Home » » Asuhan keperawatan pada pasien CEREBRO VASCULAR DISEASE DAN GANGGUAN KESADARAN

Asuhan keperawatan pada pasien CEREBRO VASCULAR DISEASE DAN GANGGUAN KESADARAN



A.    KONSEP DASAR
1.    Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease (CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Penyebab dari stroke adalah 1) trombosis, 2) embolisme serebral (3/4 kasus stroke), dan 3) perdarahan baik intra serebral maupunn subarachnoid (1/4 kasus stroke) (Hudak & Gallo, 1996: 254).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

2.    Anatomi Fisiologi
a.    Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
 Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus  berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b.    Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem  vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 1996: 254)

3.    Faktor Resiko Stroke
a.    Hypertensi, faktor resiko utama
b.    Penyakit kardiovaskuler
c.    Kadar hematokrit tinggi
d.    DM (peningkatan anterogenesis)
e.    Pemakaian kontrasepsi oral
f.    Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g.    Obesitas, perokok, alkoholisme
h.    Kadar esterogen yang tinggi
i.    Usia > 35 tahun
j.    Penyalahgunaan obat
k.    Gangguan aliran darah otak sepintas
l.    Hyperkolesterolemia
m.    Infeksi
n.    Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o.    Lansia
p.    Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q.    Asam urat
(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)

4.    Klasifikasi
a.    Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
a)    Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
(a)    Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).

(b)    Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Gejala    PIS    PSA
Timbulnya
Nyeri Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda rangsangan Meningeal.
Hemiparese
Gangguan saraf otak    Dalam 1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-

++
+    1-2 menit
Sangat hebat
Menurun sementara
Sering fokal
+++

+/-
+++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang Syaraf
RSUD Dr. Soetomo Surabaya


b)    Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.


Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:

Gejala (anamnesa)    Infark    Perdarahan
Permulaan (awitan)
Waktu (saat “serangan”)
Peringatan
Nyeri Kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran menurun    Sub akut/kurang mendadak
Bangun pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-
-
-
Kadang sedikit    Sangat akut/mendadak
Sedang aktifitas
-
+++
+
+
+++

Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan Retina
Bradikardia
Penyakit lain




Pemeriksaan:
Darah pada LP
X foto Skedel

Angiografi


CT Scan


Opthalmoscope

Lumbal pungsi
•    Tekanan
•    Warna
•    Eritrosit
Arteriografi
EEG
   
+/-
-
-
-
-
hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis

-
+

Oklusi, stenosis


Densitas berkurang
(lesi hypodensi)

Crossing phenomena
Silver wire art

Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah
   
+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi, aterosklerosis, HHD




+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal
Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/ vaso-spasme.
Massa intrakranial densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Perdarahan retina atau corpus vitreum

Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya.


b.    Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a)    TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b)    Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c)    Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

5.    Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a.    Defisit Motorik
    Hemiparese, hemiplegia
    Distria (kerusakan otot-otot bicara)
    Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)

b.    Defisit Sensori
    Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri)
•    Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang pandang pada sisi yang sama)
•    Diplopia (penglihatan ganda)
•    Penurunan ketajaman penglihatan
    Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
    Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)

c.    Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
    Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
    Disorientasi (waktu, tempat, orang)
    Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat)
    Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
    Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan menilai jauhnya
    Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
    Disorientasi kanan kiri

d.    Defisit Bahasa/Komunikasi
    Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
    Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini)
    Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat
    Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
    Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)

e.    Defisit Intelektual
    Kehilangan memori
    Rentang perhatian singkat
    Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
    Penilaian buruk
    Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain
    Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak

f.    Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
    Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
    Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
    Penurunan toleransi terhadap stres
    Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
    Kekacauan mental dan keputusasaan
    Menarik diri, isolasi
    Depresi

g.    Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
    Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia urine.
    Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan semua kontrol miksi
    Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
    Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan imobilitas
    Konstipasi dann pengerasan feses

h.    Gangguan Kesadaran


6. Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan arteri)




























Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan


























































GANGGUAN KESADARAN

A.    PENGERTIAN KESADARAN
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan (limitasi) terhadap lingkungan dan dirinya sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran baik, maka akan terjadi orientasi (waktu, tempat dan orang), pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Maramis, 1994: 101).
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak & Gallo, 1996: 160)

B.    JENIS KESADARAN
a.    Isi Kesadaran
a)    Kognitif
b)    Afektif
b.    Derajat/tingkat kesadaran (Aurosal) (Juwono, 1993: 1)

C.    BENTUK KESADARAN
a.    Kesadaran Menurun
Kesadaran menurun adalah keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif), kemudian muncullah amnesia sebagian atau total.
Beberapa tingkat dalam menurunnya kesadaran yaitu:
a)    Apati
Mulai mengantuk, acuh-tak acuh terhadap stimulus, untuk menarik perhatiannya diperlukan stimulus yang sedikit lebih keras
b)    Somnolen
Sudah mengantuk, untuk menarik perhatiannya dibutuhkan stimulus yang lebih keras
c)    Sopor
Ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang. Hanya berespon dengan rangsangan yang keras
d)    Subkoma dan koma
Tidak ada respon terhadap stimulus yang kuat/keras, pupil melebar, reflek muntah hilang. (Maramis, 1996: 101)

b.    Kesadaran Meninggi
Kesadaran meninggi adalah keadaan dengan respon yang meninggi terhadap stimulus, biasanya disebabkan pengaruh berbagai zat yang menstimulus otak (psikosimultan) atau oleh faktor psikologi. (Maramis, 1996: 102)
Selain kesadaran menurun, terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan, istilah-istilah tersebut antara lain: (Hudak & Gallo, 1996: 160)
a)    Terjaga: normal
b)    Sadar
Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika bangun.
Dapat berorientasi dan berkomunikasi
c)    Letargi/somnolen
Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang
d)    Stupor
Sangat sulit dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata atau frase pendek. Menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri. Pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Non verbal dengan menganggukkan kepala.
e)    Semikomatosa
Gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren
f)    Koma
Dapat berespon dengan postur secara refleks ketiak distimulasi atau dpat tidak berespon pada setiap stimulus.
Berdasarkan kwalitas kesadaran, yaitu pengkajian mutu mental seseorang terhadap dunia luar: (Catatan Ruang Tropik Wanita, 1998)
a)    Composmentis
Bereaksi secara adekuat
b)    Abstensia/kesadaran tumpul/drowsky
Tidak tidur dan tidak megitu waspada, perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung mengantuk
c)    Bingung/confused
Disorientasi waktu, tempat dan orang
d)    Delirium
Mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya
e)    Apatis
Tidak tidur, tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

D.    GANGGUAN KESADARAN
a.    Gangguan Isi Kesadaran
a)    Gangguan Kognitif
    Afasia
    Gangguan persepsi
    Gangguan berfikir
    Gangguan daya ingat
b)    Gangguan Afektif
    Apatis
    Agitasi

b.    Gangguan Kesadaran Akut
a)    Kesadaran Berkabut (clouding of Consciousness)
    Penurunan kewaspadaan (awareness)
    Penurunan keadaan bangun
    Hypereksitabilitas
    Iritabilitas
    Mengantuk diselingi agitasi
    Gagguan perhatian
    Kebingungan
    Gangguan persepsi sensori (terutama persepsi visual)
    Tidak selalu ada disorientasi
    Akut atau subacut confusional state bila berat
    Salah interpretasi
    Gangguan ingatan (kesulitan mengulang angka-angka ke belakang lebih dari 4 atau 5 angka).
b)    Delirium
    Disorientasi
    Takut
    Iriabilitas
    Gangguan persepsi sensori dan halusinasi visual
    Tidak mengenal diri sendiri dan lingkungannya
    Penyakiy yang menyebabkan delirium
c)    Optundation
    Penumpulan mental (torpidity)
    Penurunan kewaspadaan yang  cukup berat
    Penurunan minat
    Lambatnya jawaban terhadap rangsangan
    Sering mengantuk dan banyak tidur
d)    Stupor
e)    Koma

c.    Gangguan Kesadaran Sub akut atau Kronik
a)    Demensia
b)    Hypersomnia
c)    Keadaan vegetatif (termasuk coma vigil, spsllic syndrome, mati serebral, mati neokortikal, dementia total)
d)    Mutisme akinetik
e)    Apallic syndrome: fungsi neokorteks tidak ada tapi batang otak masih ada
f)    Locked-in syndrome:
    Tidak ada penurunan kesadaran
    Kelumpuhan keempat ekstremitas dan syaraf otak bawah
    Pergerakan bola mata ke atas dan berkedip masih ada
g)    Mati otak
Fungsi korteks, subkortikal dan batang otak secara permanen sudah tidak ada. (Juwono, 1993: 1-4)

E.    PROSES PATOLOGIS PENYEBAB GANGGUAN KESADARAN
a.    Keadaan yang secara luas dan langsung menekan fungsi hemisfer serebri (biasanya pada waktu bersamaan juga mengenai struktur batang otak)
b.    Kelainan yang menekan atau merusak substansia grisea (diencepalon, mesenchepalon dan pons atas).

F.    CARA PENGUKURAN TINGKAT KESADARAN
a.    Glasgow Coma Scale (GCS)
a)    Respon Membuka Mata
Spontan                4
Terhadap bicara            3
Terhadap nyeri            2
Tidak ada respon            1
b)    Respon Verbal
Terorientasi                5
Percakapan yang membingungkan    4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai    3
Suara mengguman                2
Tidak ada respon                1
c)    Respon Motorik
Mengikuti perintah        6
Menunjuk tempat rangsangan    5
Menghindar dari stimulasi    4
Fleksi abnormal (dekortikasi)    3
Ekstensi abnormal (deserebrasi)    2
Tidak ada respon            1
Penilaian:
Nilai 3            : kesadaran terburuk
Nilai 3-5        : koma yang dalam
Nilai 6-10        : gangguan kesadaran intermediate
Nilai 11-14        : kesadaran lebih baik
Nilai 15        : terbaik

b.    Penggambaran stimulus dan respon klien
a)    Panggil pasien dengan namanya
b)    Panggil namanya dengan keras
c)    Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan ringan
d)    Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan kasar (guncangan dan kejutan)
e)    Timbulkan nyeri

c.    Skala Tingkat (Reaksi – Stimuli)
1    Terjaga; tidak menunda respon
2    Mengantuk tetapi berespon terhadap stimulus lembut. Bingung tentang nama, tempat dan waktu
3    Sangat mengantuk, berespon terhadap rangsangan yang kuat dengan orientasi gerakan mata, memenuhi perintah atau menunjuk dan secara aktif berupaya untuk menyingkirkan stimulus
4    Tidak sadar. Dapat menunjuk tetapi tidak berhasil menyingkirkan stimulus
5    Tidak sadar. Gerakan menghindar pada setiap stimulus
6    Tidak sadar. Gerakan fleksi yang umum terhadap nyeri
7    Tidak sadar. Gerakan ekstensi yang umum terhadap nyeri
8    Tidak sadar. Tidak berespon pada stimulasi  nyeri






ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE

a.    Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a)    Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a)    Data demografi
       Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
(b)    Keluhan utama
       Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
(c)    Riwayat penyakit sekarang
       Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d)    Riwayat penyakit dahulu
       Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e)    Riwayat penyakit keluarga
       Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f)    Riwayat psikososial
        Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g)    Pola-pola fungsi kesehatan
    Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
       Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
    Pola nutrisi dan metabolisme
       Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
    Pola eliminasi
       Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
    Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
    Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
    Pola hubungan dan peran
       Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
    Pola persepsi dan konsep diri
       Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
    Pola sensori dan kognitif
       Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
    Pola reproduksi seksual
       Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
    Pola penanggulangan stress
       Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
    Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
    Pola tata nilai dan kepercayaan
       Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

(h)    Pemeriksaan fisik
    Keadaan umum
•    Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
•    Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
•    Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
    Pemeriksaan integumen
•    Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah   yang  menonjol  karena  klien  stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
•    Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
•    Rambut : umumnya tidak ada kelainan
    Pemeriksaan kepala dan leher
•    Kepala : bentuk normocephalik
•    Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
•    Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
    Pemeriksaan dada
        Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
    Pemeriksaan abdomen
          Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
    Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
    Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

    Pemeriksaan neurologi
•    Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
•    Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
•    Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik kontralteral.
•    Pemeriksaan refleks
•    Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
•    Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2)    Pemeriksaan penunjang
a)    Pemeriksaan radiologi
(1)    CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
(2)    MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000: 292)
(3)    Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
(4)    Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan  salah satu tanda hipertensi  kronis  pada  penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)
b)    Pemeriksaan laboratorium
(1)    Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
(2)    Pemeriksaan darah rutin
(3)    Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4)    Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

b.    Prioritas Keperawatan
1.    Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2.    Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen
3.    Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4.    Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan dalam konsep diri pasien
5.    Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan tindakan/rehabilitasi

c.    Tujuan Pemulangan
1.    Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat diminimalkan/dapat didtabilkan
2.    Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3.    Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan yang minimal dari orang lain
4.    Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan
5.    Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami

d.    Diagnosa keperawatan
1)    Perubahan perfusi jaringan otak  (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2)    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)
3)    Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4)    Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 298)
5)    Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6)    Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7)    Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi, stres psikologis (Doengoes, 2000: 300)
8)    Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 301)
9)    Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
10)    Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
11)    Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)
12)    Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, persepsi kognitif (Doengoes, 2000: 303)

e.    Perencanaan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
Perubahan perfusi jaringan otak  (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi, perubahan VS
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
•    Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
•    Tidak ada tanda TIK meningkat
•    Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
•    Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a)    Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b)    Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c)    Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
d)    Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan  letak jantung (beri bantal tipis)
e)    Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f)    Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g)    Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
a)    Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b)    Untuk mencegah perdarahan ulang
c)    Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d)    Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e)    Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f)    Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g)    Memperbaiki sel yang masih viabel

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
•    Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan mempertahankan fungsi secara optimal)
•    Bertambahnya kekuatan otot
•    Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
•    Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a)    Ubah posisi klien tiap 2 jam
b)    Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c)    Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d)    Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e)    Tinggikan kepala dan tangan
f)    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
a)    Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b)    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c)    Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:
•    Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi     persepsi
•    Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
•    Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
Rencana tindakan
a)    Tentukan kondisi patologis klien
b)    Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c)    Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d)    Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan  yang normal
e)    Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f)    Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g)    Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional
a)    Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b)    Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c)    Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
d)    Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
e)    Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
f)    Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
g)    Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
•    Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
•    Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Rencana tindakan
a)    Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b)    Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c)    Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d)    Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e)    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional 
a)    Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b)    Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c)    Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
d)    Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e)    Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
•    Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
•    Hb dan albumin dalam batas normal


Rencana tindakan
a)    Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b)    Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c)    Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d)    Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e)    Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f)    Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g)    Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h)    Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i)    Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv  atau makanan melalui selang  
Rasional 
a)    Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b)    Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c)    Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d)    Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e)    Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f)    Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g)    Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
h)    Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i)    Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
•    Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
•    Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
•    Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan
a)    Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b)    Rubah posisi tiap 2 jam
c)    Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d)    Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e)    Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f)    Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional 
a)    Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b)    Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c)    Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d)    Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e)    Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f)    Mempertahankan keutuhan kulit







DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku