Home » , , » Asuhan keperawatan pada Fraktur/ dislokasi

Asuhan keperawatan pada Fraktur/ dislokasi

A.    Pengertian Fraktur :
•    Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001)
•    Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 )
B.    Jenis Fraktur :
Agar lebih sistematis, jenis fraktur dapat dibagi berdasarkan :
•    Lokasi
Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
•    Luas
Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan tidak lengkap (inkomplit). Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak.
•    Konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal (mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin/ memuntir seputar batang tulang). Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick. Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang ) disebut kompresi.
•    Hubungan antar bagian yang fraktur
Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced) atau terpisah jauh (displaced).
•    Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup (jika tidak terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).

Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
C.    Etiologi :
Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang kekuatannya melebihi kekuatan tulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :
1)    Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.
2)    Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
D.    Pengkajian
Riwayat Penyakit :
Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit lainnya.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi (look)
Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).
2. Palpasi (feel)
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3. Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
•    Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
•    Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
•    Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
•    Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
•    Darah rutin,
•    Faktor pembekuan darah,
•    Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
•    Urinalisa,
•    Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
E.    Komplikasi :
Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
Kompikasi Umum :
Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik (karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak, tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT).
Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
•    Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
•    Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
•    Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
•    Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
•    Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur.
•    Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
•    Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
•    Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
•    Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
•    Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga mengganggu aliran darah.
F.    Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri,
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang  hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu
Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
G.    Proses Penyembuhan Tulang :
Fase Inflamasi :
Fase ini berlangsung mulai terjadinya fraktur hingga kurang lebih satu sampai dua minggu. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom diikuti invasi sel-sel peradangan yaitu neutrofil, makrofag, sel fagosit, osteoklas, yang berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, yang akan mempersiapkan fase reparatif. Jika dirontgen, garis fraktur lebih terlihat karena telah disingkirkannya material nekrotik.
Fase Reparatif :
Dapat berlangsung beberapa bulan. Ditandai dengan diferensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Pada awalnya terbentuk kalus lunak, terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas mengakibatkan mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras serta menambah stabilitas fraktur. Jika dirontgen maka garis fraktur mulai tidak tampak.
Fase Remodeling :
Fase ini bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang, yang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur agar menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah fraktur.
















A.Konsep Dasar
Dislokasi ialah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera (Kapita Selecta Kedokteran, 2000).

Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligmen – ligmennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya. Tetapi apabila setelah dikirim ke rumah sakit dengan sendi yang cedera sudah dibidai.

Traksi adalah : Suatu metode yang dipakai untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami Dislokasi.
Traksi adalah : pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh.


B.Macam – Macam Dislokasi
1.    Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
o    Menguap atau terlalu lebar.
o    Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
Tindakan Pertolongan : Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi. Ibu jari tersebut diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus mantap tapi pelan – pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari – jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras.
Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.
2.    Dislokasi Sendi Jari.
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
Tindakan Pertolongan : Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.
3.    Dislokasi Sendi Bahu
Dislokasi yang sering ke depan. Yaitu kepala lengan atas terpeleset ke arah dada. tetapi kemampuan arah dislokasi tersebut ia akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan.
Tanda – tanda lainnya :Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh. Ujung tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di bagian depan tulang bahu nampak ada cekungan ke dalam.
Tindakan Pertolongan :Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati – hati. Jangan sampai itu justru merusak jaringan – jaringan penting lainnya. Apabila usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja klien ke Rumah sakit segera.
Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat diperbaiki dengan cara sebagai berikut :Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu) sementara itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak kedudukannya ketiak itu.Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat, hal itu untuk menghidarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan yang mendadak merusak jaringan – jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan hati – hati lengan atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini sebaiknya dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan ujung tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.
4.    Dislokasi Sendi SikuJatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi.
5.    Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal Dan Inter PhalangealDislokasi disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian direposisi secara hati – hati dengan tindakan manipulasi tetapi pembedahan terbuka mungkin diperlukan untuk mengeluarkan jaringan lunak yang terjepit di antara permukaan sendi.
6.    Dislokasi Sendi Pangkal PahaDiperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi ini dan umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan mobil). Dalam posisi duduk benturan dash board pada lutut pengemudi diteruskan sepanjang tulang femur dan mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar dati acetabulum yaitu bagian yang paling pangkal.
Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur.
C.Macam – Macam Traksi
1.    Traksi lurus atau langsung
Pada traksi ini memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur.
2.    Traksi Suspensi Seimbang
Traksi ini memberikan dukungan pada eksremitas yang sakit di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya garis tarikan.
3.    Traksi Kulit
Traksi kulit tidak membutuhkan tindakan pembedahan. Traksi kulit terjadi apabila beban menarik kulit, spon karet, atau bahan kanvas yang diletakkan pada kulit, beratnya bahan yang dapat dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit, yaitu tidak lebih dari 2 sampai 3 kg beban tarikan yang dipasang pada kulit. Traksi pelvis pada umumnya 4,5 sampai dengan 9 kg tergantung dari berat badan. Rumus traksi kulit : 1/7 x BB
4.    Traksi Skelet
Dipasang langsung pada tulang, metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur tibia, humerus dan tulang leher. Traksi skelet biasanya menggunakan 7 – 12 kg untuk dapat mencapai efek therapi, Rumus traksi skelet 1 / 10 x BB.
5.    Traksi Manual Traksi yang dipasang untuk sementara, saat akan dilakukan pemasangan gibs.
D.Anatomi Fisiologi
Tulang pelvis adalah penghubung antara badan dan anggota bawah yaitu tulang sakrum dan koksigis bersendi antara satu dengan yang lainnya.

Pada simfasis pubis pelvis terbagi atas 2 bagian :
1.    Pelvis mayor atau rongga panggul besar.
2.    Pelvis minor atau rongga panggul kecil
Di antara ke 2 rongga tersebut dibatasi oleh garis tepi atau linea terminalis.
Sendi – sendi pelvis antara lain : sendi sakro iliaka adalah sendi antara ilium yang disebut aurikuler dan kedua sisi sakrum, gerakan ini sangat sedikit karena ligamennya sangat kuat menyatukan permukaan sendi sehingga membatasi gerakan ke seluruh jurusan.

E.Penyebab Dislokasi
1.    Trauma
Jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
2.    Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang sangat baik.
Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
3.    Patologis >> Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang

F.Tanda dan Gejala
1.    Deformitas pada persendiaanKalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
2.    Gangguan gerakanOtot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3.    PembengkakanPembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
4.    Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.

Lokasi Yang Sering Terjadi Dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.

G.Patofisiologi
Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya diakibatkan oleh abdukasi. Ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya posisi melempar bola berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi panggul.

H.Penatalaksanaan
1.    Dislokasi
Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
o    Lakukan reposisi segera.
o    Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.
o    Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
2.    Traksi
Periksa sesering mungkin kulit pasien mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian lebih ditekankan pada tonjolan tulang. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin untuk membantu mencegah kerusakan kulit.

I.Prinsip Traksi Efektif
Pada setiap pemasangan traksi harus dipikirkan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan (hukun Newton yang ketiga mengenai gerak. Menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya berlawanan). Umumnya berat badan pasien pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.

Prinsip – prinsip traksi efektif adalah :
1.    Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
2.    Traksi skelet tidak terputus
3.    Pemberat / beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.
4.    Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
5.    Tali tidak boleh macet.
6.    Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
7.    simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
J.Tindakan Pada Dislokasi
1.    Dengan memanipulasi secara hati – hati, permukaan diluruskan kembali. Tindakan ini sering memerlukan anestesi umum untuk melemaskan otot – otonya.
2.    Pembedahan terbuka mungkin diperlukan khususnya kalau jaringan lunak terjepit di antara permukaan sendi.
3.    Persendian tersebut, disangka dengan pembebatan dengan gips. Misalnya : pada sendi pangkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum yang teregang.
4.    Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latcher (exercise) yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh khususnya pada sendi bahu.
K.Dampak Masalah    
Bila salah satu anggota tubuh mengalami gangguan yang mengakibatkan cedera, maka tubuh akan memberikan reaksi baik fisik maupun psikologis sebagai mekanisme pertahanan tubuh, disamping itu juga akan memberikan pengaruh atau dampak terhadap kebutuhan penderita sebagai makluk hidup yang holistik dan juga akan berpegaruh terhadap keluarga klien.
1.    Pola Persepsi dan Tata Laksana
Kesehatan Bahwa biasanya klien dislokasi mempunyai harapan dan alasan masuk Rumah Sakit, Adapun alasannya ingin segera sembuh dari penyakitnya dan harapan tersebut adalah tidak ingin terjadi kecacatan pada dirinya kelak di kemudian hari.
2.    Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pola nutrisi dan metabolik pada klien dislokasi jarang mengalami gangguan kecuali apabila terdapat trauma pada abdomen atau komplikasi lain yang dapat menyebabkan klien antreksia.
3.    Pola Aktifitas dan Latihan
Pada klien dislokasi setelah dilakukan pemasangan traksi akan mempengaruhi gerak dan pola. Aktivitasnya, oleh sebab itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari, klien akan di bantu oleh perawat atau keluarganya dan suami mungkin untuk dilakukan latihan rentang gerak baik aktif maupun pasif.
4.    Pola Tidur dan istirahat
Terganggunya pola tidur dan kebutuhan istirahat pada klien pemasangan traksi dengan dislokasi biasanya di sebabkan olah raga nyeri dan pemasangan juga di sebabkan adanya traksi.
5.    Pola Perceptual dan Kognitif
Klien biasanya kurang memahami tentang proses penyembuhan dan pembentukan atau penyambungan sendi kembali yang memerlukan proses dan waktu sehingga dalam tahap – tahap perawatan perlu kata penatalaksanaan yang kompraktif.
6.    Pola Defekasi dan Miksi
Klien kadang – kadang masih dalam perawatan di rumah sakit membatasi makan dan minum, hal ini dikarenakan adanya immobilisasi pemasangan traksi yang mengharuskan pasien tidak mempergunakan kakinya yang cedera untuk aktifitas sehingga klien kurang beraktifitas dan dapat mengakibatkan konstipasi (sembelit).
7.    Pola Seksual dan Repraduksi
Klien Dislokasi dengan pemasangan traksi jelas akan mempengaruhi pola kebutuhan seksualitas, di samping klien harus menjaga agar daerah traksi seminimal mungkin mendapat beban dan rasa nyeri yang tidak memungkinkan klien untuk melakukan aktifitas seksualnya.
8.    Pola Hubungan
Peran Pola hubungan peran berpengaruh sekali terutama sekali apabila klien seorang kepala rumah tangga yang merupakan satu – satunya orang yang mencari nafkah bagi keluarganya.
9.    Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang ditimbulkan adalah rasa kuatir terhadap kecacatan yang mungkin terjadi kelak dikemudian hari sehingga memungkinkan tidak mampu beraktifitas seperti biasa.
10.    ImmobilisasiUntuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang dipersatukan.
L.Komplikasi
1.    Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :
o    Fraktur.
o    Kontraktur.
o    Trauma jaringan.
2.    Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan traksi :
o    Dekubitus
o    Kongesti paru dan pneumonia
o    Konstipasi
o    Anoreksia
o    Stasis dan infeksi kemih
o    Trombosis vena dalam








DAFTAR PUSTAKA


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku