Home » , » ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KLIEN DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KLIEN DENGAN RDS (syok paru)

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KLIEN DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KLIEN DENGAN RDS (syok paru)


PENDAHULUAN



A.     Latar Belakang
RDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo, 2006). RDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
RDS ( juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal 217).
B.    Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan respiratory distress syndrome ?
2.    Apa penyebab dari respiratory distress syndrome?
3.    Bagaimana manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome?
4.    Bagaimana patofisiologi dari respiratory distress syndrome?
5.    Apa pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome?
6.    Bagaimana komplikasi respiratory distress syndrome?
7.    Bagaimana penatalaksanaan respiratory distress syndrome ?
8.    Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome?

C.    Tujuan
 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang RDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus RDS.


Tujuan Khusus
1.    Menjelaskan tentang  respiratory distress syndrome.
2.    Menjelaskan tentang penyebab dari respiratory distress syndrome.
3.    Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome.
4.    Menjelaskan tentang patofisiologi dari respiratory distress syndrome.
5.    Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome.
6.    Menjelaskan tentang komplikasi respiratory distress syndrome.
7.    Menjelaskan tentang penatalaksanaan respiratory distress syndrome.
8.    Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome.














BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. RDS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
RDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997).
RDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra alveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)

B.    EPIDEMIOLOGI
RDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

C.    KLASIFIKASI
1.    RDS pada dewasa 􀃆 Acute RDS (duluAdult RDS).
2.    RDS pada bayi baru lahir 􀃆 Hyalinemembrane disease.

D.    ETIOLOGI
RDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru
a.    Pneumoni virus,bakteri,fungal
b.    Contusio paru
c.    Aspirasi cairan lambung
d.    Inhalasi asap berlebih
e.    Inhalasi toksin
f.    Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
a.    Sepsis
b.    Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam
c.    DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d.    Pankreatitis
e.    Uremia
f.    Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
g.    Idiophatic (tidak diketahui)
h.    Bedah Cardiobaypass yang lama
i.    Transfusi darah yang banyak
j.    PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k.    Peningkatan TIK
l.    Terapi radiasi
m.    Trauma hebat, Cedera pada dada
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari RDS adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.

Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya RDS adalah:
Sistemik :   
1.    Syok karena beberapa penyebab
2.    Sepsis gram negative
3.    Hipotermia, Hipertermia
4.    Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin)
5.    Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
6.    Eklampsia
7.    Luka bakar
Pulmonal :    
1.    Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
2.    Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
3.    Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
4.    Pneumositis
Non-Pulmonal :
1.    Cedera kepala
2.    Peningkatan TIK
3.    Pascakardioversi
4.    Pankreatitis
5.    Uremia




E.    PATOFISIOLOGI
RDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. RDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis RDS:
1.    Fase Eksudatif
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2.    Fase Proliferatif
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3.    Fase Fibrotik/Recovery
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.
Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai RDS (Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor kedalam ruang interstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis resiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.

F.    MANIFESTASI KLINIK
Ciri khas RDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia.
Gejala klinis utama pada kasus RDS adalah:
1.    Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2.    Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
3.    Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
4.    Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
5.    Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
    YasminAsih  Hal 128
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1.    Cemas, merasa ajalnya hampir tiba
2.    Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ lain)
3.    Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

G.    PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi
1.    Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
2.    Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
3.    Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)

Farmakologi
1.    Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
2.    Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)
3.    Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis leukotrienesmungkin bisa digunakan untuk mencegah RDS

Non-farmakologi
1.    Ventilasi mekanisdgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
2.    Pembatasan cairan
3.    Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin






















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A.    PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Keadaan Umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
     b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypass yang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat (cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Riwayat Alergi

2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)    : sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
B2 (Blood)    : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
B3 (Brain)    : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
B4 (Bowel)    : -
B5 (Bladder)    : -
B6 (Bone)    : kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.

3. Pemeriksaan Diagnostik
a.    LED        : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
b.    Tes fungsi paru    : normal atau menunjukkan defek restriktik disertai gangguan pertukaran udara.
c.    BGA        : hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia.
d.    Biopsi Darah    :
PaO2/FiO2 < 200 = ARDS
PaO2/FiO2 < 300=ALI
e.    Foto thorak dan CT    : terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihilir paru yang biasanya multivokal. (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).
f.    Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient):
Berguna dalam membedakan ekstrapulmoner dan paru penyebab resp. failure. kegagalan.

B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
2.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
3.    Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.

C.    INTERVENSI DAN RASIONAL
1.    Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.

Tujuan :
-    Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
-    Pasien bebas dari dispneu
-    Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
-    Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Kriteria hasil    :
•    Tidak mengalami aspirasi
•    Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru
•    RR  17-22 x/ menit, nadi 80x/menit
•    Tidak adanya suara tambahan nafas : ronchi, wheezing, stridor
•    Pemeriksaan GDA menunjukkan  PCO2 = 38-44 mmHg
•    Klien mengatakan bisa bernapas dengan lega
•    Tidak ditemukan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul)

Intervensi    Rasional
MANDIRI
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

-    - Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
-   

- Observasi dari penurunan pengembangan  dada dan peningkatan fremitus.


- Catat karakteristik dari suara nafas.




- Catat karakteristik dari batuk.





- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi.

- Peningkatan oral intake jika memungkinkan.


KOLABORASI
- Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi.
-   
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.

- Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi.

- Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.
   
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.

Penggunaan otot-otot interkostal atau abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.

Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.

Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.

Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.

Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.

Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum.



Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.

Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan secret.

Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan.

Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.


2.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis,
Tujuan :
a.    Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
b.    Bebas dari gejala distress pernafasan
Kriteria hasil    :
Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat dengan ditandai tidak adanya dipsneu; frekuensi& GDA dalam batas normal.

Intervensi    Rasional
MANDIRI
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.


- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
-   
-   
-   
-   
-   
- Kaji adanya cyanosis.






-   
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat.
-   
-Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.


KOLABORASI
-Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi.

- Berikan pencegahan IPPB.


- Review X-ray dada.
-   
-   
-Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.   
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.

Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas.

Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.

Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium.

Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.


Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.

Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi.

Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.

Untuk mencegah ARDS.



3.    Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan pada batas normal.
Kriteria hasil: Menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.


Intervensi    Rasional
MANDIRI
Memonitor vital sign, seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)

Hitung intake output dan balance cairan. Amati “insesible loss”


Timbang berat badan setiap hari


KOLABORASI
Pemberian Diuretik

   
Mengetahui keadaan umum pasien.


Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya defisit cairan.

Perubahan yang drastis merupakan tanda peningkatan total body water.


Mengeluarkan kelebihan cairan melalui farmakoterapi.
























BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
RDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal.
B.    SARAN
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
2. Apabila gejala RDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada hati dan ginjal.










DAFTAR PUSTAKA


Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan KLIEN dengan RDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) Pre Acut/ Post Acut Care. http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html. Tanggal 19 Agustus 2011 pukul 12.43 WIB

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien RDS. http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html. Tanggal 19 Agustus 2011 pukul 12.42 WIB

Anynomous, 2006. Sindrom Gawat Pernafasan Akut. http://medicastore/penyakit_kategori/index/1.html.  Tanggal 21 Agustus 2011 pukul 18.30

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Farid, 2006. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Penyakit Sejuta Etiologi. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=108. Tanggal 21 Agustus 2011 pukul 18.50 WIB










Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku