
(jaringan lunak).
-
Tomugram laring atau CT-Scan
(bila tersedia fasilitas).
-
Biopsi dilakukan dengan Li, LD,
atau melalui bedah laring miroskopik (BLM).
8.
Diagnosis banding
-
Tuberkulosisi laring.
-
Tuberkulosisi jinak laring
(Papiloma, Kista, Polip).
-
Nodul vokal.
9.
Penatalaksanaan
Setelah diagnosis dan stadium
tumor ditegakkan, maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai
penanggulangannya.
Ada tiga cara penanggulangan yang
lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun kombinasi
dari padanya tergantung pada stadium penyakit dan kendaan umum pasien.
*
Trakeotomi dilakukan pada
penderita yang mengalami sesak nafas
*
Pembedahan :
-
Laringektomi Parsial (LP)
(ICOPIM 5-302)
-
Laringektomi Total (LT) (ICOPIM
5-303)
Dapat dikombinasi dengan :
|
-
Deseksi Leher fungsional
(DLF)
|
-
Deseksi Leher radikal (DLR)
|
*
Radioterapi dan Kemoterapi
- Stadium I
|
:
|
Radiasi, bila gagal diteruskan dengan tindakan pembedahan.
|
- Stadium II
|
:
|
LT.
|
- Stadium III
|
:
|
Dengan / tanpa NI = LT + DLF / DLR diikuti radiasi.
|
- Stadium IV
|
:
|
Tanpa N/M = LT + DLF diikuti radiasi
|
-
Stadium IV lainnya :
Radioterapi dan kemoterapi.
10.
Prognosis
Dengan peengelolaan yang tepat,
cepat dan radikal, tumor ini mempunyai prognosis paling baik diantara tumor
daerah traktuo aerodigestivus.
Penentuan
stadium tumor ganas laring.
-
Tumor primer (T)
Tumor
suproglotik
T15
|
:
|
Karsinoma insitu
|
T1
|
:
|
Tumor terbatas di supraglotik, gerakan pita suara normal.
|
T2
|
:
|
Tumor keluar dari supraglotik, tanpa fiksasi.
|
T3
|
:
|
Tumor masih terbatas di laring dengan fiksasi dan ekstensi tumor
ke poskrikoid, sinus piritomis atau darah pra epiolotis.
|
T4
|
:
|
Tumor masif keluar laring, mengenai oro laring, jaringan lunak
leher, atau merusak tulang rawan tiroid.
|
Tumor
glotik
T15
|
:
|
Karsinoma insitu
|
T1
|
:
|
Tumor terbatas di kordo vokalis, gerakan normal.
|
T2
|
:
|
Ekstensi ke supraglotik / subglotik dengan gerakan normal, atau
sedikit terganggu.
|
T3
|
:
|
Tumor terbatas di laring dengan fiksasi kordo vokalis.
|
T4
|
:
|
Tumor masif (meluas) dengan kerusakan tulang rawan tiroid dan atau
ekstensi keluar laring.
|
Tumor
subglotik
T15
|
:
|
Karsinoma insitu.
|
T1
|
:
|
Tumor terbatas di daerah subglotik.
|
T2
|
:
|
Mengenai kardo vakolis dengan gerakan normal atau sedikit
terganggu.
|
T3
|
:
|
Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi kordo vokalis
|
T4
|
:
|
Tumor masif (meluas) dengan kerusakan tulang rawan atau ekstensi
keluar laring
|
-
Penjalaran ke kelenjar limfe
(N)
Nx
|
:
|
Kelenjar limfe.
|
No
|
:
|
Secara klinis kelenjar tidak teraba.
|
N1
|
:
|
Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3
cm hamolateral.
|
N2
|
:
|
Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukran diameter
3-6 cm.
|
N24
|
:
|
Teraba satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter tiudak lebih dari
3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.
|
N26
|
:
|
Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebi dari 6 cm.
|
N2c
|
:
|
Metastasis bilateral atau kontalateral, diameter tidak lebih dari
6 cm.
|
N3
|
:
|
Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.
|
-
Metastasis jauh (m).
Mx
|
:
|
Tidak dapat atau terdeteksi.
|
Mo
|
:
|
Tidak ada metastasis jauh.
|
M1
|
:
|
Terdapat metastasis jauh.
|
-
Stagging : stadium.
stadium
|
I
|
:
|
T1
|
NO
|
MO
|
II
|
:
|
T2
|
NO
|
MO
|
|
III
|
:
|
T3
|
NO
|
MO
|
|
T1 / T2 / T3
|
N1
|
MO
|
|||
IV
|
:
|
T4
|
NO
|
MO
|
|
T1 / T2 / T3
|
N2 / N3
|
MO
|
|||
T1 / T2 / T3 / T4
|
N1/ N2 / N3
|
MO
|
|||
T1 / T2 / T3 / T4
|
N1/ N2 / N3
|
M1
|
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan
kyang bertujuan untuk mengumpulkan informasi, atau data tentang klien, agar
dapat mengidentifikasi mengenai masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Nasrul Efendi, 1995).
a.
Pengumpulan data
1.
Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, bahasa, alamat, diagnosa medis, tanggal dan
jam masuk rumah sakit.
2.
Riwayat penyakit sekarang
Bagaimana serangan itu timbul, lokasi, kualitas dan
faktor yang mempengaruhi dan memperberat keluhan sehingga dibawah ke RS.
3.
Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit yang
sedang dialami seperti penyakit saat ini atau penyakit lain yang pernah
diderita klien sebelumnya.
4.
Riwayat penyakit keluarga
Gambaran mengenai kesehatan keluarga dan adakah penyakit
menular atau keturunan dari riwayat keluarga.
5.
Riwayat kesehatan lingkungan
Mengkaji bagaimana penatalaksanaan dan pemeliharaan
kesehatan dari sendiri serta kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar tempat
tinggal klien.
6.
Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji tentang tata cara hidup klien, latar belakang
pendidikan, sumber ekonomi, agama, kebudayaan dan etika pada klien dengan
carsiroma laring, pada status psikologis dikaji tata cara mengidentifikasi
stress dan sumbernya serta mekanisme koping.
C.
ANALISA DATA
Data yang terkumpul selanjutnya
dikelompokkan kedalam data subjektif dan data obyektif sehingga dapat
mengidentifikasi masalah yang terjadi. Data yang telah dikelompokkan kemudian
ditentukan masalah keperawatannya penyebabnya dan selanjutnya dirumuskan
diagnosa keperawatan. (Lismidar, 1993).
D.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan penumpukan sekret oleh karena batuk tidak efektif.
2.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan pengangkatan pita suara.
3.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
4.
Resiko terjadinya infeksi
sehubungan dengan adanya luka post operasi.
BAB II
PERENCANAAN
Pada tahap ini disusun berdasarkan tujuan dan prioritas
masalah sebagai berikut adanya ancaman jiwa dan kesehatan, sumber daya yang
tersedia, perasaan penderita, prinsip alamiah dan praktek keperawatan.
1.
Diagnosa
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan penumpukan sekret oleh karena batuk tidak efektif.
*
Tujuan
|
:
|
Pola nafas efektif dan normal setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam jangka waktu tertentu.
|
*
Kriteria Hasil
|
:
|
-
Tidak ada tanda hipoksia.
-
Tidak ada gejala sianosis.
-
GDA dalam batas normal.
-
TTV dalam batas normal.
|
*
Rencana tindakan
1.
Jelaskan pada Kx penyebab
terjadinya sesak nafas.
2.
Atur posisi tidur klien dengan
kepala lebih ekstensi.
3.
Anjurkan klien mengatur nafas
dalam dan teknik relaksasi.
4.
Kolaborasi dalam pemasangan
trakea tube (trakeostomi dan BLM = Bedah laring Mikroskopik).
*
Rasional
1.
Dengan pemberian penjelasan
tentang penyebab penyakit klien diharapkan mengerti dan lebih kooperatif.
2.
Meningkatkan ekspansi paru dan
ventilasi pada sisi yang sakit.
3.
Dapat membantu klien dalam
pemenuhan kebutuhan O2 secara adekuat dan klien merasa lebih nyaman.
4.
Kolaborasi diharapkan
mempercepat perawatan dan mengurangi konta indikasi pemasangan alat.
b.
Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan pengangkatan pita suara.
*
Tujuan
|
:
|
Komunikasi verbal efektif dalam jangka waktu tertentu.
|
*
Kriteria Hasil
|
:
|
-
Membantu metode komunikasi
dimana kebutuhan dapat dipahami.
-
Klien dapat mendemonstrasikan
komunikasi verbal dan non verbal kongruen.
|
*
Rencana tindakan
1.
Kaji alasan kurangnya
komunikasi verbal termasuk fungsi SSP dan neuromuskuler, refleks menelan,
mendengar, masalah gigi atau mulut dan pengelihatan.
2.
Selidiki bagaimana orang
terdekatberkomunikasi dengan klien.
3.
Berikan cara yang cepat dan
kontinue untuk memanggil perawat.
Mis : lampu atau bel pemanggil.
4.
Kaji pengetahuan klien dan
tingkat pemahaman.
*
Rasional
1.
Identifikasi masalah-masalah
yang penting untuk mengintervensi yang tepat.
2.
Memberikan kesempatan untuk
mengembangkan atau melanjutkan pola komunikasi efektif yang telah terbentuk.
3.
Mendapatkan perhatian adalah
langkah pertama dalam komunikasi.
4.
Mengetahui seberapa besar
harapan klien dapat membantu menghindari frustasi dan tuntutan yang tidak
beralasan terhadap pemahaman.
2.
Implementasi
Adalah mengelola dan mewujudkan dari rencana perawatan,
meliputi : tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter
dan ketentuan rumah sakit. (Nasrul Effendi, 1995).
3.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan namun tidak berakhir sampai disini. Evaluasi hanya menunjukkan
masalah mana yang telah dipecahkan dan mana yang perlu dikaji ulang, rencana
kembali dilaksanakan dan rencana dievaluasi kembali. (Lismidar, 1990 : 74).
Evaluasi juga merupakan tahap akhir
dari suatu proses perawatan juga merupakan perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di tetapkan dengan
cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan. (Nasrul Effendi, 1995).
Sehingga didapatkan penilaian
sebagai berikut :
a.
Tujuan tercapai, bila klien
mampu menunjukkan perilaku pada waktu yang ditentukan sesuai dengan pernyataan
tujuan tersebut.
b.
Tujuan tercapai sebagian, bila
klien mampu menunjukkan perilaku sebagaian dari tujuan yang diharapkan.
c.
Tujuan tidak tercapai, bila
klien tidak mampu atau tidak sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
dengan tujuan yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arief Mansjoer, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jilid 1, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta,
2001.
2.
Afiaty Arsyad Soepardi, dkk. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Edisi Ke 1, FKUI, Jakarta,
2001.
3.
Lismidar, Pengantar Proses
Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.
4.
Lynda Jual Carpenito, Diagnosa
Keperawatan, Edisi 8, EGC, 200.
5.
Marilyn E. Doengoes, dkk. Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000
6.
Pedoman Diagnosa dan terapi,
Lab /UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok, RSUD Dr. Soetomo,
FK UNAIR, Surabaya.
7.
Sri Rukmini,dr. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok, Untuk Perawat, Edisi 1
(Revisi), Surabaya, 2001.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih