Asuhan keperawatan pada GANGGUAN KARDIFASKULER AMI
A. DEFINISI
1.Menurut Brunner & Sudarth, 2002 infark miokardium mengacu pada proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang.
2. Sedangkan pengertian menurut Suyono,1999 infark miokard akut atau sering juga
disebut akut miokard infark adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu.
B.ETIOLOGI
Menurut Kasuari, 2002 ada beberapa etiologi / penyebab terjadinya infark miokard akut yaitu
1) Faktor penyebab :
a) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard yang disebabkan oleh tiga faktor:
i) Faktor pembuluh darah :
• Aterosklerosis
• Spasme
• Arteritis
ii) Faktor sirkulasi:
• Hipotensi
• Stenosis aorta
• Insufisiensi
iii)Faktor darah:
• Anemia
• Hipoksemia
• Polisitemia
b) Curah jantung yang meningkat:
• Aktivitas yang berlebihan
• Makan terlalu banyak
• Emosi
• Hipertiroidisme
c) Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada:
• Kerusakan miokard
• Hipertropimiokard
• Hipertensi diastolik
2) Faktor predisposisi
a) Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah:
• Umur lebih dari 40 tahun
• Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
• Hereditas
• Ras: insiden pada kulit hitam lebih tinggi
b) Faktor resiko yang dapat dirubah:
i) Mayor:
• Hipertensi
• Hiperlipidemia
• Obesitas
• Diabetes
• Merokok
• Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori
ii) Minor:
• Kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional, kompetitif)
• Stress psikologis berlebihan
• Inaktifitas fisik
C. TANDA DAN GEJALA
Pada infark miokard dikenal istilah TRIAS, yaitu:
1. Nyeri :
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d .Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala
terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati
yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptord.
2. Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam12-
24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah
ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian adalah adanya gelombang
Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
D. PATOFISIOLOGI
penyakit Acute Mycard Infarction adalah sebagai berikut :
Iskemia
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang terserang
penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang bersifat aerob.
Pembentukan fosfat berenergi tinggi akan menurun. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun sehingga pH sel menurun.
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontraksi berkurang, serabut-serabutnya memendek, daya.
Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan
menonjol keluar setiap kali kontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakkan jantung akan mengubah hemodinamika.
Perubahan ini bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung sehingga akan memperbesar volume ventrikel akibatnya tekanan
jatung kiri akan meningkat. Juga tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru akan meningka
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang sering terjadi yaitu peningkatan tekanan darah yang
ringan dan denyut jantung sebelum timbulnya nyeri yang merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas merupakan respon vagus.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram akibat perubahan elektrofisiologi
seluler yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Serang iskemia biasanya mereda dalambeberapa menit bila ketidakseimbangan atara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.
Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik bersifat reversibel.
Infark Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 - 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh daerah iskemia.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri, infark transmural mengenai seluruh tebal dinding miokard, sedangkan infark subendokardial nekrosisnya hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel. Letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner, misalnya infark anterior dinding anterior disebabkan karena lesi pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra, infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteria coronaria kanan.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis., kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan kontraksi.
Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan :
1. Daya kontraksi menurun
2. Gerakkan dinding abnormal
3. Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4. Pengurangan curah sekuncup
5. Pengurangan fraksi ejeksi
6. Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri
Gangguan fungsional ini tergantung dari berbagai faktor, seperti:
1. Ukuran infark : 40 % berkaitan dengan syok kardiogenik.
2. Lokasi infark: dinding anterior lebih besar mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dinding
inferior.
3. Fungsi miokardium yang terlibat: infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
4. Sirkulasi kolateral: dapat berkembang sebagai respon iskemia yang kronik dan hipoperfusi
regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium yang terancam.
5. Mekanisme kompensasi dari kardiovaskuler: bekerja untuk mepertahankan curah jantung dan
perfusi perifer.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel, diperlukan tekanan pengisian diastolik dan volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi (sesuai hokum starling).
Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lewat retensi natrium dan air oleh ginjal
sehingga infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri. Sementara, akibat dilatasi
kompensasi kordis jantung dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk
meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel.
Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap
antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadihipovol e m ia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik,
bisa terjadibr onkos pa s me yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada
keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-
obate mer ge ns i dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1.Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan
menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Air wa y (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B.Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan
napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih
aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C.Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
1.Segera berikan adrenalin 0.3±0.5 mg larutan 1: 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01mk/ k g
untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2±4 ug/menit.
2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5±6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4±0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison100 mg atau deksametason 5±10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam
mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah
jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan
koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3±4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20± 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
6. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2±3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam
untuk observasi.
Pencegahan Syok Anafilaktik
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat,
tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita
lakukan, antara lain:
1.Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi
pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar1±3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%,
bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu
resusitasi kegawatan.
Mempertahankan SuhuTubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah
kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
Pemberian Cairan
1.Jan ga n memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial,dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untukmeningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.
Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3±4 kali
volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
7. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
8. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok
septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, ³Swan Ganz´ kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran.J ilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
2. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology . Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
3. Heni Rokhaeni, Buku AjarKeperawatanKardiovaskuler, Edisi Pertama Jakarta, Bidang
Diklat Pusat Kesehatan Jantung Dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita; 2002
4. Kasuari, AsuhanKeperawatan Sistem Pencernaan danKardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002 5. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis . Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001 6. Sandra M. Nettina , Pedoman PraktikKeperawatan, Jakarta, EGC, 2002 7. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth¶s textbook of medical ± surgical nursing.8th E dition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun1996) 8. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih