Home » , » Pra Analitik dan Analitik Pengukuran Kadar Hormon

Pra Analitik dan Analitik Pengukuran Kadar Hormon



PENDAHULUAN
Hormon adalah produk sistem endokrin. Di samping organ endokrin yang sudah dikenal luas seperti hipotalamus, hipofisis, tiroid, paratiroid, adrenal, testis, ovarium, dan pankreas sekarang diketahui bahwa ada banyak organ lain yang juga dapat mengeluarkan hormon seperti jantung, sel adiposit, dan lain-lain. Pada beberapa keadaan dan penyakit yang berkaitan dengan organ endokrin atau kadar hormon maka diperlukan pengukuran kadar hormon tertentu. Pengukuran kadar hormon merupakan sebagian kecil dari pemeriksaan laboratorium. Sebabnya adalah karena di samping pemahaman kelainan dan penyakit endokrin masih merupakan keahlian tersendiri yang belum banyak ahlinya, indikasi pemeriksaan kelainan endokrin, serta juga belum siapnya laboratorium klinik atau rumah sakit untuk melakukan pengukuran hormon. Dibandingkan dengan zat bukan hormon misalnya kadar kolesterol dan glukosa yang dinyatakan dalam mg/dl, kadar hormon amat rendah dan dinyatakan dalam ug, ng atau pg. Kadar yang kecil ini memerlukan teknik pemeriksaan yang canggih. Perkembangan teknologi pemeriksaan laboratorium dengan bioassay, bermacam-macam immunoassay, dan teknik dengan alat spektrometri, telah membuka kemungkinan pengukuran kadar hormon. Namun teknik yang canggih tentunya juga mahal sehingga tidak semua dapat melakukannya. Jumlah permintaan yang masih sedikit serta batas kedaluwarsa reagen setelah dibuka membuat biaya pengukuran menjadi makin mahal yang membatasi jumlah pemeriksaan dan seterusnya.
Pengukuran kadar hormon seperti juga pemeriksaan zat lain memerlukan perhatian dalam pra analitik dan analitiknya. Pada artikel ini akan dibahas pra analitik dan analitik pengukuran kadar hormon agar hasil yang di dapat memberikan informasi yang benar.
PRA ANALITIK PENGUKURAN KADAR HORMON
Tahap pra analitik meliputi persiapan pasien, pengambilan sampel, dan pengiriman sampel ke laboratorium pemeriksaan / rujukan, proses pemisahan serum atau plasma serta penyimpanan sampel. Semua faktor perlu dibakukan agar hasil pemeriksaan dapat diinterpretasi secara baik dan berguna. Pada persiapan pasien perlu ditentukan apakah puasa atau tidak, makanan tertentu, minuman tertentu, merokok, alkohol, obat-obatan tertentu. Juga kerja fisik atau olahraga, waktu pengambilan sampel dikatikan dengan variasi diurnal. Pada pengambilan sampel perlu diperhatikan posisi badan pasien, lama dan kuatnya pembendungan (Torniquet), jenis antikoagulan, apakah perlu perlakuan khusus seperti pendingin. Perubahan posisi badan dari tegak ke berbaring atau sebaliknya akan menyebabkan perubahan jumlah cairan dalam pembuluh darah karena perpindahan sebagian plasma ke jaringan interstisial. Akibatnya akan terjadi perubahan kadar analit terutama yang berukuran molekul besar seperti protein. Kadar analit yang berkaitan dengan protein juga akan ikut berubah. Demikian pula pembendungan yang terlalu kuat dan lama akan menyebabkan perembesan sebagian plasma ke luar pembuluh darah dengan akibat seperti pada perubahan posisi badan. 1,2
Beberapa jenis analit termasuk hormon tertentu memerlukan perhatian dan perlakuan khusus sejak sampel diambil. Untuk sampel darah ada yang sudah harus didinginkan pada 4 °C sejak darah diambil sampel diperiksa atau sampel serum atau plasma dipisahkan dari sel darah. Contohnya adalah hormon gastrin, renin. 3
Sejak pengambilan darah sampai transportasinya ke laboratorium baik dengan kurir atau sistem angkutan seperti peneumatic tube, harus diajaga agar darah jangan sampai hemolisis. Pemisahan serum atau plasma sebaiknya dilakukan sebelum 2 jam dari waktu pengambilan darah. Hal ini disebabkan eritrosit dan sel darah yang masih hidup masih melakukan metabolisme dan dapat mempengaruhi kadar analit dalam serum atau plasma. Akan tetapi pemisahan tersebut sebaiknya setelah terjadi. retraksi bekuan sempurna. Bila pengambilan sampel darah dilakukan di tempat yang cukup jauh dari laboratorium pemeriksa, maka pemisahan serum atau plasma adakalanya sebaiknya dikerjakan di tempat pengambilan dan baru serum atau plasmanya yang dikirim ke laboratorium pemeriksa. Untuk analit yang perlu pendingin maka pemusingan dilakukan dengan centrifuge berpendingin.
Sampel sering perlu disimpan disebabkan belum dapat dikerjakan segera karena ada jadwal tertentu dan juga untuk keperluan pengukuran ulang bila diperlukan. Untuk hormon perlu diperhatikan beberapa faktor tergantung jenis hormon yang diperiksa. Hormon steroid relatif stabil sampai 3 hari bila disimpan pada suhu kamar. Hormon peptida perlu disimpan dalam keadaan beku bila tidak diperiksa pada hari pengambilan sampel. Hal ini berlaku untuk hormon yang tidak stabil seperti ACTH, renin, peptida intestinal vasoaktif, insulin, hormon pertumbuhan (growth hormone) dan kalsitonin (calcitonin). 1
Lihat Tabel 1 dan Taebl 2.
Tabel 1. Daftar hormon dan perlakuan khusus yang diperlukan pada pengambilan sampel dan penyimpanan 4
Hormon
Antikoagulan
Perlakuan Khusus
ACTH (P)
Heparin
Bekukan dalam 15 menit pengambilan
Aldosteron (P,S)

Bekukan atau + borat
Androstenedione (S)

Sampel diambil pagi hari
Calcitonin (S)

Bekukan
Cortisol (P)
Heparin
Pisahkan Segera
11-Deoxycortisol (P)
Heparin
Pisahkan Segera
Estradiol (P)
Heparin
Bekukan
Gastrin (S)

Puasa, bekukan
17-Hydroxyprogesterone (S)

Pengambilan antara pk 09.00-11.00 pagi
Insulin (S)

Puasa, bekukan
Parathyroid Hormone (PTH)(S)

Bekukan
Palacental lactogen (S)

Bekukan
Prolactin (S)

Bekukan
Renin (P)
EDTA
Dinginkan sewaktu pengambilan, centrifuge
Tabel 2. Daftar obat-obatan yang memberikan pengaruh fisiologis dan kimiawi terhadap beberapa hormon 2
Hormon dalam darah
Obat-obatan dg pengaruh fisologis
Perubahan
Obat-obatan dg interferensi kimiawi
Pengaruh
Cortisol


Choliridiazepoxide
Dexamethasone
Digoxin


Hormon dalam urin
Obat-obatan dg pengaruh fisologis
Perubahan
Obat-obatan dg interferensi kimiawi
Pengaruh
Catecholamine
Nitroglycerin
Phenothiazines
MAO inhibitors


B-vitamin (high dose)
Eryhtromycin
Levodopa
Methyldopa
Nicotinic acid
Quinine
Salicytate
Teracycline
Ascrobic acid








17-Ketosteroid
Anabolic steroid
Phenytoin
Estrogen
Ethacrinic acid
Penicillin
Probenecid
Phenothiazines
Spironolactone
Penicillin G










17-OH-Ketosteroid
Phenytoin
Estrogen
Ethacrinic acid
Penicillin
Probenecid
Thiazide diuretics
Phenothiazines
Spironolactone
Penicillin G










Vanillylmandelic acid
Epinephrine
Nitroglicerine
Chlorpromazine
MAO inhibitors



Caffeine
Mandelamine
Salicylates


TAHAP ANALITIK PENGUKURAN KADAR HORMON
Pengukuran kadar hormon dilakukan dengan banyak cara, ada teknik analitis seperti bioassay, receptor assay, immunoassay, dan teknik instrumental seperti spektrometri massa yang ber-interfaced dengan kromatolografi cair atau gas. Cara bioassay kurang teliti dan jarang dipergunakan sehari-hari.
Cara yang banyak digunakan secara rutin adalah cara immunoassay, umumnya menggunakan antibody berlabel (immunometric). Antibodi monoklonal yang digunakan, satu atau dua jenis, ditujukan kepada epitop berbeda pada molekul protein. Dikenal cara radioimmunoassay, enzyme immunoassay, immunoradiometric assay, immuno-chemiluminescense assay. Teknik instrumental dengan spektometri massa yang digabungkan (coupled) dengan kromatografi cair atau gas merupakan teknik yang baik dan kuat (powerfull) baik kualitatif maupun kuantitatif. Spektometri massa tendem baik untuk memeriksa sekaligus beberapa jenis hormon yang terkait untuk suatu situasi klinis tertentu, sebagai suatu panel. 3
Pada pengukuran kadar hormon perlu untuk memperhatikan fraksi yang biovailable, yang mempunyai pengaruh fisiologis dan kontrol homeostatik. Dalam hal ini perlu untuk mempertahankan bagaimana pengikatan (binding) oleh protein bila pengikatan tersebut akan mengurangi biovailabilitas hormon tersebut. Hormon yang terkait pada high-affinity protein tidak available dan yang terkait pada albumin hanya available minimal. Hal ini berarti bahwa semua hormon dengan derajad keterkaitan bermakna dengan protein mempunyai fraksi bioavailable jauh kurang dari 1. Untuk hormon-hormon ini pengukuran kadar hormon total tidak dapat menggambarkan kadar hormon yang bioavailable tetapi harus mengukur kadar fraksi hormon yang tidak terikat (unbound). Pemisah fraksi yang terikat (bound) dari yang tidak terikat (unbound) dapat dilakukan dengan cara dialysis keseimbangan, ultrafiltrasi, kinetic radioimmunoassay, dan kromatografi. Setalah itu pengukuran dilakukan terhadap porsi sampel yang mengandung fraksi hormon yang tidak terikat. Kadar fraksi hormon yang tidak terikat bisa juga dihitung dengan rumus apabila telah diketahui sebaran fraksi yang terikat, atau dengan indeks rasio kadar hormon dengan kadar protein pengikat hormon spesifik (specific hormone-binding protein), atau indeks rasio kadar hormon terhadap kadar unbound hormone binding sites, dan cara-cara perhitungan lain. 5
PENILAIAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium amat penting untuk menegakkan diagnosis endokrin dan menyingkirkan diagnosis spesifik. Kemajuan teknik pemeriksaan yang meningkatkan ketapatan hasil mendukung kepercayaan klinikus. Walaupun demikian hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat menggantikan pertimbangan klinis. Secara umum pemeriksaan laboratorium mengukur kadar hormon dalam cairan tubuh, biasanya darah dan urin, sekuele hormon atau sekuele proses yang ikut berperan kepada ketidaknormalan hormon. Pengukuran dapat dilakukan pada keadaan basal, atau sewaktu, atau pada keadaan tertentu, atau setelah rangsangan (stimulasi) provokatif tertentu.
RINGKASAN
Pengukuran kadar hormon makin banyak dilakukan sejalan dengan makin baiknya mutu hasil dan kemampuan teknik pemeriksaan untuk mengukur kadar hormon yang sedikit jumlahnya dalam cairan tubuh. Berbagai faktor pra analitik perlu dipahami dan diperhatikan serta dilaksanakan agar hasil pemeriksaan baik. Fase analitik juga penting untuk memilih teknik pemeriksaan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Thomas L. Clinical laboratory results. Dalam : Thomas L (ed). Clinical Laboratory Diagnostics. 1st ed. Frankfurt : TH-Books Verlagsgesellschaft mbH, 1998 p 1453-7.
  2. Henry JB, Kurec AS. The clinical laboratory: prganization, purpose, and practice. Dalam : Henry JN (ed). Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 20th ed, Philadelphia : WB Saunders Company, 2001 p 12-7.
  3. Kleerekoper M. Hormones. Dalam : Burtis C, Ashwood ER, Bruns DE. (eds). Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. 2006 p 1030-1.
  4. Young DS, Bermes EW, Haverstick DM. Specimen collection and processing. Dalam : Burtis C, Ashwood ER, Bruns DE. (eds). Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. 2006 p 54-5.
  5. Nice DA. Assessment of organ function. Dalam : Noe DA, Rock RC (eds). Laboratory Medicine. The selection and interpretation of clinical laboratory studies. 1th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1994 p 55-74.
  6. Baxter JB. Introdaction to endocrionology. Dalam : Greenspan FS, Strewler GJ (eds). Bassic & Clinical Endocrinology. 1th ed, London: Prentice Hall International Inc. 1997 p 28-34.
Penulis : Prof. Marzuki Suryaatmadja, SpPK(K)



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku