Home » , » Asuhan keperawatan anak dengan Ensefalitis

Asuhan keperawatan anak dengan Ensefalitis


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Ensefalitis merupakan penyakit yang menyerang jaringan otak, yang ditandai dengan adanya peradangan. Angka penyakit ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Angka ini terutama meningkat pada kasus anak – anak.
Gejala klinis yang biasanya muncul adalah : demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat.

B. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
Adapun maksud dan tujuan penulisan Laporan pendahuluan ini adalah:
1.    Memenuhi tugas  mata kuliah Keperawatan Anak yang diberikan oleh dosen pengampu Ibu Welas Haryati, SPd., Skep., MMR
2.    Menambah dan memperluas pengetahuan tentang encepalitis bagi penulis.
3.    Memberikan informasi kepada pembaca tentang encepalitis bagi pembaca.

C. METODE PENULISAN
    Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan berbagai sumber dengan metode pustaka. Dengan metode ini, penulis dapat melengkapi makalah sesuai dengan bahan – bahan yang penulis ambil dari buku – buku referensi sebagai bahan pendukung dan pelengkap materi.










 

















 BAB II
ISI
ENSEFALITIS
A.    DEFINISI
        Beberapa pengertian ensefalitis dari berbagai sumber :
1.    Ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. (FKUI, 2000)
2.    Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai SSP yang disebabkan oleh virus/ mikroorganisme yang non purulen. (www.Blogger.com/nining'S Web Blog)
3.    Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur recketsia atau virus. (Mansjoer, 2000)
4.    Ensefalitis adalah inflamasi jaringan otak dan diagnosis pastinya hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak ( komite medik RSUD Dr. Sardjito, 2000)
5.    Ensefalitis merupakan infeksi intracranial dapat melibatkan jaringan otak ( Doenges, 2000 )
6.    Ensefalitis / radang otak adalah infeksi yang terjadi pada jaringan otak
( Damayanti, 2004 )
Jadi dapat disimpulkan ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak yang mengenai SSP yang disebabkan oleh mikroorganisme. Ensefalitis berbeda dengan ensefalopati walaupun secara klinis seringkali mirip. Ensefalopati disebabkan oleh bahan non infeksi misalnya karena keracunan. Diagnosa ensepalitis dapat ditegakkan hanya melalui pemeriksaan mikroskopik jaringan otak.

B.    ETIOLOGI
1.    Virus
a.    Virus RNA terdiri dari campak, rubella pada bayi baru lahir, enterovirus ( penyebab paling sering ), mumps
b.    Virus DNA terdiri dari herpes virus hominis, varissela zooster, sitomegalovirus ( kongenital atau didapat ), virus ebstein-Barr, variola


2.    Non Viral
a.    Mikoplasma, toksoplasmolisis, TB, sifilis, jamur misalnya kriptokokosis, trikinosis dan ekinokokus.
b.    Para dan pasca infeksi misal pada penyakit spesifik : campak, rubella, influensa, hepatitis, pertusis
c.    Pemberian vaksin : vaksin pertusis, rabies, campak, influenza
3.    Penyebab lain
    Invansi langsung cairan serebro spinal selama punksi lumbal

C.    KLASIFIKASI
  Klasifikasi menurut Robbun adalah :
1.    Infeksi virus yang bersifat epidemik
a.    Golongan Enterovirus : Polimiyelitis, virus eoxsackie, virus ECHO
b.    Golongan Virus ARBO : Western equine enchepalitis, st louis enchepalitis, Eastern Equine enchepalitys, Murray Valley enchepalitis, Russian spring summer enchepalitis, Japanese B enchepalitis
2.    Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek, herpes zooster, limfomagranuloma, mumps, limpocityc choviomeningitis dan sejenios lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas
3.    Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisiela, pasca rubella, pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis – jenis infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik

D.    CARA PENULARAN
1.    Dari orang ke orang ( virus RNA dan DNA )
2.    Oleh antropoda
3.    Oleh mamalia ( rabies dan air liur berbagai binatang, virus herpes simian dari air liur kera )

E.    TANDA DAN GEJALA
1.    Suhu tubuh meningkat
2.    Fotofobia
3.    Sakit kepala
4.    Muntah-muntah
5.    Letargi
6.    Kadang disertai kaku kuduk (apabila infeksi mengenai meningen)
7.    Anak tampak gelisah 
8.    Adanya peubahan tingkah laku
9.    Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara
10.    Kejang.

F.    PATOFISIOLOGI
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran pernafasan, atau saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan berbagai cara, yaitu :
1.    Setempat
        Virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ.
2.    Penyebaran hematogen primer
        Virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3.    Penyebaran mealui saraf-saraf.
        Virus berkembang biak di selaput lendir dan menyebar melaui system saraf.
Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,pusing, muntah, nyeri tenggorokan, nyeri ekstrimitas, pucat.
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang disertai tanda neurologis local berupa afasia, hemifaresis, hemiplagia, ataksia, paralysis otak.

G.    MANIFESTASI KLINIS
Temuan – temuan klinis pada enchepalitis ditentukan oleh :
1.    berat dan lokalisasi anatomis susunan syaraf yang terlibat
2.    patogenitas agen yang menyerang
3.    kekebalan dan mekanisme-mekanisme reaktif lain penderita
    Manifestasi klinis bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Masa prodomal berlangsung antara 1 - 4 hari ditandai dengan : demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, letargi. Tanda ensepalitis yang berat ringanya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejalanya berupa : gelisah, iritabel, screaming attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang, kaku kuduk, koma, diplopia, delirium, konfusi, kadang disertai tanda neurologia fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisis saraf otak. Ruam kulit kadang didapatkan pada beberapa tipe ensefalitis misalnya pada enterovirus dan varisella zooster. Pada kasus yang ringan ensefalitis gejalanya demam, sakit kepala, tidak nafsu makan, kelemahan atau tanda sakit yang umum. Pada kasus ensefalitis yang lebih parah, seseorang mengalami demam yang lebih parah, sakit kepala yang lebih parah, mual dan muntah, kaku        leher, ukuran pupil yang berbeda, bingung, disorientasi, perubahan kepribadian, masalah pada pendengaran dan ucapan, halusinasi, pandangan ganda, sulit menggerakan tangan atau kaki, gerakan yang sulit, kesulitan berjalan, kehilangan sensasi dari beberapa bagian tubuh, kehilangan memori, mengantuk dan koma, kadang mengalami kejang. Pada bayi lebih sulit dideteksi, tapi dari tanda yang ada sepeti muntah, oedem, fontanela, menangis, tidak semuanya ada pada anak.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENEGAK DIAGNOSIS
Diagnosis etiologi dapat ditegakkan dengan :
1.    Biakan : dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar mendapatkan hasil yang positif, dari liquar serebro spinalia atau jaringan otak ( hasil nekropsi ), dari virus untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
2.    Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi
3.    Pemeriksaan patologis anatomis post mortem
    Hasil pemeriksaan ini juga tidak dapat memastikan diagnosa. Telah diketahui bahwa satu macam virus, dengan gejala yang sama dapat menimbulkan gambaran yang berbeda.

    


Pemeriksaan penunjang lainnya :
1.    Cairan serebrospinal biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50 – 200 dengan dominasi limfosit, protein kadang – kadang meningkat, glukosa masih dalam batas normal
2.    Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi diffus ( aktifitas lambat bilateral ). Bila terdapat tanda klinis fokal myang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT Scan dapat dilakukan biopsi otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis fokal, biopsi dapat di lakukan pada daerah temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus herpes simplek.
3.    Lumbal punkture, dapat diketahui susunan tulang belakang dimana cairan serebrospinal diperiksa untuk tanda infeksi

I.    PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
     Akibat – akibat sisa yang melibatkan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan motoris, psikiatrik, epilatik, penglihatan atau pendengaran. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak tergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita. Ensefalitis fetalis oleh rubella sangat fatal, demikian pula infeksi virus sitomegalus akut generalitas disertai ensefalitis.
Komplikasi yang mungkin terjadi :
1.    Retardasi mental
2.    Iritable
3.    Gangguan motorik
4.    Epilepsi
5.    Emosi tidak stabil
6.    Sulit tidur
7.    Halusinasi
8.    Enuresis
9.    Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial yang lain
        Komplikasi awal ensefalitis meliputi sistem jantung, pernapasan dan neurologik biasanya mengenai batang otak. Ensefalitis dapat menyebabkan defek neurologis sisa setelah pemulihan. Pemulihan kompleks terjadi, namun kebanyakan kondisi kesehatan dan kemampuan anak mungkin berubah selamanya. Kebanyakan orang dengan ensefalitis dapat pulih kembali dari beberapa kasus yang kecil. Pembengkakan dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan pada akhirnya terjadi komplikasi pada kemampuan belajar, masalah bicara, kehilangan memori atau berkurangnya kontrol otot. Kerusakan otak jarang mengakibatkan terjadinya kematian. Bayi yang berumur kurang dari 1 tahun dan dewasa lebih dari 5 tahun adalah resiko tinggi kematian akibat ensefalitis. Herpes ensefalits biasanya fatal jika tidak di obati dengan antiviral.

J.    PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum tidak spesifik. Tujuanya adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. Atasi kejang, Bila terdapat tanda peningkatan TIK dapat diberikan manitol 0,5-2 g/kgBB iv dalam periode 8 – 12 jam.
Pada pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, paralisis pita suara dan otot napas dilakukan drainase postural dan aspirassi mekanis yang periodik. Pada ensefalitis herpes dapat diberikan asiklovir 10 ng/kgBB/hari iv setiap 8 jam selama 10 – 14 hari

K.    PENGOBATAN
    Pengobatan yang dilakukan bersifat non-spesifik dan empiris yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang. Obat yang biasanya digunakan adalah :
1.    Fenobarbital 5-8 mg/Kg BB/24 jam untuk mencegah kejang
2.    Diazepam 0,1-0,2 mg/Kg BB jika kejang-kejang sering / terus terjadi
3.    Deksametason 0,5 mg/Kg BB/24 jam untuk mengurangi peradangan
4.    Manitol 1,5-2,0 g/Kg BB selama 30-60 menit mengeluarkan oedema otak/PTIK
5.    Asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam jika ada ensefalitis herpes
L.    PATHWAY KEPERAWATAN




     Virus


Masuk ke dalam tubuh melalui :
Kulit, saluran pernapasan, saluran cerna


Menyebar ke seluruh tubuh
Setempat, hematogen primer, saraf-saraf


Virus berkembang biak


Menyerang SSP
( Infeksi / inflamasi)


Peningkatan tekanan            oedema serebri          Hipertermi          Kelainan neurologis
Vaskuler serebral              


Sakit kepala        anorexia         Perfusi jaringan serebral              Kejang
                                                                      tidak efektif
          
Nyeri akut
                                         Gangguan mobilitas             resiko
                                       fisik                     trauma



Sumber :  1. Nanda Nursing Diagnoses
         2. Kapita Selekta kedokteran











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ENSEFALITIS

A.    PENGKAJIAN
1.    AKTIFITAS DAN ISTIRAHAT
Gejala    : Perasaan tidak enak/ malaise,Keterbatasan aktifitas yang ditimbulkan oleh kondisinya
Tanda    : Ataksia,  kelumpuhan, gerakan infolunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak
2.    SIRKULASI
Gejala         : adanya riwayat kardiopatologi, misalnya endokarditis.
Tanda    : TD meningkat, nadi menurun, takanan nadi berat (berhubungan dengan    peningkatan TIK berpengaruh pada pusat vasomotor, takikardi, disritmia.
3.    ELIMINASI
Tanda    : adanya inkontenensia atau retensi
4.    MAKANAN DAN CAIRAN
Gejala          : anoreksia, kesulitan menelan
Tanda    : muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, gangguan pertumbuhan BB kurang dari 80%, ukuran LLA menurun.
5.    NEUROSENSORIS
Gejala    : sakit kepala (merupakan gejala pertama dan biasanya berat), kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf cranial), timbul kejang.
Tanda    : mata anishokor atau tidak bereaksi terhadap cahaya (tanda peningkatan TIK), status mental letargi sampai kebingungan yang berat bahkan koma, perubahan pada fungsi motoris dan sensoris, kejang umum atau local, hemiparase atau hemiplegi.
6.    NYERI/ KENYAMANAN
Gejala    : sakit kepala (berdenyut dengan hebat terutama pada frontal), ketegangan pada leher, nyeri pada tenggorokan.
Tanda    : perilaku distraksi atau gelisah


7.    PERNAFASAN
Gejala    : adanya riwayat infeksi sinus/paru
Tanda   : peningkatan kerja pernafasan, saluran nafas dan frekuensi nafas menurun.
8.    INTEGRITAS EGO
Tanda : penampilan dan muka terlihat tua, anak sangat kurus, rambut kepala nampak kering, tipis dan mudah rontok.

B.    DIAGNOSA
 Menurut Diagnosa Nanda :
1.    Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya oedema serebral.
2.    Nyeri akut : sakit kepala  berhubungan dengan peningkatan tekana vaskuler serebral.
3.    Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
4.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adequate ( anoreksia, muntah )
5.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
6.    Resiko trauma berhubungan dengan kejang.

C.    INTERVENSI
Menurut  NIC, 1996 dan NOC, 1997 :
1.    Dx I : Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya
       Oedema serebral          
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan serebral kembali efektif.
NOC : Circulation status
Kriteria hasil :
a.    Mendemonstasikan status sirkuasi yang ditandai dengan :
•    Tekanan systole dan diastole daam rentang yang diharapakan.
•    Tidak ada ortostatik hipertensi
•    Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (tidak lebih dari 15 mmHg)
b.    Menunjukan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran baik, tidak ada gerakan infolunter.
Skala Indikator :
1.    tidak pernah menunjukan
2.    jarang menunjukan
3.    kadang menunjukan
4.    sering menunjukan
5.    selalu menunjukan

NIC : Monitor TIK
a.    Monitor tekanan perfusi serebral
b.    Catat respon pasien terhadap stimulus
c.    Monitor TIK dan respon neurologist terhadap aktifitas
d.    Monitor jumah drainage cairan serebrospinal
e.    Monitor suhu
f.    Kolaborasi pemberian antibiotic

2.       Dx II : Nyeri akut berhubungan dengan factor infeksi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
             berkurang
NOC : Pain level
Kriteria hasil
a.    Mampu mengontrol nyeri
b.    Menggunakan metode non farmakologi untuk mengurangi nyeri
c.    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri
d.    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Skala Indikator :
1.    tidak pernah dilakukan
2.    jarang dilakukan
3.    kadang dilakukan
4.    sering dilakukan
5.    selalu dilakukan


NIC : Pain management
a.    Observasi reaksi abnormal dari ketidaknyamanan
b.    Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
c.    Ajarkan tehnik non farmakologi
d.    Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
e.    Tingkatkan istirahat.

3.    Dx III : Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh dalam batas normal
 NOC : Thermoregulation
 Kriteria hasil :
a.    Suhu tubuh dalam rentang normal
b.    Nadi dan respirasi dalam batas normal
c.    Tidak adaperubahan warna kulit dan tidak ada pusing

 Skala indikator
1.    tidak pernah menunjukan
2.    jarang menunjukan
3.    kadang menunjukan
4.    sering menunjukan
5: selalu menunjukan

NIC : Temperature Regulation
Intervensi :
a.    Monitor suhu tubuh minimal setiap 2 jam
b.    Monitor tanda – tanda hipertermi atau hipotermi
c.    Monitor tanda – tanda vital
d.    Monitor warna dan suhu kulit
e.    Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

4.    Dx  IV : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adequate ( anoreksia, muntah )
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi

NOC : Nutrition status
Kriteria hasil :
a.    Asupan nutrisi yang adequate
b.    Asupan makanan dan cairan yang adequate
c.    Energy yang dihasilkan
d.    Berat badan tidak turun secara dratis


Skala indikator
1 : sangat adequat
2 : lebih adequat
3 : cukup adequat
4 : sedikit adequat
5 : tidak adequate

NIC : Nutrition Monitoring
Intervensi :
a.    BB pasien dalam rentang normal
b.    Monitor adanya penurunan berat badan
c.    Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d.    Monitor turgor kulit
e.    Monitor rambut kering, kusam dan mudah patah
f.    Monitor kalori dan intake nutrisi

5.    Dx V : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik kembali normal.
NOC : Joint movement active
Kriteria hasil :
a.    Klien meningkat dalam aktifitas fisik
b.    Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c.    Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
d.    Memperagakan pengguanaan alat bantu untuk mobilisasi

Skala indicator
1.    tidak pernah menunjukan
2.    jarang menunjukan
3.    kadang menunjukan
4.    sering menunjukan
5.     selalu menunjukan


NIC :Exercise therapy : ambulation
Intervensi :
a.    Monitor TTV sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
b.    Kaji kemampuan klien dalam mobiisasi
c.    Beri dan Bantu jika pasien membutuhkan
d.    Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi, berikan bantuan jika diperlukan.
e.    Dampingi pasien dan saat mobilisasi

6.    Dx VI : Resiko trauma berhubungan dengan kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko trauma dapat dikurangi.
NOC : Risk control
Kriteria hasil
a.    Klien terbebas dari cedera
b.    Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cedera
c.    Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/ perilaku sosial
d.    Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah cedera.
e.    Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

Skala indikator :
1:    tidak pernah dilakukan
2:    jarang dilakukan
3:    kadang dilakukan
4:    sering dilakukan
5:    selalu dilakukan

NIC : Manajemen lingkungan
Intervensi :
Sediakan lingkungan yang aman bagi klien
a.    Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabot)
b.    Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
c.    Membatasi pengunjung
d.    Memberikan penerangan yang cukup
e.    Menganjurkan  keluarga untuk menemani
f.    Mengontrol lingkungan dari kebisingan.




D.    EVALUASI
1.    Dx I : Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya oedema serebral.
Kriteria hasil :
a.    Mendemonstasikan status sirkuasi yang ditandai dengan :
•    Tekanan systole dan diastole daam rentang yang diharapakan.
•    Tidak ada ortostatik hipertensi
•    Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (tidak lebih dari 15 mmHg)
b.    Menunjukan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran baik, tidak ada gerakan infolunter.
Skala Indikator :
1.    tidak pernah menujukan
2.    jarang menunjukan
3.    kadang menunjukan
4.    sering menunjukan
5.    selalu menunjukan
2. Dx II : Nyeri akut berhubungan dengan faktor infeksi.
Kriteria hasil :
a.    Mampu mengontrol nyeri
b.    Menggunakan metode non farmakologi untuk mengurangi nyeri
c.    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri
d.    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Skala Indikator :
6.    tidak pernah dilakukan
7.    jarang dilakukan
8.    kadang dilakukan
9.    sering dilakukan
10.    selalu dilakukan

3. Dx III : Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

Kriteria hasil :
a.    Suhu tubuh dalam rentang normal
b.    Nadi dan respirasi dalam batas normal
c.    Tidak adaperubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Skala indikator
1.    tak pernah menunjukan
2.    jarang menunjukan
3.    kadang menunjukan
4.    sering menunjukan
5.    selalu menunjukan

4.    Dx  IV : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adequate ( anoreksia, muntah )
Kriteria hasil :
a.    Asupan nutrisi yang adequate
b.    Asupan makanan dan cairan yang adequate
c.    Energy yang dihasilkan
d.    Berat badan tidak turun secara dratis

Skala indikator
1 : sangat adequat
2 : lebih adequat
3 : cukup adequat
4 : sedikit adequat
5 : tidak adequate

5. Dx V : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Kriteria hasil :
a.    Klien meningkat dalam aktifitas fisik
b.    Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c.    Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
d.    Memperagakan pengguanaan alat bantu untuk mobilisasi
Skala Indikator :
1.    tidak pernah menujukan
2.    jarang menunjukan
3.    kadang menunjukan
4.    sering menunjukan
5.    selalu menunjukan

6.    Dx VI : Resiko trauma berhubungan dengan kejang
      Kriteria hasil
a.    Klien terbebas dari cedera
b.    Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cedera
c.    Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/ perilaku social
d.    Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah cedera.
e.    Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Skala indikator :
1.    tidak pernah dilakukan
2.    jarang dilakukan
3.    kadang dilakukan
4.    sering dilakukan
5.    selalu dilakukan





























DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Catzel, Dincus. 1990. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gordon et all . 2002 . NANDA NURSING DIAGNOSES. Definition and classification 2001 -2002. Philadelpia :NANDA

Hasan, Rusepno. 2000. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Bagian ilmu Kesehatan Anak FKUI

Hidayat, A Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperwatan Anak, Edisi pertama. Jakarta : Salemba Medika.

Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan, Edisi 17. Jakarta : EGC

Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention  Project Nursing Outcomes Classifcation (NOC), Second edition. USA : Mosby.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapsius

McCloskey, Joanne C. dkk. 1996. IOWA Intervention  Project Nursing Intervention Classifcation (NIC), Second edition. USA : Mosby.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Pilltteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ramali, Ahmad. 2005. Kamus Kedokteran: Arti dan Keterangan Istilah., cetakan 26. Jakarta : EGC.

Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :EGC.

www.Blogger.com/nining'S Web Blog






Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku