BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia sejak tahun 1998 terjadi gejolak krisis multidimensi yang telah berdampak banyak terhadap segi kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk krisis ekonomi yang mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan sandang dan pangan sangat rendah. Hal ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap tingginya angka kejadian penyakit diantaranya adalah tuberkulosis (TB). Apabila penyakit ini tidak diobati sampai tuntas akan menimbulkan berbagai komplikasi, salah satu komplikasi dari infeksi TB ini yang paling berbahaya apabila menyerang pada susunan saraf pusat atau yang biasa disebut meningitis tuberkulosis.
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebro spinal, dan spinal kolumna yang menyebabkan proses peradangan pada sistem saraf pusat (Suriadi, 2001 : 89) merupakan salah satu manifestasi dari penyakit TB yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang menyerang sistem saraf pusat. Meningitis pun harus diwaspadai insidensinya seiring dengan meningkatnya angka penderita tuberkulosis. Karena diperkirakan sekitar 1 sampai 10% dari seluruh kejadian infeksi tuberkulosis mengenai susunan saraf pusat (SSP), baik berupa tuberkuloma pada parenkim otak maupun sebagai meningitis (Arvanitaksis, 1998). Sedangkan menurut Lindsay (1997 : 474) angka kejadian meningitis adalah 10% dari jumlah penderita.
Data yang diperoleh dari Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
TABEL 1
Profil Penyakit Di Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan RS.Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari - Juli 2005
No Penyakit Angka kejadian % Angka kematian %
1 Stroke 176 57,32 38 21,59
2 SOL 46 14,98 4 8,69
3 Meningitis 23 7,49 9 39,13
4 Myelo radikulopati 21 6,84 0 0
5 Radikulopati 17 5,53 0 0
6 Epilepsi 16 5,21 2 12,5
7 Tetanus 3 0,97 3 100
8 Ensepalopati 2 0,65 0 0
9 Ensepalitis 2 0,65 2 100
10 Miastenia Gravis 1 0,32 1 100
Jumlah 307 100%
Sumber : Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Menurut tabel diatas penyakit meningitis berada pada urutan ke 3 setelah stroke dan SOL (space occupying lession). Dengan jumlah penderita 23 orang (7,49%) yang menderita meningitis. Walaupun persentasinya tidak sebanyak stroke 57,32% namun angka ini terus menunjukan peningkatan dengan persentase kematian yang paling tinggi yaitu mencapai 39,13% (Medical Record Ruang 19A RSHS. Bandung).
Selain itu penyakit meningitis dapat menimbulkan gangguan yang kompleks terhadap sistem tubuh yang lain, misalnya pada sistem pernafasan, kardivaskuler, pencernaan, perkemihan dan muskuloskeletal, yang dapat pula menimbulkan komplikasi akut dan resiko kematian. Disamping dampak terhadap sistem tubuh meningitis pun dapat merubah pola hidup seseorang karena tidak jarang kasus meningitis meninggalkan gejala sisa berupa kecacatan seperti : ketulian, gangguan penglihatan, dan kelumpuhan.
Berdasarkan angka kejadian dan dampak penyakit meningitis tuberkulosis sebagai konsekuensi dari meningkatnya angka penderita TB dan kompleknya masalah yang ditimbulkan akibat infeksi meningitis tuberkulosis, serta dampaknya terhadap kehidupan baik fisik, sosial, dan ekonomi klien, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan meningitis tuberkulosis, untuk dijadikan sebagai bahan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul " ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. A DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN : MENINGITIS TUBERKULOSIS DI RUANG 19 A PERAWATAN PENYAKIT SARAF WANITA PERJAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG".
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman secara nyata dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis dapat :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis.
b. Membuat perencanaan pada klien dengan gangguan sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis.
c. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis.
d. Menilai keberhasilan atau evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis.
C. METODE PENULISAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Sedangkan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Wawancara.
Menggunakan komunikasi lisan meliputi auto anamnesa yang didapat langsung dari klien atau allo anamnesa yang didapat dari keluarga klien.
b. Observasi.
Dilakukan dengan melihat kondisi klien secara fisik, mengamati klien baik dari sikap secara psikologis.
c. Pemeriksaan Fisik.
Dilakukan secara “ head to toe ” meliputi teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
d. Studi Dokumentasi.
Dengan melihat hasil laboratorium dan terapi, serta melihat catatan perkembangan kesehatan klien selama dirawat di rumah sakit yang terlampir dalam status klien.
e. Studi Kepustakaan.
Dengan melihat konsep dan teori yang berhubungan dengan asuhan keperawatan klien dengan meningitis tuberkulosis.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah meningitis tuberkulosis, tujuan, metode dan sistematika penulisan
BAB II
: Tinjauan Teori, terdiri dari konsep dasar penyakit yang berisi pengertian, anatomi dan fisiologi selaput otak , etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, klasifikasi meningitis, dampak terhadap sistem tubuh lain, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan medik. konsep dasar proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III
: Tinjauan Kasus dan Pembahasan, terdiri dari asuhan keperawatan pada Ny. A dengan Gangguan Sistem Persarafan : Meningitis Tuberkulosis di Ruang 19A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Selain itu juga berisi tentang pembahasan masalah dan kesenjangan yang dihadapi selama melakukan asuhan keperawatan serta alternatif pemecahan masalah.
BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, berisi uraian-uraian kesimpulan dari penerapan langkah-langkah proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian hingga evaluasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
a. Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy, 2000).
Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat lain.
Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181) adalah komplikasi infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier.
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak, parenkim otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder sebagai akibat penyebaran infeksi tuberkulosis ditempat lain umumnya paru-paru.
b. Tuberkulosis (TB)
TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson 1995 : 753)
2. Anatomi Fisiologi
a. Meningen
Meningen adalah ketiga lapisan jaringan ikat non neural yang menyelubungi otak dan medulaspinalis, berindak sebagai peredam syok atau “syok absosber” dan berisikan cairan serebrospinalis. Cairan serebospinalis ditemukan pada sistem ventrikel dan rongga sub arakhnoid. Ketiga lapisan meningen terdiri dari :
1) Duramater atau Dura (pakimenings)
Duramater merupakan lapisan terluar meningen, berupa membran yang padat, kuat dan tidak lentur. Berlapis dua sekitar otak dan berlapis satu sekitar medulla spinalis. Lapisan luar bertindak sebagai periosteum dan terikat kuat pada tulang. Lapisan dalam terdapat dalam rongga subdural. Lapisan dalam duramater terpisah dari lapisan luar tempat terbentuknya sinus dura.
2) Arakhnoid
Arakhnoid adalah lapisan tengah dari meningen yang avaskular, rapuh, tipis dan transparan. Seperti halnya dengan duramater, menyebrangi sulki dan hanya menuju kedalam fisura-fisura utama saja. Dari membran arakhnoid banyak trabekula halus menjurus kearah pia sehingga memberi gambaran sebagai sarang laba-laba.
Lapisan luar arakhnoid terdiri dari sel yang menyerupai endotel disebut sebagai meningotelial atau sel arakhnoid. Inti sel-sel tersebut tersusun dalam lapisan tunggal, ganda atau multipel menghadap kearah rongga sub dural. Lapisan dalam arakhnoid dan trabekula ditutup oleh sel mesotelial yang dapat memberikan respon terhadap berbagai rangsangan dan dapat membentuk fagosit.
Granulasi arakhnoid adalah proyeksi pia-arakhnoid yang masuk kedalam sinus sagitalis superior. Granulasi ini disebut juga badan pacchioni, masing-masing terdiri dari sejumlah villi arakhnoid yang berfungsi sebagai katup satu arah yang melewatkan bahan-bahan dari cairan serebrospinal masuk kedalam sinus-sinus.
3) Piamater atau Pia (Leptomenings)
Piamater adalah lapisan meningen terdalam yang melekat erat dengan jaringan otak dan medulla spinalis, yang mengikuti setiap kontur (sulki dan fisura) sambil membawa pembuluh darah kecil yang memberi makanan pada jaringan saraf dibawahnya.
Membran pia-glial dibentuk oleh eritrosit “end feet” yang berakhir di pia. Piamater nampaknya berperan sebagai barrier atau penghalang masuknya benda-benda dan organisme yang dapat merusak.
Gambar 1. Anatomi meningen otak
Sumber : Van de Graff, Kent. M. (1984)
b. Rongga Sub Arakhnoid
Rongga sub arakhnoid merupakan rongga leptomeningeal yang terisi cairan serebrospinal. Semua pembuluh darah, saraf otak serta medulla spinalis melewati cairan tersebut, sehingga bilamana terjadi infeksi pada rongga ini, maka pembuluh darah dan saraf dapat terkena proses peradangan. Arteritis dan flebitis dapat menyebabkan iskemi atau nekrosis jaringan otak.
Rongga sub arakhnoid tidak berhubungan dengan rongga sub dural, karena itu leptomeningitis tidak menyebar kedalam rongga sub dural kecuali pada meningitis oleh haemofilus influenza.
c. Sisterna Rongga Sub Araknoid
Rongga sub arakhnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis memiliki variasi-variasi setempat. Pada dasar otak dan sekitar batang otak, pia dan arakhnoid memisah dan membentuk beberapa rongga besar yang disebut sisterna sub araknoid.
Tiga sisterna pada aspek ventral batang otak :
Sisterna khiasmatika yang berada didaerah khiasma optika.
Sisterna interpendunkularis yang berada di fosa interpedunkularis dari mesensefalon.
Sisterna pontin yang berada pada pertemuan pons dengan medula atau “Pons medullary junction”.
Dua sisterna di aspek posterior batang otak :
Sisterna serebromedularis (sisterna magna) yang merupakan salah satu sisterna terbesar, sisterna ini berada diantara pleksus khoroid medulla dan serebelum. Foramina ventrikel IV membuka kedalam sisterna ini.
Sisterna superior (sisterna ambiens) sisterna ini mengelilingi permukaan superior dan lateral mesensefalon didalam sisterna ini ditemukan vena serebri magna, arteri serebri posterior dan serebeli superior
d. Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel merupakan suatu seri rongga-rongga di dalam otak yang saling berhubungan, dilapisi ependima dan berisi cairan serebrospinal yang dihasilkan dari darah oleh pleksus khoroid.
Rongga-rongga dalam sistem ini terdiri dari sepasang venterikel lateralis (kiri dan kanan), ventrikel III dan ventrikel IV. Kedua rongga ini dihubungkan oleh aquaduktus silvii.
Kedua ventrikel lateralis berada di dalam hemisfer serebri dan masing-masing dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen interventrikularis dari monro. Setiap ventrikel lateralis terdiri dari 4 bagian yaitu :
Kornu anterior
Sela media
Kornu inferior atau temporal
Kornu posterior
Ventrikel ventrikel III adalah suatu rongga ventrikel tipis di garis tengah, diantara pasangan ventrikel lateralis. Ventrikel IV berhubungan dengan rongga sub arakhnoid melalui kedua foramina dari luscka dan foramina magendi. Kedua foramen dari luscka terletak dalam sudut pons dan medulla. Foramen magendi terletak sebelah belakang medulla dan menghadap sisterna magna.
Setiap ventrikel mempunyai pleksus khoroid, yang paling besar adalah pleksus khoroid ventrikel lateralis.
e. Pleksus Khoroid dan Cairan Serebrospinal
1) Pleksus khoroid
Pleksus khoroid merupakan anyaman kaya dari pembuluh-pembuluh darah piamater yang menjorok kesetiap rongga ventrikel, membentuk filter semi permeabel antara darah arteri dan cairan serebrospinal. Setiap pleksus khoroid diliputi oleh satu lapisan epitel ependima.
Tela khoroidea dari ventrikel lateralis adalah suatu membran tipis seperti jaring laba-laba yang melalui foramen interventrikularis, berhubungan langsung dengan pleksus khoroid ventrikel III. Tela ini dibentuk oleh invaginasi ependima oleh lipatan-lipatan vaskular.
2) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah filtrat darah yang jernih tidak berbau dan hampir bebas protein. Cairan serebrospinal dibentuk di ventrikel-ventrikel dan beredar didalam rongga sub arakhnoid.
Fungsi cairan serebrospinal adalah menunjang dan membantali susunan saraf pusat terhadap trauma.
f. Peredaran Darah Otak
1) Peredaran darah arterial
Suplai peredaran darah arterial kestruktur-strukur intra kranial pada dasarnya berasal dari cabang-cabang kedua arteri karotis interna dan kedua arteri vertebralis.
a) Arteri karotis interna
Arteri karotis interna keluar dari percabangan karotis komunis leher. Pembuluh darah ini naik menuju basis kranii, membelah sebagai suatu pembuluh bentuk sigmoid di dalam sinus kavernosus.
Arteri karotis interna hanya memberi cabang di rongga tengkorak, terdiri dari :
(1) Arteri optalmika
Arteri ini mempunyai cabang penting yaitu arteri sentralis retinae yang berjalan ditengah-tengah nervus optikus dan berakhir diretina.
(2) Arteri khoroidalis anterior
Arteri khoroidalis anterior mengikuti traktus optikus sampai pada ketinggian korpus genikulatum lateralis dan kemudian menjadi bagian dari pleksus khoroid ventrikel lateralis.
Pembuluh darah ini juga memberi cabang-cabang ke pedunkulus serebri, kapsula interna, nukleus kaudatus, hipokampus dan traktus optikus.
(3) Arteri serebri anterior dan media
Kedua arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri karotis interna. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada lobus frontalis. Didalam fisura longitudinalis serebri dapat ditemukan arteri komunikans anterior. Cabang-cabang arteri serebri anterior berjalan menuju sisi medial lobus frontalis dan parietalis, substansia perforata anterior, septum pellusidum dan sebagian dari korpus kalosum. Arteri striata medialis memberi darah pada nukleus kaudatus, putamen dan bagian anterior kapsula interna.Arteri serebri media memberi cabang-cabang kesisi lateral lobus temporal dan parietal.
Arteri striata lateralis memperdarahi ganglia basalis dan kapsula interna. Arteri komunikans posterior bersatu dengan ramus serebri posterior arteri basilaris. Dalam perjalanannya memberi cabang ke kapsula interna dan talamus
b) Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang-cabang dari arteri sub klavia. Cabang-cabangnya adalah arteri spinalis anterior dan posterior serta arteriae serebelaris inferior posterior.
Arteri basilaris dibentuk oleh kedua gabungan arteri vetrebralis, berjalan pada aspek ventral pons. Cabang-cabangnya meliputi arteriae pontin, sereberalis inferior anterior, labirintin, serebralis superior dan sereberalis posterior.
Arteri terakhir memperdarahi sisi medial dan inferior lobus oksipitalis dan temporalis serta cabang-cabang khoroidal posterior ke pleksus khoroid ventrikel III dan ventrikel lateralis.
c) Sirkulus willisi
Sirkulus willisi dibentuk oleh arteri-arteri komunikan anterior dan posterior serta bagian proksimal arteri-arteri serebri anterior, media dan posterior.
Fungsi sirkulus willisi memungkinkan suplai darah yang adekuat ke otak bilamana timbul oklusi arteri karotis atau vertebralis. Banyak arteri keluar dari lingkaran ini, masuk ke substansia otak dan arteri-arteri ini sangat penting oleh karena selain berkaliber kecil sehingga mudah tersumbat, juga merupakan “end artery” tanpa peredaran kolateral dan memperdarahi daerah-daerah vital.
2) Peredaran darah vena
Peredaran darah vena tidak berperan besar dalam meningitis tuberkulosis. Terdiri dari vena serebral internal dan eksternal. Tempat berakhirnya vena-vena otak ini di sinus-sinus duramater.
3. Etiologi
Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur yang berbeda meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua micobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada manusia.
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang, berukuran 0,2-0,6¬¬¬m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8 minggu sebelum dinyatakan negatif.
4. Manifestasi Klinik
Meningitis tuberkulosis umumnya memiliki onset yang perlahan. Terdapat riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki TB aktif atau riwayat batuk lama, berkeringat malam dan penurunan berat badan beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum gejala infeksi susunan saraf pusat muncul.
Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya mirip dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum (malaise), demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang timbul dan muntah. Setelah gejala awal berlangsung selama sekitar 2 minggu timbul gejala nyeri kepala yang persisten dan nyeri tengkuk yang berhubungan dengan rangsang meningeal, timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial dan defisit neurulogik fokal (parese pada nervus kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri pada basis kranii disertai penyempitan dan pembentukan trombus pada lumennya menimbulkan iskemik dan infark serebri dengan berbagai defisit neurologi sebagai akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII dan VIII sering mengalami kompresi oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut terjadi gerakan involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin menurun dan terjadi hidrosefalus.
Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa kejang, stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau rigiditas dengan atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan serebrospinalis.
5. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru. Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan dari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi. Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya disebut kompleks “Ghon”. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi penyebaran hematogen.
Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya.
Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan akan terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen ke jaringan disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.
Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai “Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.
Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis
Inhalasi kuman TB
Paru-paru
Penyebaran limfohematogen
TB paru primer Dorman di otak Organ lain
Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih
pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang
Tuberkel melunak dan pecah
Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid
Terbentuk eksudat
Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2
Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan :
- lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag
Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks
Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron
Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan nervus kranial II, III, IV, VI, VII, VIII
Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi LCS
Hidrosefalus komunikan
Bagan 1
Patofisiologi
6. Klasifikasi
Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi meningitis dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosis.
a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang sub arakhnoid.
b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau basilus influenza.
c. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mikobakterium tuberkulosis.
Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2 golongan yaitu :
a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan piamater yang disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma dan ricketsia.
b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater yang meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis penyakit menurut Medical Research Council of Great Britain sebagai berikut :
Stadium I : Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis meningitis, tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik dan kesadaran yang penuh.
Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III
Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi).
7. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain
a. Sistem Pernafasan
Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur pernafasan sehingga kontrol sistem pernafasan tidak adekuat. Pola nafas berubah sehingga pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang, yang berakhir dengan kondisi hipoksia. Kerusakan vaskular pada jaringan susunan saraf pusat akan menghambat proses transportasi oksigen sehingga otak kekurangan oksigen yang berdampak terjadinya kematian sel-sel jaringan otak, distres pernafasan terjadi akibat penekanan pusat pernafasan di medulla oblongata oleh peningkatan tekanan intrakranial.
b. Sistem Kardiovaskular
Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada jaringan selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan pola nafas menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga perfusi jaringan menurun yang ditandai dengan adanya sianosis pada beberapa bagian tubuh tekanan darah meningkat atau menurun dan frekuensi nadi meningkat.
c. Sistem Pencernaan
Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk menangani dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan dari hipotalamus. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi asam lambung yang menyebabkan hiper asiditas yang akan menimbulkan mual, muntah dan nafsu makan berkurang. Pada kondisi yang kronis keadaan ini akan menimbulkan iskemi mukosa lambung dan kerusakan barier mukosa sehingga terjadilah perdarahan lambung (stress ulcer) maka pada kondisi tersebut asupan nutrisi klien tidak adekuat yang menimbulkan klien kurang nutrisi.
d. Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme terutama jika dalam kondisi kekurangan kalori protein (KKP).
e. Sistem Persarafan
Proses peradangan meningen dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol kesadaran yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi penekanan pada saraf pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola nafas tidak efektif. Pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus optikus yang dapat mengganggu fungsi visual, kerusakan nervus III, IV, VI yang dapat mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan nervus VIII yang dapat mengganggu fungsi pendengaran. Pada proses peradangan akan menimbulkan respon nyeri yang akan merangsang korteks sesebri dan dalam keadaan lanjut dapat menimbulkan iritasi meningen yang ditandai dengan adanya kaku kuduk, kernig positif, brudzinski I dan II, serta laseque positif.
f. Sistem muskuloskeletal
Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan dalam perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan otot-otot dan terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat melakukan aktifitas gerak tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya kontraktur dapat memperberat kondisi.
g. Sistem Integumen
Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehingga timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan, selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi pemeriksaan Rontgent thorax, CT-scan, MRI.
Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent thoraks, kadang-kadang disertai dengan penyebaran milier dan kalsifikasi. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma. Gambaran rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkan diagnosa meningitis tuberkulosis.
b. Tes Tuberkulin
Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat, tidak menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya untuk mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih kurang sensitif. Namun pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak memiliki nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya menandakan adanya riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis, dan dapat memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya.
c. Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang efektif untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan serebrospinal yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:
1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.
2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan predominan limfosit.
3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50% nilai glukosa darah.
4) Peningkatan kadar protein.
d. Bakteriologi
Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki akurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan serebrospinal.
e. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari mycobacterium atau respon tubuh penderita terhadap mycobacterium. Yang tergolong pemeriksaan biokimia antara lain:
1) Bromide Partition Test (BPT)
2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)
3) Tuberculostearic Acid
f. Tes Immunologis
Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam cairan serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes imunologis antara lain:
1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)
2) Polymerase Chain Reaction (PCR)
9. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:
a. Perawatan umum
Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, posisi klien, perawatan kandung kemih, dan defekasi serta perawatan umum lainnya sesuai dengan kondisi klien.
b. Kemoterapeutik dengan obat anti tuberkulosis
Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah menyembuhkan penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya, mencegah kematian akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps, mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan.
Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda dengan terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah bahwa pilihan OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam konsentrasi yang cukup untuk mengeliminir basil intra dan ekstraselular. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk meningitis tuberkulosis adalah :
1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.
2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.
3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.
4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai dengan 1500 mg / hari.
5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan dosis 30-50 mg / kg BB / hari.
6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini terutama jika terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik maka dosis dapat diturunkan secara bertahap.
Efek samping OAT
(a) Isoniazid (H)
Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari kasus. Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan setelah pemeriksaan faal hati kembali normal pengobatan dapat dilaksanakan kembali
Efek samping ringan berupa
(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan nyeri otot
(2) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra
(3) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal
(b) Rifampisin (R)
Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang kadang-kadang disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik, purpura dan gagal ginjal
Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam, nyeri tulang, nyeri perut, mual muntah dan kadang-kadang diare.
(c) Pyrazinamid (Z)
Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang serangan penyakit gout.
(d) Ethambutol (E)
Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami gangguan sistem persarafan, perawat dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis, karena tidak jarang kliennya mengalami penurunan kesadaran, sehingga perawat bekerja sepihak. Walaupun kondisinya demikian perawat tetap harus menggunakan metoda pendekatan pemecahan masalah (problem solving) melalui proses keperawatan.
Proses keperawatan yaitu serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan secara optimal.tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara komprehensif yang saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain dari mulai pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana pada tahap ini perawat melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara, pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan keperawatan atau tim kesehatan lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk mendapatkan diagnosa keperawatan yang merupakan masalah klien. Tahap pengkajian ini terdiri dari :
a. Pengumpulan data
1) Identitas
a) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit meningitis adalah:
- Umur : meningitis adalah penyakit sistem persarafan yang dapat terjadi pada semua umur, dewasa maupun anak.
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi terhadap pengetahuan klien tentang penyakit meningitis
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan tubuh klien rendah dan mudah jatuh sakit.
b) Identitas penanggung jawab meliputi:
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling utama adalah adanya nyeri kepala atau penurunan kesadaran yang disertai kejang.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan keluhan pada saat pengkajian, dikembangkan dengan menggunakan analisa PQRST.
P: Provokatif/paliatif
Apakah yang meyebabkan keluhan dan memperingan serta memberatkan keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis biasanya disebabkan oleh adanya iritasi meningen. Nyeri di rasakan bertambah bila beraktivitas dan berkurang jika beristirahat.
Q : Quantity / Quality
Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa sering keluhan itu muncul. Nyeri kepala dirasakan menetap dan sangat berat.
R: Region / Radasi
Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan sejauh mana.
S : Scale
Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang dan berat. Nyeri kepala pada klien meningitis sangat berat (skala : 5), dikarenakan adanya iritasi meningen yang disertai kaku kuduk.
T : Timing
Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-ulang, dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan nyeri dirasakan menetap/terus menerus karena iritasi meningen.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji kebiasaan klien : merokok, minum-minuman beralkohol, riwayat batuk lama / infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak atau tanpa dahak (dahak berdarah / tidak). Riwayat kontak dengan penderita TBC. Apakah klien punya riwayat trauma kepala atau tulang belakang. Riwayat infeksi lain seperti Otitis media dan mastoiditis.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit yang sama dengan klien, riwayat demam disertai kejang. Adanya penyakit menular seperti TBC.
3) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Gejala yang ditemukan biasanya didapatkan pernafasan cepat dan dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk berdahak, ronkhi positif.
b) Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Pada kasus lebih lanjut akral menjadi dingin, terjadi sianosis dan capillary refil time (CRT) lebih dari 3 detik.
c) Sistem Percernaan
Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah serta anoreksia bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus kranial pada nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan. Pada kondisi ini akan menimbulkan hipersekresi HCl iskemia mukosa lambung dan kerusakan barrier mukosa erosi hemoragik lambung (perdarahan lambung) sehingga terjadi penurunan berat badan dan jatuh pada kondisi kurang kalori protein (KKP).
d) Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme terutama jika dalam kondisi KKP.
e) Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian pada sistem muskuloskeletal perlu diarahkan pada kerusakan motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di kaji rentang gerak dari ekstremitas.
f) Sistem Integumen
Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai dampak infeksi sistemik, selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.
g) Sistem persarafan
Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan dengan sistem persarafan sangat kompleks. Pada penyakit meningitis terjadi peradangan selaput otak dan parenkim otak yang merupakan pusat sistem persarafan. Gangguan yang muncul tersebut antara lain: kerusakan saraf pengontrol kesadaran yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, pola nafas tidak efektif akibat peningkatan tekanan intrakranial yang menekan pusat pernafasan dan kerusakan pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus kranial lain yang umum terkena adalah nervus I, III, IV, VI, VIII. Pada penyakit meningitis terdapat tanda yang khas yaitu tanda-tanda iritasi meningen: kaku kuduk positif, brudzinski I, II positif, kernig dan laseque positif. Selain itu gejala awal yang sering terjadi pada meningitis adalah sakit kepala dan demam yamg diakibatkan dari iritasi meningen, juga didapat adanya manifestasi perubahan perilaku yang umum terjadi, yaitu letargik, tidak responsif dan koma. Kejang sekunder dapat terjadi juga akibat area fokal kortikal yang peka. Alasan yang tidak diketahui, klien meningitis juga mengalami "foto fobia" atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi
Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah, anoreksia dan bila pasien mengalami penurunan kesadaran, reflek menelan terjadi penurunan, sehingga klien harus dipasang naso gastric tube (NGT).
b) Eliminasi
Pada umumnya klien dengan penurunan kesadaran akan terjadi inkontinensia urine sehingga harus dipasang dower kateter.
c) Istirahat tidur
Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala hebat akibat peningkatan tekanan intra kranial. Hal ini merupakan mecanoreceptor terhadap reticular activating system ( RAS ) sebagai pusat tidur jaga.
d) Personal hygiene
Bisa mengalami gangguan pemenuhan ADL termasuk personal hygiene akibat kelemahan otot terutama pada klien dengan penurunan kesadaran.
5) Data psikologis
Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena perawatan lama di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah sakit akibat hospitalisasi.
Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah akibat perubahan bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak berharga, rendah diri dan kehilangan peran.
Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit meningitis dapat membatasi kehidupan klien sehari-hari.
6) Data sosial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas disekitarnya baik ketika di rumah atau di rumah sakit. Klien biasanya menjadi tidak peduli dan lebih banyak diam akan lingkungan sekitarnya.
7) Data spiritual
Pengkajian ditujukan terhadap harapan kesembuhan, kepercayaan dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta keyakinan yang dianut oleh klien ataupun keluarga klien.
8) Data Penunjang
a) Laboratorium
(1) Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
(2) Analisis cairan serebrospinalis melalui lumbal fungsi.
Karakteristik cerebro spinalis fluid (CSF) pada meningitis tuberkulosis adalah :
(a) Warna CSF jernih
(b) Jumlah sel eritrosit dan leukosit meningkat.
(c) Biokimia:
- Kalium meningkat
- Klorida menurun
- Glukosa menurun
- Protein meningkat
b) Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya penyakit saluran nafas sebagai infeksi primer.
c) Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet dan rongga sinus yang mengalami sinusitis.
d) Scanning / CT Scan untuk menemukan adanya patologi otak dan medulaspinalis.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan menggabungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. Merupakan suatu proses berpikir yang meliputi kegiatan pengelompokkan data dan menginterpretasikan kelompok data dan membandingkan dengan standar yang normal serta menentukan masalah atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis adalah:
Menurut Doenges, 1993 : 311-319
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman patogen.
2) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
3) Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan penurunan kesadaran
4) Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf pusat.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
6) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem saraf.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
8) Kurang pengetahuan tentang penyebab infeksi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Tucker (1993:522-524).
9) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hypertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
11) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
2. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan merumuskan intervensi dan rasional secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi, situasi dan lingkungan klien.
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman patogen secara hematogen.
Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Kriteria :
- Suhu tubuh normal 36-37°C
- Klien ditempatkan di ruang isolasi
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan Pada fase awal meningitis meningokokus atau infeksi ensepalitis lainnya, isolasi mungkin diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain.
2. Pertahankan teknik aseptik dan
teknik cuci tangan yang tepat
baik klien atau pengujung
maupun staf. Pantau dan batasi
pengunjung/staf sesuai kebutuhan. Menurunkan resiko klien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi (misalnya: individu yang mengalami infeksi saluran pemafasan atas).
3. Pantau suhu secara teratur. Catat munculnya tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
Terapi obat biasanya akan diberikan terus selama kurang dari 5 hari setelah suhu turun (kembali normal) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis yang terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat
bertahan sampai berminggu-
minggu/berbulan-bulan atau terjadi
penyebaran patogen secara
hematogen/sepsis.
4. Teliti adanya keluhan dari dada, berkembangnya nadi yang tidak teratur/disritmia atau demam yang terus menerus. Infeksi sekunder seperti
miokarditis/perikarditis dapat
berkembang dan memerlukan intervensi
lanjut.
5. Auskultasi suara nafas. Pantau kecepatan pernafasan dan usaha pernafasan.
Adanya rorchi/mengi, takhipne dan peningkatan kerja pernafasan mungkin mencerminkan adanya akumulasi sekret dengan resiko terjadinya infeksi pernafasan.
6. Ubah posisi klien dengan teratur dan anjurkan untuk melakukan nafas dalam.
Mobilisasi sekret dan meningkatkan kelancaran sekret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernafasan.
7. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih/ginjal/awitan sepsis.
8. Kolaborasi
Berikan terapi antibiotik IV sesuai indikasi: penisilin G, Ampisilin, Kloramfenikol, Gentamisin,
Amfoterisin B. Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitifitas individu. Catalan: Obat intratekal mungkin diindikasikan untuk basilus Gram-negatif, jamur, amuba.
b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi serebral
Kriteria :
- Tingkat kesadaran membaik
- Tanda-tanda vital stabil
- Tidak adanya nyeri kepala
- Tidak adanya tanda peningkatan TIK
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma / penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukan klien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk mementau tekanan TIK atau pembedahan.
2. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya: GCS) Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan, lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
3. Pantau tanda-tanda vital meliputi TD, Nadi, Respirasi Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda adanya peningkatan TIK nafas yang tidak teratur dapat menunjukan lokasi gangguan serebral dan tanda adanya peningkatan serebral.
4. Bantu klien untuk menghindari manuver valsava, seperti batuk, mengejan.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra thoraks yang akan meningkatkan TIK
5 Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai.
Petunjuk non verbal ini menunjukan adanya peningkatan TIK atau adanya nyeri kepala.
6 Kaji adanya peningkatan rigiditas, regangan, peka rangsang, serangan kejang. Merupakan indikasi dari iritasi meningeal yang dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan dari duramater atau perkembangan infeksi.
7 Tinggikan kepala klien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko peningkatan TIK.
8 Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi seperti dexametason Menurunkan inflamasi yang selanjutnya menurunkan oedema jaringan.
c. Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya kejang akibat iritasi korteks serebral.
Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.
Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Monitor adanya kejang/ kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain. Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
2. Berikan keamanan pada klien
dengan memberi bantalan pada
penghalang tempat tidur,
pertahankan penghalang
tempat tidur tetap terpasang
dan pasang jalan nafas buatan
plastik atau gulungan lunak
dan alat penghisap.
Melindungi klien jika terjadi kejang. Catatan: Memasukan jalan nafas buatan/ gulungan lunak hanya jika rahangnya relaksasi, jangan dipaksa, memasukan ketika giginya mengatup karena dapat merusak jaringan lunak.
3. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian obat sesuai indikasi,
seperti Fenitoin (dilantin),
diazepam (valium),
fenobarbital (luminal)
Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang. Catatan: Fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernafasan dan sedatif serta menutupi tanda/ gejala dari peningkatan TIK.
d. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf pusat.
Tujuan : Nyeri hilang
Kriteria :
- Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
2. Letakan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata. Meningkatkan vasokontriksi, menumpulkan persepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri.
3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidak nyamanan lebih lanjut.
4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan lakukan massase otot daerah bahu atau leher. Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
e. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Kriteria : Klien mampu melakukan mobilisasi.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi dan pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Kaji derajat imobilisasi klien dengan menggunakan skala ketergantungan Klien mampu mandiri (nilai 0) atau memerlukan bantuan/ peralatan yang minimal (nilai 1); memerlukan bantuan sedang dengan pengawasan / diajarkan (nilai 2); memerlukan bantuan / peralatan yang terus menerus dan alat khusus (nilai 3); atau tergantung secara total pada pemberian asuhan (nilai 4). seseorang da lam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan namun kategori dengan nilai 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
3. Berikan atau bantu untuk melakukan latihan rentang gerak/ROM.
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis
4. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab dan ganti linen / pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem saraf.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan sensori
Kriteria :
- Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/afektif, sensorik dan proses pikir. Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi.
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul, dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain. Informasi penting untuk keamanan klien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatkan atau penurunkan sensitifitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon secara sesuai dengan stimulus.
3. Berikan stimulasi yang bermanfaat secara verbal, penciuman, taktil, pendengaran . Membantu klien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi, gangguan fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas.
4. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunokasi dan melakukan aktifitas. Menurunkan frustrasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan atau pola respon yang menunjang.
g. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria :
- Frekuensi nafas normal 16 - 20 x /mt
- Irama nafas reguler.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Kaji dan pantau frekuensi pola dan irama nafas Perubahan pola nafas tidak efektif merupakan tanda berat adanya peningkatan tekanan intrakranial yang menekan medulla oblongata
2. Pertahankan jalan nafas efektif dengan melakukan pembersihan jalan nafas seperti pengisapan lendir dan oral hygiene.
Lendir yang berlebihan akan menumpuk dan menimbulkan obstruksi jalan nafas.
3. Berikan O2 sesuai order dan monitor efektifitas pemberian oksigen tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam darah dan jaringan.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan leher dan posisi netral. Posisi leher yang ekstensi / menekuk mengakibatkan jalan nafas terhambat.
h. Gangguan keseimbangan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh terpenuhi.
Kriteria : Suhu tubuh 36 - 37 °C, keringat berkurang, klien tidak merasakan panas badan.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Berikan kompres dingin pada daerah yang banyak pembuluh darah sampai suhu badan kembali normal.
Kompres dingin dapat menimbulkan proses konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak fisik antara kedua objek tersebut.
2. Anjurkan pada klien untuk mengenakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Dengan pakaian tipis memudahkan penyerapan keringat dan memberi rasa nyaman.
3. Observasi tanda-tanda vital suhu, tensi, respirasi, dan nadi. Untuk mengetahui lebih lanjut tindakan yang akan dilakukan.
4. Kolaborasi pemberian terapi antipiretik.
Antipiretik berfungsi menghambat panas pada hipotalamus.
i. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan : Ganguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria : Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit seperti : kemerahan dan lecet pada kulit.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Atur dan rubah posisi tidur klien setiap 2 jam. Dapat mengurangi tekanan yang terus menerus yang menimbulkan sirkulasi yang optimal pada daerah penekanan.
2. Berikan bantalan pada area tubuh yang menonjol dan berada pada permukaan tempat tidur. Dengan diberikan bantalan pada daerah penekanan akan mengurangi tekanan efek sirkulasi yang tidak lancar.
3. Lakukan masase pada daerah penekanan seperti bokong, siku dan turn it setiap hari.
Tindakan masase sebagi stimulus terhadap vasodilatasi bagi vaskuler yang mengalami kontriksi pada permukaan sehingga akan membantu melancarkan sirkulasi pada daerah tersebut.
4. Observasi tanda dekubitus seperti lecet, kemerahan pada siku, tumit, bokong dan daerah punggung setiap hari
Bila ditemukan tanda-tanda dekubitus segera ambil tindakan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan jaringan kulit yang berlebihan.
j. Gangguan rasa aman: cemas klien atau keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan klien dirumah.
Tujuan : cemas dapat diatasi
Kriteria :
- Klien atau keluarga mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
- Klien atau keluarga tampak rileks (tidak memperlihatkan kecemasan seperti gelisah)
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien/keluarga. Catat tanda-tanda verbal atau non verbal. Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya. Meningkatkan pemahaman,
mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas.
3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan.
Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan otak.
4. Libatkan klien/keluarga dalam
perawatan, perencanaan
kehidupan sehari-hari,
membuat keputusan sebanyak
mungkin.
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.
k. Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan reflek menelan (disfagia) atau adanya rasa rnual,muntah dan anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- Disfagia dapat diatasi
- Tidak terjadi aspirasi.
- Mual, muntah dan anoreksia tidak ada.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Timbang berat badan seminggu sekali.
Untuk mengetahui efektivitas therapi.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu perencanaan makanan.
Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang dapat membantu kebutuhan nutrisi klien dan langsung mempersiapkan kebutuhan nurisi kliennya.
3. Jika masukan makanan hanya
sedikit, BB terus menerus turun
selama 5 hari, status
menunjukkan kekurangan
nutrisi kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian nutrisi
parenteral total (NPT).
NPT mensuplai protein dan kalori,asam lemak dan vitamin dapat diberikan IV bersama-sama larutan NPT, protein, Karbohidrat dan lemak penting untuk fungsi dan perkembangan sel.
4. Bila terjadi disfagia kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT.
Dengan NGT dapat menghindari terjadinya aspirasi karena kelemahan reflek menelan.
5. Kolaborasi pemberian obat H2 reseptor antagonis sesuai advis.
H2 reseptor antagonis dapat menghambat produksi HCl atau menetralisir asam lambung.
l. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan : dehidrasi berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh tidak terjadi.
Kriteria :
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler cepat.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Kaji perubahan tanda vital.
Peningkatan suhu / demam meningkatkan laju dan kehilangan cairan tubuh melalui evaporasi.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa.
Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas melalui mulut dan oksigen tambahan.
3. Catat / lapor keluhan mual atau muntah.
Adanya gejala menurunkan masukan oral.
4. Pantau intake dan output Berikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti.
5. Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari sesuai kondisi
Pemenuhan kebutuhan dasar cairan.
6. Berikan obat sesuai indikasi,
misalnya antipiretik,
antiemetik. Berguna untuk menurunkan kehilangan
cairan.
7. Berikan cairan tambahan melalui IV sesuai dengan kebutuhan. Adanya penurunan masukan/banyak
kehilangan, penggunaan parenteral
dapat memperbaiki / mencegah
kekurangan cairan.
3. Pelaksanaan
Merupakan tahap pelaksanaan tindakan dari rencana perawatan yang telah ditetapkan untuk mengatasi masalah yang ditemukan.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan perawatan dalam memecahkan masalah yang ditemukan dalam kebutuhan klien dengan cara menilai tujuan yang ditetapkan.
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1) Data Biografi
a) Identitas klien
Nama : Ny. A
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan pabrik
Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia
Status marital : Menikah
Tanggal masuk RS : 27 Juli 2005
Tanggal pengkajin : 08 Agustus 2005
Diagnosa medik : Meningitis Tuberkulosis Grade II
Nomor medrek : 05 07 0979
Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01
Rancaekek Kabupaten Bandung
b) Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. D
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01 Ranca ekek Kabupaten Bandung
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Keluhan utama saat masuk RS
Tiga minggu sebelum masuk RS klien mengatakan sering nyeri kepala, nyeri kepala dirasakan klien semakin bertambah parah disertai muntah 1 kali, keluhan nyeri kepala berkurang bila minum obat sakit kepala. Satu minggu sebelum masuk RS klien mengeluh panas tinggi lalu berobat ke klinik pengobatan namun tidak ada perubahan, menurut suaminya kesadaran klien menurun, gelisah, dan kejang 1 kali. Klien sempat dibawa ke Puskesmas Ranca ekek, dirawat selama 4 hari dan di diagnosa typhus, tidak ada perubahan pada tanggal 27 Juli 2005 sekitar pukul 09.00 BBWI klien dirujuk ke RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung.
(2) Keluhan utama saat dikaji
Klien mengatakan nyeri pada tangan sebelah kiri dan lemah tidak dapat diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan berkurang jika diistirahatkan, nyeri terutama dirasakan pada daerah siku dengan skala nyeri 3 (0-5), nyeri dirasakan terus menerus.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat batuk lama disangkal oleh klien, berkeringat malam dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, penurunan berat badan ada sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat badan mencapai 4 kg disertai nafsu makan menurun dan mual, riwayat sakit paru-paru diakui klien sejak 1 ½ bulan sebelum masuk rumah sakit tetapi bukan TBC menurut keterangan dari dokter klinik, riwayat kontak dengan penderita TBC disangkal oleh klien, riwayat infeksi telinga, hidung dan mata disangkal oleh klien, riwayat nyeri kepala ada + 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluh sakit pada sendi siku yang diduga karena asam urat, klien mengobati sendiri dengan cara dipijat dan minum jamu anti rheumatik.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang pernah menderita penyakit yang sama, tidak ada yang mempunyai penyakit TBC, hanya saja disekitar rumah klien ada yang menderita penyakit TBC. Riwayat penyakit keturunan seperti diabetes mellitus disangkal oleh klien.
d) Struktur keluarga
Klien tinggal di rumah dengan suami dan anak-anaknya (nuclear family), status sosial ekonomi kurang, klien bekerja hanya sebagai buruh pabrik dan suami saat ini tidak bekerja, klien berobat dengan menggunakan kartu sehat, klien tinggal di rumah kontrakan pada lingkungan yang padat dengan luas rumah 24 m2 (6m x 4m).
3) Pola aktifitas sehari-hari
NO Jenis Aktivitas Sebelum Masuk RS Saat Sakit
1 2 3 4
1 Nutrisi
a. Makan
b. Minum
Klien mengatakan kebiasaan makan di rumah sehari 3 kali dengan jenis makanan nasi, lauk pauk, sayur, jarang mengkon-sumsi buah-buahan. Jumlah yang dimakan biasanya sedikit. Tidak ada pantangan dalam makan keluhan tiga bulan terakhir nafsu makan berkurang.
Klien mengatakan kebiasaan minum di rumah air putih kira-kira 10 gelas/hari
Klien mengatakan saat ini makan sehari tiga kali dengan jenis makanan bubur nasi, lauk pauk seperti telur, tahu, tempe, daging, sayur dan buah. Porsi makan klien biasanya habis tidak lebih dari ½ porsi. Klien mengeluh mual dan nafsu makan kurang.
Klien mengatakan saat ini minum air putih sehari kira-kira 1 botol Aqua besar (1500cc) dan 1 gelas susu yang diberikan dari RS.
2 Eliminasi
a. BAB
b. BAK
Klien mengatakan kebiasaan BAB di rumah sehari 3 kali, dengan konsistensi lembek. Jumlah, warna dan bau normal menurut klien. Tidak ada keluhan saat BAB, dilakukan secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
Klien mengatakan kebiasaan BAK di rumah rata-rata 6 kali/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK. Jumlah urine normal menurut klien.
Klien mengatakan saat ini tidak ada keluhan BAB, frekuensi 2 kali sehari dengan konsistensi lembek. Jumlah, warna dan bau normal menurut klien.
Saat ini klien terpasang dower kateter sejak masuk RS, dengan jumlah urine rata-rata/hari menurut keluarga 2000 cc, saat dimonitor out put urine oleh perawat dari pukul 07.00 s.d 11.00 WIB jumlah urine 400 cc, warna kuning kemerahan, jernih. Klien mengatakan ada keluhan nyeri dan panas setelah BAK.
3 Personal hygiene
a. Mandi
b. Mencuci rambut
c. Gosok gigi
Klien mengatakan kebiasaan mandi di rumah 3 kali sehari, menggunakan sabun.
Klien mengatakan kebiasaan mencuci rambut/ keramas 2 hari sekali menggunakan shampoo.
Klien mengatakan kebiasaan menggosok gigi di rumah dilakukan setiap kali mandi dengan menggunakan pasta gigi.
Klien mengatakan saat ini mandi hanya diseka oleh suaminya, 2 kali sehari.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah mencuci rambut / keramas.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah menggosok gigi, hanya dibersihkan menggunakan kapas lidi oleh perawat.
4
Istirahat tidur
a. Siang
b. Malam
Klien mengatakan di rumah tidak pernah tidur siang.
Klien mengatakan di rumah biasa tidur mulai pukul 20.00 s.d 05.00 BBWI. Klien merasa tidak ada gangguan tidur.
Klien mengatakan di RS kadang-kadang tidur siang selama 1 jam.
Klien mengatakan di RS biasa tidur mulai pukul 20.00 s.d 03.00 WIB. Klien merasa tidak ada gangguan tidur.
5 Kegiatan dan aktifitas Klien mengatakan kegiatan sehari-hari sebelum sakit sebagai karyawan di perusahaan garmen, dan sebagai ibu rumah tangga memasak dan mengasuh anak.
Klien mengatakan selama dirawat tidak memiliki kegiatan apa-apa hanya istirahat di tempat tidur.
4) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak terlihat pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum, tidak terlihat penggunaan otot-otot bantu pernafasan, tulang hidung teraba kokoh, pola nafas normal dengan frekuensi 24 kali/menit, tes kepatenan jalan nafas kuat pada kedua lubang hidung, tidak terlihat adanya deviasi trakhea, pergerakan dada simetris antara kiri dan kanan, vokal fremitus teraba sama antara dada kiri dan kanan pada saat klien mengatakan “tujuh puluh tujuh”, ekspansi paru kiri dan kanan simetris, perkusi dada terdengar suara resonan pada daerah paru, pada auskultasi terdengar ronkhi halus pada lapang paru kiri dan kanan.
b) Sistem Kardiovaskular
Konjungtiva merah muda, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat peningkatan tekanan vena jugularis, iktus kordis teraba pada mid line klavikula sinistra ICS ke 5, auskultasi terdengar bunyi jantung S1 - S2 murni reguler, tidak terdapat clubbing finger, capillary refil time (CRT) kurang dari 3 detik, akral teraba hangat, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali/menit.
c) Sistem Pencernaan
Bibir terlihat lembab, bentuk simetris, lidah kotor, gigi geligi kotor, jumlah 32 buah, fungsi mengunyah dan menelan baik, bentuk abdomen datar, lembut, tidak terdapat luka, bising usus 12 kali/menit, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba adanya massa, perkusi abdomen terdengar suara timpani, tidak terdapat haemorroid.
d) Sistem Perkemihan
Tidak terdapat oedema periorbital, tidak terdengar bruit pada aorta dan arteri renalis, tidak teraba pembesaran pada kedua ginjal, tidak teraba distensi kandung kemih, uretra terpasang dower kateter.
e) Sistem Muskuloskeletal
Tingkat aktifitas klien terbatas, aktifitas klien sebagian besar dibantu oleh keluarga, tingkat ketergantungan klien 3 (0-4), postur tubuh klien tinggi kurus, kepala simetris, bentuk proporsional tidak terdapat nyeri tekan pada tulang kepala, tidak ada keterbatasan gerak pada sendi leher, bentuk tulang belakang normal tidak ada kifosis, lordosis, maupun skoliosis, kekuatan otot ekstremitas
(1) Ekstremitas atas
Tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit, terdapat keterbatasan gerak pada tangan kiri, terdapat pembengkakan dan klien tampak meringis saat dilakukan penekanan pada sendi siku yang bengkak.
(2) Ekstremitas bawah
Gaya berjalan klien tidak dapat dikaji, bentuk kaki kiri dan kanan simetris, tidak tampak adanya atropi otot, tidak terdapat oedema, terdapat tahanan pada pergerakan fleksi sendi panggul.
f) Sistem Integumen
Distribusi rambut merata, warna hitam, tampak kotor dan teraba lengket, rambut tidak mudah dicabut, kulit klien bersih tampak kering dan tidak terdapat pruritus, terdapat luka lecet yang sudah mengering pada bibir atas sampai septum hidung dengan ukuran 2 x 1 x 0,5 cm, turgor kulit cepat kembali dalam 3 detik, suhu tubuh 36,70C, tidak terdapat pitting oedema.
g) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid, tidak terdapat tanda-tanda gangguan hipertiroid (moon face / exoptalmus, tremor).
h) Sistem Persarafan
(1) Tes fungsi serebral
(a) Tingkat kesadaran
Saat dilakukan pengkajian, kualitas kesadaran berada pada tahap Alert/kompos mentis yaitu klien sadar terhadap lingkungan dan siap bereaksi terhadap rangsang dari luar. Sedangkan kuantitas kesadaran klien menurut perhitungan GCS adalah 15(E4 M6 V5)
(b) Status mental
• Orientasi
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu tidak terganggu, dibuktikan dengan klien mampu mengenal suaminya, menyebutkan saat ini ada di rumah sakit, dan saat dikaji mengatakan siang hari.
• Daya ingat
- Long term memory
Memori jangka panjang klien baik, klien dapat menyebutkan tempat sekolah saat SD, dan menyebutkan tahun menikah dengan benar, setelah diklarifikasi kepada suaminya.
- Recent memory
Memori jangka pendek klien baik, klien dapat menyebutkan menu makanan yang baru saja dimakannya dengan benar setelah diklarifikasi kepada suaminya.
• Perhatian dan perhitungan
Kemampuan perhitungan dan perhatian klien masih baik, klien dapat menjawab dengan benar hitungan yang di berikan perawat yaitu: 100 – 7, 93 – 7, 86 – 7, 79 – 7, 72 – 7. dan soal penjumlahan sederhana yaitu: 8 + 3, 6 + 7, 13 + 5.
• Bicara dan Bahasa
Fungsi bicara dan bahasa klien baik, klien mampu berkomunikasi dengan perawat, artikulasi saat bicara baik, dalam mengekspresikan keinginan dan perasaan klien bicara lancar, spontan dan jelas. Klien juga dapat memahami perintah dengan baik saat disuruh melakukan serangkaian tindakan yaitu mengambil senter lalu menyalakannya kemudian memberikan kembali kepada perawat.
(2) Tes fungsi syaraf kranial
(a) Nervus I (olfaktorius)
Fungsi penciuman klien tidak terganggu, klien dapat membedakan bau kopi dengan minyak kayu putih.
(b) Nervus II (optikus)
Fungsi visual dan lapang pandang klien tidak terganggu, klien dapat membaca dua baris kalimat pada buku dengan huruf kecil dari jarak + 30 cm dan lapang pandang klien sama dengan lapang pandang pemeriksa saat dilakukan tes dengan metoda konfrontasi dari Donder.
(c) Nervus III, IV, VI (okulomotorius, trokhlearis, abdusen)
Fungsi nervus III dan IV tidak terganggu, klien dapat menggerakan bola mata kesegala arah kecuali kearah sisi luar (lateral) dan refleks pupil positif terhadap rangsang cahaya, bentuk pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm. Fungsi pergerakan bola mata yang dipersyarafi oleh nervus VI terganggu, terbukti klien tidak dapat menggerakan bola mata kearah sisi luar (lateral) saat dilakukan tes pergerakan bola mata oleh perawat.
(d) Nervus V (trigeminus)
Fungsi nervus V klien tidak terganggu, klien dapat merasakan adanya sentuhan pada saat diusapkan pilinan kapas pada maksila dan mandibula dengan mata tertutup, kelopak mata klien mengedip saat kornea disentuh dengan pilinan kapas serta terabanya kontraksi otot masetter dan temporalis saat klien melakukan gerakan mengunyah.
(e) Nervus VII (fasialis)
Fungsi nervus VII klien tidak terganggu, klien dapat merasakan sensasi rasa manis, asam, asin pada 2/3 anterior lidah saat di tes dengan gula, garam. Klien juga dapat mengerutkan dahi dan tersenyum.
(f) Nervus VIII (akustikus)
Fungsi pendengaran klien tidak terganggu, klien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan benar tanpa diulang dan dapat mendengar saat perawat menggesekan rambut klien.
(g) Nervus IX (glosofaringeus) dan Nervus X (vagus)
Fungsi nervus IX dan X klien tidak terganggu, klien dapat merasakan sensasi rasa pahit saat di tes dengan menggunakan kopi. Terlihat gerakan uvula klien simetris dan terangkat keatas saat klien mengatakan “ah”.
(h) Nervus XI (asesorius)
Fungsi nervus XI klien tidak terganggu, klien mampu melawan tahanan saat menoleh kekanan dan kekiri serta mampu mengangkat bahu dengan tahanan tangan perawat.
(i) Nervus XII (hipoglosus)
Klien dapat menjulurkan lidah serta menggerakannya dengan simetris, yang membuktikan tidak terganggunya fungsi nervus hipoglosus.
(3) Refleks
Refleks fisiologis
- Refleks bisep ++/ tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks trisep ++ / tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks brakhio radialis +/tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks patella ++ / ++
- Refleks tendon achilles ++ / ++
Refleks patologis
- Refleks babinski - / -
- Refleks chaddock - / -
(4) Tes fungsi sensoris
Pada saat dilakukan pengkajian klien dapat membedakan sensasi halus dengan kasar, tajam dengan tumpul, panas dengan dingin. Klien juga dapat mengenal posisi dengan tepat sambil menutup mata saat pemeriksa merubah-rubah posisi jari klien, klien dapat menyebutkan nama benda yang dipegangnya dengan mata tertutup, klien dapat menyebutkan huruf yang dituliskan oleh perawat pada telapak tangannya.
(5) Tes fungsi serebelum
Klien dapat melakukan tes tunjuk hidung dengan baik, klien juga dapat melakukan tes tumit lutut dengan baik.
(6) Tes iritasi meningen
Saat dilakukan pengkajian terhadap tanda-tanda iritasi meningen didapatkan:
- Kaku kuduk (nuchal rigidity)
Tidak terdapat tahanan saat kepala klien difleksikan sehingga penulis menginterpretasikan kaku kuduk negatif.
- Laseque sign
Saat tungkai bawah sebelah kiri difleksikan pada sendi panggul terdapat tahanan dan klien mengeluh nyeri pada posisi + 500 sehingga penulis meng interpretasikan Laseque positif.
- Kernig sign
Tidak terdapat tahanan dan rasa nyeri pada saat tungkai bawah difleksikan pada sendi panggul sampai membuat sudut 900 lalu tungkai bawah diekstensikan pada sendi lutut sampai dengan 1350 sehingga di interpretasikan oleh penulis negatif.
- Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Tidak terjadi fleksi kedua tungkai bawah saat kepala klien di fleksikan sejauh mungkin, interpretasi penulis brudzinski I negatif.
- Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Saat salah satu tungkai bawah difleksikan pada persendian panggul, tungkai yang satu tetap dalam posisi ekstensi. Interpretasi penulis untuk brudzinski II negatif.
5) Data Psikologis
a) Status Emosi
Emosi klien stabil, klien tampak tenang saat dilakukan wawancara maupun pemeriksaan fisik oleh perawat.
b) Kecemasan
Klien tidak tampak tegang dan gelisah
c) Pola Koping
Klien mengatakan jika dirinya mempunyai masalah selalu diceritakan kepada suaminya untuk mencari pemecahannya.
d) Gaya Komunikasi
Klien bicara selayaknya hubungan pasien dan perawat, tidak mendominasi percakapan, apabila ditanya klien menjawab dengan spontan, tidak tampak sedang menyembunyikan data.
e) Konsep Diri
(1) Gambaran Diri / Body Image
Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya dan yang paling disukai dari tubuhnya adalah betis.
(2) Harga Diri
Klien mengungkapkan secara verbal dengan keadaan tubuh saat ini tidak merasa rendah diri, dirinya merasa masih berharga didalam keluarganya baik bagi suami maupun bagi anak-anaknya.
(3) Ideal Diri
Ideal diri klien saat ini adalah ingin segera sembuh dan dapat berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
(4) Peran Diri
Klien merasa kehilangan perannya selama sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya, klien juga mengatakan sering menangis jika teringat anak-anaknya.
(5) Identitas Diri
Klien merasa puas dengan jenis kelaminnya sebagai seorang perempuan, karenanya naluri keibuannya untuk mengurus anak-anak dan suami tinggi.
6) Data Sosial
Hubungan klien dengan orang lain baik keluarga, kerabat maupun tetangga menurut klien baik. Hubungan klien dengan klien dan keluarga klien lain di ruangan baik, klien juga mengenal nama petugas dan suka berkomunikasi.
7) Data Spiritual
Klien meyakini setiap penyakit dapat disembuhkan jika mau berusaha, klien juga merasa sakitnya itu merupakan cobaan dari Tuhan, klien di rumah sebelum sakit suka melaksanakan ritual keagamaan seperti sholat 5 waktu, namun pada saat sakit klien tidak melakukannya karena kelemahan fisik, klien beranggapan Tuhan pun akan memakluminya, saat ini kegiatan spiritualnya hanya dengan cara berdoa kepada Allah SWT, sebagai Tuhan yang diyakininya.
8) Data Seksual
Klien mengatakan sejak mulai sakit sudah tidak melakukan hubungan badan dengan suaminya, suami klien pun menyadari dan menerima keadaan klien saat ini, klien sudah cukup puas dengan ditunggu, ditemani dan dilayani oleh suaminya.
9) Data Penunjang
a) Laboratorium
No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
1 2 3 4 5 6
1. 28 Juli 2005 Glukosa sewaktu
Liquor/transudat/eksudat
Jumlah sel
Hitung jenis
PMN
MN
Nonne
Pandy
Gula liquor
Protein liquor
Warna
Kejernihan
Hematologi
HB
Leukosit
Trombosit 105
273
42
58
Positif
Positif
7
600
Bening
Jernih
10
8100
264.000 < 140
< 5
Negatif
Negatif
45-70
15-45
12-16
3,8-10,6
150-440rb mg/dL
/mm3
%
%
mg/dL
mg/dL
gr/dL
/mm3
/mm3
2 29 Juli 2005 LED
Hitung jenis leukosit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Lymfosit
monosit 35 – 60
0
0
1
81
7
1 0-20
0-1
1-6
3-5
40-70
30-45
2-40 /mm3
%
%
%
%
%
%
3 1 Agustus 2005 SGOT
SGPT
Natrium
kalium 163
133
138
3,0 s.d 31
s.d 31
135-145
3,6-5,5 U/L
U/L
mEq/L
mEq/L
4 5 Agustus 2005 Mikrobiologi
Gram
BTA Liquor
Batang gram (+)
BTA (+)
Negatif
Negatif
5 6 Agustus 2005 SGOT
SGPT
Natrium
Kalium 96
197
131
3,7 s.d 31
s.d 31
135-145
3,6-5,5 U/L
U/L
mEq/L
mEq/L
6 8 Agustus 2005 Billirubin total
Billiribin direct
Billirubin indirect
SGPT 0,59
0,11
0,48
327 1,0
0,25
0,75
s.d 31 mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
b) Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 29 Juli 2005
Thorax foto menunjukan gambaran TB millier
Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB
c) Therapi
Infus NaCl 0,9% 20 tetes / menit
INH 400 mg 1 x 1 tablet / oral, 1jam sebelum makan
Rifampicin 450 mg 1x 1 kaplet / oral, 1 jam sebelum makan
Pyrazinamid 500 mg 1x 2 tablet / oral 1 jam setelah makan
Ethambutol 500 mg 1 x 2 tablet / oral 1 jam setelah makan
Pyridoxin (vitamin B6 50 mg) 1 x 1 tablet / oral
Curcuma 2 x 1 tablet / oral
Rantin 2 x 1 ampul / iv
Dexametason 3 x 1 ampul / iv
KSR 1 x 1 tablet / oral
b. Analisa Data
No Data Kemungkinan penyrbab dan dampak Masalah
1 2 3 4
1
DS :
DO:
Hasil rontgen thorax tanggal 28/7/05 :
TB Milier
LED : 35-60 mm3
Hasil analisa LCS tanggal 28/7/2005 :
Liquor/transudat/eksudat
Jumlah sel 273 /mm3
Hitung jenis
PMN 42 %
MN 58 %
Nonne positif
Pandy positif
Glukosa 7 mg/dL
Protein 600 mg/dL
Warna bening
Kejernihan jernih
Mikrobiologi
tanggal 5/8/2005
Gram batang positif
BTALiquor positif
Tes iritasi meningen
Laseque positif
Resiko tinggi penyebaran infeksi
2
DS :
Klien mengatakan porsi makan klien biasanya habis tidak lebih dari ½ porsi.
Klien mengeluh mual dan nafsu makan kurang.
Klien mengatakan penurunan berat badan ada sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat badan mencapai 4 kg disertai nafsu makan menurun dan mual
DO :
Klien tampak mau muntah saat diberikan makan.
postur tubuh klien tinggi kurus
Hb 10 gr/dL Proses peradangan pada otak
↓
Menghasilkan eksudat
↓
Menambah volume intrakranial
↓
Mendesak organ dibawahnya termasuk hipotalamus
↓
Menstimulasi hipotalamus
↓
Menstimulasi N. Vagus
↓
Menstimulasi pengeluaran HCL
↓ Mual Infeksi TB
Pengobatan dengan OAT
Efek samping OAT
Anoreksia
Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan
3
DS :
Klien mengatakan nyeri tangan sebelah kiri dan tidak bisa diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan berkurang jika di istirahatkan, nyeri terutama pada daerah siku, nyeri dirasakan terus menerus.
DO :
Skala nyeri 3 (0-5)
Terdapat keterbatasan gerak pada tangan kiri, terdapat pembengkakan dan klien tampak meringis pada saat dilakukan penekanan pada sendi siku yang bengkak.
Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB
Proses infeksi Tb primer
↓
Penyebaran secara limfohematogen
↓
Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil pada jaringan tulang
↓
Tuberkel melunak dan pecah
↓
Terjadi peradangan pada tulang
↓
Menstimulasi pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin, serotonin, bradikinin dan substansi P)
↓
Merangsang nosi reseptor
↓
Dihantarkan oleh serabut syaraf C
↓
Dialirkan dalam bentuk elektrokimia impuls ganglion radiks menuju dorsal horn dimedulaspinalis bagian posterior
↓
Ditrasfer ke thalamus melalui traktus spinotalamikus
↓
Korteks serebri
↓
Nyeri dipersepsikan Gangguan rasa nyaman : nyeri
4 DS :
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah mencuci rambut/keramas.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah menggosok gigi, hanya dibersihkan menggunakan kapas lidi oleh perawat.
DO :
Rambut tampak kotor dan teraba lengket.
Lidah kotor, gigi geligi kotor
Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene
5
DS :
Klien mengatakan memiliki riwayat sakit paru-paru diakui klien sejak 1 ½ bulan sebelum masuk rumah sakit tetapi klien menyangkal sakit TBC
Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluh sakit pada sendi sikut yang diduga karena asam urat.
DO :
Hasil radiologi dan laboratorium menunjukan klien terinfeksi TB
Klien mendapatkan therapi OAT
Resiko drop out pengobatan
6
DS :
Klien mengatakan merasa kehilangan perannya selama sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya
Klien mengatakan sering menangis jika ingat anak-anaknya
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
DO :
Klien dirawat sejak tanggal 27 Juli 2005 Penyakit infeksi TB yang berat
Membutuhkan perawatan di RS
Terpisah dengan anggota keluarga yang lain (anak-anaknya)
Peran sebagai ibu terganggu
Gangguan konsep diri : peran
7
DS :
Klien mengatakan ada keluhan nyeri dan panas setelah BAK.
DO :
Saat ini klien terpasang Dower kateter sejak masuk RS, dengan jumlah urine rata-rata / hari menurut keluarga 2000 cc, saat dimonitor out put urine oleh perawat dari pukul 07.00 s.d 11.00 WIB jumlah urine 400 cc, warna kuning kemerahan, jernih.
Pemasangan kateter yang lama
portal of entry bagi mikro organisme
Resiko infeksi
traktus urinarius
Resiko infeksi traktus urinarius
c. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
No Diagnosa Keperawatan Ditemukan Dipecahkan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1 Resiko tinggi penyebaran nfeksi berhubungan dengan masuk dan aktifnya mikroorganisme patogen dalam tubuh. 08-08-2005 12-08-2005
2 Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan anoreksia 08-08-2005 11-08-2005
3 Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisik 08-08-2005 09-08-2005
4 Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan pada tulang 08-08-2005 10-08-2005
5 Resiko infeksi traktus urinarius berhubungan dengan terpasangnya dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organisme 09-08-2005 10-08-2005
6 Resiko drop out pengobatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan dan aturan pengobatan penyakitnya 09-08-2005 10-08-2005
7 Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasi 09-08-2005 10-08-2005
2. PERENCANAAN
No Diagnosa Keperawatan Rencana
Tujuan Intervensi Rasional
1 2 3 4 5
1 Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan masuk dan aktifnya mikroorganisme dalam tubuh.
DS :
DO:
Hasil rontgen thorax tanggal 28/7/05 :
Tb Milier
Hasil analisa LCS tanggal 28/7/2005 :
Liquor/transudat/eksudat
Jumlah sel 273 /mm3
Hitung jenis
PMN 42 %
MN 58 %
Nonne positif
Pandy positif
Glukosa 7 mg/dL
rotein 600 mg/dL
Warna bening
Kejernihan jernih
Mikrobiologi
tanggal 5/8/2005
Gram batang positif
BTALiquor positif
Tes iritasi meningen
Laseque positif Tupan :
Infeksi tuberkulosis tidak menyebar
Tupen :
Tidak menunjukan tanda-tanda penyebaran infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 hari dengan kriteria :
Vital sign dalam batas normal
Kesadaran tetap alert/kompos mentis
Tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
Tanda iritasi meningen negatif
Nilai analisa LCS berangsur normal
Tidak menunjukan adanya proses infeksi tuberkulosis pada organ lain seperti usus dan ginjal
1. Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan
2. Anjurkan klien untuk menggunakan masker
3. Pertahankan tehnik aseptik dan cuci tangan yang tepat baik klien, pengunjung, maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung / staf sesuai kebutuhan.
4. Observasi tanda-tanda vital klien meliputi : tensi, nadi, suhu dan respirasi, setiap 8 jam.
5. Observasi tingkat kesadaran klien setiap hari.
6. Observasi terhadap adanya tanda-tanda peningkatan TIK seperti nyeri kepala.
7. Observasi tanda-tanda iritasi meningen seperti : kaku kuduk, laseque, brudzinski I dan II, kernig sign.
8. Lanjutkan pemberian OAT sesuai dengan program therapi medik.
1. Pada awal fase meningitis, isolasi mungkin diperlukan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain.
2. Mencegah penularan infeksi melalui droplet pada saat klien batuk atau bicara.
3. Menurunkan resiko klien terkena infeksi
4. Keadaan infeksi sistemik dapat mempengaruhi nilai normal tanda-tanda vital seperti peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan pertnafasan, peningkatan atau penurunan tekanan darah.
5. Peradangan pada susunan syaraf pusat akan mempengaruhi tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran yang baik merupakan indikator adanya perbaikan.
6. Tanda-tanda peradangan seperti oedema, adanya eksudat jika terjadi pada SSP akan mendesak kedalam yang akan meningkatkan TIK.
7. Menghilangnya tanda-tanda iritasi meningen merupakan indikator perbaikan klinis pada klien dengan meningitis.
8. OAT akan menghambat pertumbuhan dan membunuh mikobakterium tuberkulosis sebagai agent penyebab.
2
Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan anoreksia
DS :
Klien mengatakan porsi makan klien biasanya habis tidak lebih dari ½ porsi.
Klien mengeluh mual dan nafsu makan kurang.
Klien mengatakan penurunan berat badan ada sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat badan mencapai 4 kg disertai nafsu makan menurun dan mual
DO :
Klien tampak mau muntah saat diberikan makan.
postur tubuh klien tinggi kurus
Hb 10 gr/dL Tupan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Tupen :
Mual dan anoreksia berkurang setelah diberikan asuhan keperawatan selama 4 hari dengan kriteria :
klien mengatakan secara verbal mual berkurang dan nafsu makan meningkat
klien dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan dari RS
klien tidak menunjukan keinginan muntah saat makan 1. Berikan penjelasan tentang penyebab mual dan nafsu makan berkurang serta pentingnya asupan makanan yang adekuat.
2. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
3. Libatkan klien dalam penyusunan menu makanan sesuai dengan selera.
4. Lakukan oral hygiene secara teratur minimal 2 kali sehari.
5. Berikan minum air hangat sebelum makan.
6. Berikan makan minimal 1 jam setelah minum OAT.
7. Lanjutkan pemberian terapi anti emetik : Ranitidin
8. Lanjutkan pemberian terapi suplemen : Curcuma dan Vitamin B6
9. Modifikasi lingkungan agar nyamanuntuk makan 1. Pemahaman tentang penyebab mual dan nafsu makan kurang akan meningkatkan pengertian klien, dan diharapkan klien dapat mengatasi dengan caranya sendiri.
2. Makanan hangat dengan penyajian yang menarik diharapkan akan meningkatkan selera makan.
3. Menu yang sesuai dengan selera klien akan meningkatkan nafsu makan.
4. Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan.
5. Pemberian air hangat sebelum makan akan merangsang pengeluaran enzim pencernaan dimulut.
6. Efek samping OAT dapat menimbulkan rasa mual.
7. Ranitidin bekerja denga melawan reseptor H2 sebagai reseptor HCl sehingga tidak mengaktifkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan yang dapat menimbulkan mual.
8. Curcuma dan vitamin B6 disamping dapat menetralisis efek samping OAT sebagai hepato protektor juga dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi mual.
9. Lingkungan yang kurang nyaman akan menurunkan selera makan.
3 Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisik
DS :
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah mencuci rambut/keramas.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah menggosok gigi, hanya dibersihkan menggunakan kapas lidi oleh perawat.
DO :
Rambut tampak kotor dan teraba lengket.
Lidah kotor, gigi geligi kotor
Tupan :
Kebutuhan ADL klien terpenuhi
Tupen :
Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL: personal hygiene sesuai dengan kemampuannya setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 hari dengan kriteria :
Klien dapat menggosok giginya sendiri dengan bantuan minimal dari perawat
Gigi dan lidah klien tampak bersih
Rambut klien bersih, rapih dan tidak lengket
Aktifitas klien meningkat seperti makan, minum, menyisir rambutnya dengan bantuan minimal 1. Kaji ulang tingkat ketergantungan klien terhadap orang lain.
2. Fasilitasi klien untuk melakukan oral hygiene secara mandiri.
3. Bantu klien dalam memenihi kebutuhan personal hygiene yang tidak dapat dilakukan secara mandiri.
4. Berikan reward jika klien mampu melakukan ADL sesuai dengan kemampuannya. 1. Perawat hanya membantu pada tingkat dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri bertujuan untuk memandirikan klien.
2. Membantu mengembalikan fungsi klien dalam memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
3. Kelemahan sebagian anggota tubuh membuat klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri total.
4. Memberikan motivasi bagi klien untuk terus meningkatkan kemampuan dirinya dalam melakukan ADL.
4 Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan pada tulang
DS :
Klien mengatakan nyeri tangan sebelah kiri dan tidak bisa diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan berkurang jika di istirahatkan, nyeri terutama pada daerah sikut, nyeri dirasakan terus menerus.
DO :
Skala nyeri 3 (0-5)
Terdapat keterbatasan gerak pada tangan kiri, terdapat pembengkakan dan klien tampak meringis pada saat dilakukan penekanan pada sendi siku yang bengkak.
Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB.
Tupan :
Nyeri hilang
Tupen :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 hari, klien dapat beradaptasi dengan nyeri akibat proses peradangan dengan kriteria :
Klien mengungkapkan secara verbal dapat mengendalikan rasa nyeri nya.
Klien dapat memilih dan mendemonstrasikan salah satu teknik manajemen nyeri non farmakologis
Skala nyeri berkurang dari 3 menjadi 2 (0-5) 1. Kaji ulang tingkat nyeri sebelum melakukan tindakan.
2. Ajarkan klien tentang teknik mengurangi nyeri seperti :
3. Anjurkan klien untuk mendemonstrasikan teknik-teknik di atas.
4. Anjurkan klien untuk menggerakan tangannya yang sakit sesuai dengan kemampuan klien.
5. Jika perlu kolaborasikan untuk pemberian analgetik 1. Dengan mengetahui tingkat nyeri dapat menentukan tindakan yang tepat.
2. Teknik-teknik ini dapat mengurangi nyeri secara fisiologis baik dalam menghambat impuls nyeri maupun dalam mempersepsikan nyeri.
3. Klien dapat merasakan langsung manfaat dari teknik-teknik manajemen nyeri.
4. Meningkatkan toleransi klien terhadap nyeri, sehingga klien dapat beradaptasi dengan nyeri secara bertahap, dan dapat mencegah terjadinya kontraktur pada sendi-sendi yang tidak sakit (pergelangan tangan dan jari-jari tangan kiri)
5. Analgetik dapat menurunkan ambang nyeri.
5
Resiko infeksi traktus urinarius berhubungan dengan terpasangnya dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organisme
DS :
Klien mengatakan ada keluhan nyeri dan panas setelah BAK.
DO :
Saat ini klien terpasang Dauer catether sejak masuk RS, dengan jumlah urine rata-rata/hari menurut keluarga 2000 cc, saat dimonitor out put urine oleh perawat dari pukul 07.00 s.d 11.00 WIB jumlah urine 400 cc, warna kuning kemerahan, jernih
Tupan :
Infeksi traktus urinarius tidak terjadi
Tupen :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 hari tidak terdapat tanda-tanda infeksi traktus urinarius dengan kriteria:
Klien tidak mengeluh nyeri dan panas pada saat BAK
Klien dapat mengontrol keinginan miksinya
Klien dapat BAK tanpa kateter
1. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi traktus urinarius.
2. Lakukan perawatan dower kateter dengan menggunakan antiseptik
3. Lakukan blast trainning.
4. Kolaborasikan untuk pemeriksaan urine rutin.
5. Kolaborasikan untuk pelepasan dower kateter
1. Mangetahui adanya infeksi sedini mungkin
2. Perawatan dauer kateter dengan menggunakan antiseptik dapat mengurangi terjadinya resiko infeksi.
3. Mengadaptasikan otot-otot blast untuk mengontrol miksi setelah pemasangan kateter.
4. Untuk memastikan ada tidaknya infeksi traktus urinarius dengan melihat karakteristik urine secara makro dan mikroskopik.
5. Menghilangkan faktor resiko terjadinya infeksi traktus urinarius.
6 Resiko drop out pengobatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit, perawatan dan aturan pengobatan penyakitnya
DS :
Klien mengatakan memiliki riwayat sakit paru-paru diakui klien sejak 1 ½ bulan sebelum masuk rumah sakit tetapi klien menyangkal sakit TBC
Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluh sakit pada sendi sikut yang diduga karena asam urat.
DO :
Hasil radiologi dan laboratorium menunjukan klien terinfeksi Tb
Klien mendapatkan therapi OAT
Tupan :
Program pengobatan berhasil
Tupen :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 hari, klien bertambah pengetahuannya tentang penyakit, perawatan dan aturan pengobatan penyakitnya dengan kriteria :
Klien dapat menyebutkan nama penyakitnya
Klien dapat menyebutkan cara perawatan penyakitnya serta program pengobatannya.
Klien dapat menyebutkan efek samping OAT
Klien dapat menyebutkan dampak negatif jika pengobatan tidak tuntas
Terbentuknya PMO 1. Kaji ulang pengetahuan klien tentang penyakitnya.
2. Berikan informasi tentang penyakit dan program pengobatannya dihubungkan dengan perawatannya, meliputi :
Pengertian
Cara perawatan dan diet
Program pengobatan
Efek samping obat
Dampak jika pengobatan tidak tuntas
3. Lakukan evaluasi terhadap klien dan keluarga setelah diberikan pendidikan kesehatan.
4. Bentuk pendamping minum obat (PMO)
1. Mengkaji kebutuhan klien dan keluarga terhadap informasi.
2. Peningkatan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit, program pengobatan dan perawatannya akan meningkatkan motivasi klien untuk berperan aktif dalam perawatan dirinya.
3. Mengkaji pengetahuan klien dan keluarga setelah diberikan penkes.
4. Dengan adanya PMO diharapkan akan menjadi motivator bagi klien untuk tetap menjalankan program pengobatan hingga tuntas serta menjami klien meminum obat secara teratur.
7
Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasi
DS :
Klien mengatakan merasa kehilangan perannya selama sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya
Klien mengatakan sering menangis jika ingat anak-anaknya
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
DO :
Klien dirawat sejak tanggal 27 Juli 2005
Tupan :
Fungsi peran klien tidak terganggu
Tupen :
Setelah 2 hari diberikan asuhan keperawatan klien menyadari kondisinya saat ini dalam masa perawatan dan pengobatan dan klien dapat beradaptasi dengan peran dan lingkungan yang baru yaitu sebagai pasien RS, dengan kriteria :
Klien mengungkapkan secara verbal perasaannya saat ini.
Klien dapat menyebutkan alasan dirawat di RS dan tidak boleh dijenguk anak-anak
Keluarga dapat meyakinkan klien bahwa peran klien seperti ini hanya sementara.
1. Jelaskan pada klien tentang keadaan klien saat ini
2. Gali keinginan klien saat ini
3. Diskusikan dengan klien tentang peran yang dapat dilakukan selama klien dirawat di RS.
4. Jelaskan pada klien bahwa RS adalah tempat tinggal klien sementara.
5. Libatkan keluarga dalam masalah yang dihadapi klien.
1. Dengan memahami tujuan perawatan diharapkan klien mendukung proses perawatannya.
2. Untuk mengetahui ideal diri klien saat ini dan yang akan datang.
3. Agar klien termotivasi untuk dapat melakukan peran yang lain selama di RS.
4. Agar klien merasa tenang dan tidak merasa diasingkan oleh keluarga.
5. Agar keluarga memahami perasaan dan kesulitan yang dihadapi klien.
3. PELAKSANAAN
No Tanggal No DP Implementasi Paraf
1 2 3 4 5
1 08-8-2005
Pukul 08.00
09.30
10.00 1
1
1
1
2
2
2
2
1
Melakukan observasi tanda-tanda vital klien meliputi : tensi, nadi, suhu dan respirasi
Hasil:
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 96 kali / menit
Suhu : 36,7o C
Respirasi : 24 kali / menit
Melakukan observasi tingkat kesadaran klien
Hasil :
Kesadaran kualitatif klien Alert/kompos mentis
Kesadaran kuantitatif : GCS 15
Melakukan observasi terhadap adanya tanda- tandapeningkatan TIK seperti nyeri kepala.
Hasil :
Klien mengatakan saat ini tidak terdapat nyeri kepala
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II, kernig sign.
Hasil:
Kaku kuduk : negatif
Brudzinski : negatif
Kernig : negatif
Laseque : positif
Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan menggunakan meja makan klien
Hasil :
Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan tidak nafsu makan.
Memberikan minum air hangat sebelum makan.
Hasil :
Klien minum air hangat habis 1/4 gelas, klien mengatakan tidak nafsu makan.
Memberikan makan 1 jam setelah minum OAT.
Hasil :
Klien makan dibantu perawat, hanya habis 1/4 porsi
Memberikan injeksi anti emetik sesuai dengan terapi : Ranitidin
Hasil :
Klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik
Memberikan injeksi anti infalamasi sesuai dengan program terapi : Dexametason 1 ampul / iv.
Hasil:
Klien tidak mengeluh pusing setelah penyuntikan.
2
09-8-2005
Pukul 07.15
07.30
08.00
08.40
10.00
10.00
10.15
11.00
11.15
11.30
11.45
12.10
1
1
1
1
4
4
4
2
1
2
1
3
3
3
3
2
2
2
6
6
6
5
5 Memberian OAT sesuai dengan program therapi medik:
INH 400 mg / oral
Rifampisin 450 mg / oral
Vitamin B6 50 mg / oral
Curcuma 1 tablet / oral
Hasil :
Klien mau minum obat, klien masih mengeluhkan adanya mual setelah minum obat.
Melakukan observasi tanda-tanda vital
Hasil :
TD : 120 / 70 mmHg, N : 88 x / menit, R : 24 x / Menit, Suhu : 36,9o C
Melakukan observasi tingkat kesadaran
Hasil :
Kompos mentis, GCS 15
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II, kernig sign.
Hasil :
Kaku kuduk : negatif
Brudzinski : negatif
Kernig : negatif
Lasegue : positif
Mengkaji ulang tingkat nyeri sebelum melakukan tindakan.
Hasil :
Klien tampak sudah dapat beradaptasi dengan nyeri, skala nyeri masih 3 (0-5)
Mengajarkan klien tentang teknik mengurangi nyeri seperti: Relaksasi, Distraksi, Guide Imagery.
Hasil:
Klien mengatakan akan mencobanya nanti saja sendiri.
Anjurkan klien untuk menggerakan tangannya yang sakit sesuai dengan kemampuan klien.
Hasil:
Klien mau mencoba menggerak-gerakan tangannya dengan dibantu oleh perawat, klien mengatakan akan mencobanya lagi dibantu dengan tangan kanannya.
Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan menggunakan meja makan klien
Hasil :
Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan tidak nafsu makan.
Memberikan obat OAT setelah makan :
Ethambutol 1000 mg / oral, Pyrazinamid 1000 mg / oral
Hasil :
Klien mengatakan tidak ada pusing setelah minum obat, masih ada mual setelah minum obat.
Memberikan injeksi : Ranitidin 1 ampul / iv
Hasil :
Klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik, klien mengatakan mual sudah berkurang
Memberikan injeksi : Dexametason 1 ampul / iv
Hasil :
Klien tidak mengeluh pusing dan nyeri pada daerah obat injeksi dimasukan
Mengkaji ulang tingkat ketergantungan klien terhadap orang lain.
Hasil :
Klien mengatakan mau mencoba menggosok gigi nya sendiri.
Melakukan oral hygiene secara mandiri dengan bantuan minimal dari perawat
Hasil :
Klien mampu melakukan oral hygiene sendiri yang difasilitasi oleh perawat. klien mengatakan mulutnya terasa segar, gigi dan mulut klien tampak bersih.
Memberikan reward saat klien mampu melakukan ADL sesuai dengan kemampuannya.
Hasil :
Klien terlihat senang dan tersenyum ketika diberikan pujian.
Mencuci rambut klien di atas tempat tidur
Hasil :
Klien mengatakan segar, rambut klien tampak bersih dan rapi.
Memberikan penjelasan tentang penyebab mual dan nafsu makan berkurang.
Hasil :
Klien memahami tentang penyebab mual, klien mengatakan mual terutama dirasakan setelah minum obat tablet
Menyajikan makan siang untuk klien masih dalam keadaan hangat
Hasil :
Klien menghabiskan makanan 3/4 porsi, klien mengatakan mual sudah berkurang
Melibatkan klien dalam penyusunan menu makanan sesuai dengan selera.
Hasil :
Klien menanyakan selain makan makanan yang diberikan dari RS klien mau makanan dari luar seperti biskuit.
Mengkaji ulang pengetahuan klien tentangpenyakitnya.
Hasil :
Klien mengatakan penyakitnya saat ini adalah infeksi syaraf, tapi tidak tau nama penyakitnya dan tidak tahu cara program perawatan dan pengobatannya.
Memberikan penkes pada klien tentang penyakit dan program pengobatannya dihubungkan dengan perawatannya, meliputi :
Pengertian
Cara perawatan dan diet
Program pengobatan
Efek samping obat
Dampak jika pengobatan tidak tuntas
Hasil :
Klien mengatakan sekarang tahu jika penyakitnya adalah TBC yang dapat menular, dan mengatakan mau berobat hingga tuntas, klien juga mengatakan akan memaksakan makan walaupun mual, takut penyakitnya tidak sembuh.
Melibatkan suami klien untuk menjadi support sistem bagi klien dan menjadi PMO
Hasil :
Suami mengatakan siap untuk mendampingi klien berobat dan ikut bertanggung jawab selama klien minum obat.
Melakukan pengkajian terhadap adanya tanda dan gejala infeksi traktus urinarius.
Hasil :
Klien mengatakan tidak terdapat nyeri pinggang, nyeri dan panas dirasakan setelah perasaan ingin BAK. Warna urine kuning tua dan jernih, kateter bersih.
Melakukan kolaborasi untuk pelepasan dower kateter.
Hasil :
Kepala ruangan mengatakan klien sudah layak dibuka kateternya tapi sebelumnya harus dilakukan blast training terlebih dahulu.
4. EVALUASI
NO Tanggal No DP Catatan Perkembangan Paraf
1 2 3 4 5
1 10-8-2005 1 S :
- Klien mengatakan tidak terdapat nyeri kepala, sendi pada siku tangan kiri masih bengkak dan nyeri.
O :
- Kesadaran klien kompos mentis/alert
- Tanda iritasi meningen : lasegue masih +
- Tensi 110/70, N: 88 x / mnt, S:37oC, R: 24 x / mnt
- Sendi siku klien tampak bengkak.
A :
- Proses infeksi pada SSP menunjukan perbaikan
P :
- Melanjutkan intervensi meliputi:
- Lanjutkan program terapi dengan OAT
- Kaji efek samping pengobatan
I :
- Memberikan OAT sesuai dengan program terapi yaitu: INH 400mg/oral, Rifampicin 450mg/oral, dan Vit.B6 diberikan sebelum makan. Ethambutol 1000mg/oral, Pyrazinamid 1000mg/oral dan Curcuma diberikan 1jam setelah makan pagi. Memberikan injeksi Dexametason 1 amp/iv. Mengkaji efek samping dari pemberian obat.
E :
- Klien mau minum obat, efek samping OAT terhadap fungsi hati, hasil SGPT tanggal 9-8-2005 : 327 U/L
R :
- Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat OAT yang lebih aman.
Hasil :
- Program terapi klien dirubah
- INH, Rifampisin, Pyrazinamid di stopn diganti dengan Streptomisin 750mg / im, Ciprofloksasin 2x500mg/hari.
2 10-8-2005 6 S :
- Klien mengatakan penyakit klien adalah TBC yang menyerang otak, paru-paru dan tulang dan bisa menular.
- Klien mengatakan pengobatannya harus rutin sampai tuntas, karena kumannya akan kebal dan lebih susah diobatinya lagi.
- Klien mengatakan pengobatan penyakitnya tidak hanya menggunakan obat tapi harus dengan daya tahan tubuh yang kuat dengan cara makan yang banyak mengandung protein dan zat tenaga seperti telur, ikan, tempe, nasi. Klien juga mengatakan efek samping dari obatnya bisa membuat mual, sakit kepala, gangguan hati. Suami klien mengatakan siap untuk mengantar klien berobat dan mendampingi minum obat.
O :
- Klien terlihat mau minum obat yang disiapkan oleh suaminya.
A :
- Masalah teratasi
3 10-8-2005 2 S :
- Klien mengatakan mual berkurang, nafsu makan mulai meningkat.
O :
- Klien menghabiskan lebih dari 3/4 porsi makanan dari RS, klien tidak terlihat akan muntah saat makan
A :
- Asupan nutrisi klien berangsur-angsur meningkat
P :
- Melanjutkan intevensi sesuai dengan yang direncanakan yaitu:
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
- Libatkan klien dalam penyusunan menu makanan sesuai dengan selera.
- Lakukan oral hygiene
- Berikan minum air hangat sebelum makan.
- Berikan makan minimal 1 jam setelah minum OAT.
- Lanjutkan pemberian terapi anti emetik : Ranitidin
I :
- Menyajikan makanana klien ketika masih hangat
- Memberikan minum air hangat sebelum makan
- Memberikan makan siang klien setelah minum OAT
- Mendamping klien saat makan
- Melanjutkan program terapi anti emetik
E :
- Mual sudah tidak dirasakan lagi oleh klien
- Nafsu makan klien meningkat
- Klien menghabiskan makan 1porsi
4 10-8-2005 3 S :
- Klien mengatakan lebih segar, rambut tidak lengket, klien sudah menggosok giginya sendiri tadi pagi dibantu suami.
O :
- Rambut klien tampak bersih, rapi, dan tidak lengket.
- Gigi dan mulut klien terlihat bersih
- Kulit klien terlihat bersih dan tidak lengket
A :
- Masalah teratasi
5 10-8-2005 4 S :
- Klien mengatakan nyeri masih ada terutama jika sendi yang bengkak ikut bergerak, klien mengatakan sekarang mampu menahan nyeri, klien mengatakan jika nyeri muncul klien menarik nafas panjang dan ngobrol dengan suaminya nyerinya berkurang.
O :
- Skala nyeri 2 (0-5)
- Klien mau menggerakan tangan yang sakit dibantu tangan kanannya, klien tampak menggerakan sendi pergelangan tangan dan jari-jari tangan kiri. Klien tampak lebih beradaptasi dengan nyeri
A :
- masalah teratasi
6 10-8-2005 5 S :
- Klien mengatakan nyeri dan panas kencing masih ada
- Klien mengatakan selangnya ingin dicabut
O :
- Dauer kateter masih terpasang, urine warna kuning,jernih. Klien tampak meringis jika kateter digerakan.
A :
- Masalah belum teratasi
P :
- Lanjutkan blast trainning
I :
- Melanjutkan blast trainning sebelum mencabut kateter
Mencabut dower kateter
-
E :
- Klien mengatakan setelah dicabut kateter lebih nyaman, nyeri dan panas setelah BAK tidak ada.
R :
S: klien mengatakan setelah dicabut selang lebih nyaman, nyeri dan panas setelah BAK tidak ada.
O: kateter sudahdi lepas, tidak terlihat tanda-tanda iritasi saat mencabut kateter.
A : Masalah klien teratasi setelah dicabut kateter
7
10-8-2005 7 S :
- Klien mengatakan merasa kehilangan perannya selama sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya
- Klien mengatakan sering menangis jika ingat anak-anaknya
- Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
O :
- Klien dirawat sejak tanggal 27 Juli 2005
A :
- Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasi
P :
- Jelaskan pada klien tentang keadaan klien saat ini
- Gali keinginan klien saat ini
- Diskusikan dengan klien tentang peran yang dapat dilakukan selama klien dirawat di RS.
- Jelaskan pada klien bahwa RS adalah tempat tinggal klien sementara.
- Libatkan keluarga dalam masalah yang dihadapi klien.
I :
- Menjelaskan pada klien tentang keadaannya saat ini
- Menggali keinginan klien saat ini
- mendiskusikan dengan klien tentang peran yang dapat dilakukan di RS
- Menjelaskan pada klien bahwa di RS klien hanya sementara
- Melibatkan suaminya dalam menyelesaikan masalah klien
E :
- Klien mengatakan mengerti tujuan dari perawatan di RS untuk mengobati penyakitnya, klien ingin segera sembuh dari penyakitnya, kliem mengerti alasan anaknya tidak boleh dibawa ke RS karena takut tertular.
8 11-8-2005 1 S :
- Klien mengatakan tidak ada demam, nyeri kepala
O :
- Kesadaran klien kompos mentis, tanda vital dalam batas normal TD 110/80mmHg, N: 84 x / menit, R: 20 kali/menit, tanda iritasi meningen lasegue +
A :
- Infeksi pada SSP berangsur membaik
P :
- Melanjutkan pemberian obat sesuai program
I :
- Memberikan obat Ethambutol 1000mg, Curcuma 1tablet/oral, Ciprofloxasin 500 mg / oral sesudah makan, memberikan injeksi Dexametason 1 ampul / iv, melakukakan skin test obat Streptomisin, memberikan injeksi streptomisin 750mg / im.
E :
- Klien tidak menunjukan tanda-tanda alergi seperti gatal-gatal setelah diberikan obat.
9 11-8-2005 2 S :
- Klien sudah tidak mengeluh mual, nafsu makan meningkat.
O :
- Porsi makan klien selalu habis, klien terlihat suka makan biskuit yang dibawa dari keluarganya.
A :
- Masalah teratasi
10 12-8-2005 1 S :
- Klien mengatakan saat ini
O :
- Tanda vital dalam batas normal
- TD: 120/80 N: 88 x / menit S: 36,9oC R: 24 x / menit
- Tidak terdapat tanda-tanda peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran klien kompos mentis
- Tanda iritasi meningen: lasegue (-), brudzinski I,II (-), kernig (-), kaku kuduk (-)
A :
- Masalah teratasi sesuai tupen
B. PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis di ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Selanjutnya penulis melakukan pembahasan. Dalam pembahasan ini penulis berpedoman dengan melihat perbandingan antara teori dan kasus yang terdapat pada BAB II dan BAB III, untuk selengkapnya diuraikan di bawah ini.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien dan Penanggung Jawab
Menurut konsep teori pentingnya mengkaji identitas pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis, yang berhubungan dan mendukung diagnosanya antara lain usia, pendidikan dan pekerjaan, karena penyakit meningitis tuberkulosis ini umumnya menyerang pada semua tingkat usia, tersering pada anak-anak dan usia produktif. Pekerjaan klien dan atau penanggung jawab dapat menggambarkan status ekonomi keluarga yang umumnya tergolong ekonomi rendah, sementara pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit meningitis.
Pada kasus ini klien Ny. A berusia 27 tahun, pekerjaan klien sebagai karyawan pabrik garmen, dengan pendidikan SMP, sedangkan suami klien selaku penanggung jawab klien tidak bekerja. Apabila data di atas dihubungkan dengan penyaki klien sangat relevan, sebagai faktor resikonya adalah status ekonomi rendah dan didukung oleh faktor pendidikan yang rendah. Dengan faktor ekonomi yang rendah kemampuan klien dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan akan rendah pula, maka diperkirakan status gizi klien kurang yang akan berdampak pada penurunan daya tahan tubuh klien sehingga rentan terhadap berbagai penyakit infeksi salah satunya adalah penyakit tuberkulosis (TB). Rendahnya pengetahuan klien akan berdampak pada kemampuan klien mengenal masalah kesehatannya, akibatnya infeksi tuberkulosis yang terabaikan menimbulkan komplikasi keberbagai jaringan tubuh lainnya seperti tulang dan otak. Selain itu faktor sanitasi tempat tinggal klien yang berukuran 24m2 di lingkungan yang padat, selain itu klien bekerja di garmen dalam satu ruangan dengan pekerja lain serta lingkungan kerja yang penuh debu mendukung pula terjadinya penyakit infeksi tuberkulosis.
2) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama yang mungkin terjadi pada klien dengan meningitis menurut teori adalah demam, nyeri kepala yang berat, diikuti oleh penurunan kesadaran dan kejang. Pada kasus Ny. A keluhan pada saat masuk rumah sakit sesuai dengan teori, namun ketika dilakukan pengkajian keluhan nyeri kepala, muntah yang proyektil, penurunan kesadaran dan demam tidak ditemukan. Ini terjadi karena pada saat dilakukan pengkajian klien telah mendapatkan pengobatan dan perawatan selama 12 hari sehingga perjalanan penyakit klien menunjukan perbaikan. Sedangkan keluhan utama pada Ny. A saat dilakukan pengkajian adalah nyeri pada siku tangan sebelah kiri dengan skala nyeri 3 (0-5) disertai pembengkakan, yang disebabkan oleh artritis tuberkulosis hal ini karena sudah terjadi penyebaran infeksi tuberkulosis pada tulang.
Pada tinjauan teori dikatakan riwayat kesehatan dahulu yang berhubungan dengan meningitis adalah adanya riwayat infeksi saluran nafas atas, mastoiditis, otitis media, trauma kepala, dan penyakit sistemik lain seperti demam tifoid, khusus pada meningitis tuberkulosis didapatkan riwayat kontak dengan penderita penyakit tuberkulosis atau riwayat sakit TBC. Pada kasus klien Ny. A riwayat sakit TBC dan kontak dengan penderita TBC disangkal oleh klien, namun didapatkan informasi dari klien adanya riwayat berkeringat malam sejak 2 tahun yang lalu, riwayat demam menjelang dibawa ke rumah sakit dan penurunan berat badan. Perbedaan ini terjadi karena penyakit tidak dirasakan oleh klien.
Dalam riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan meningitis adalah adanya anggota keluarga yang memiliki penyakit TBC, karena TBC merupakan penyakit infeksi menular dan umumnya kontak lama dengan penderita sebagai penyebab meningitis tuberkulosis. Namun pada kasus Ny. A klien dan keluarga menyangkal adanya penderita TBC di keluarganya. Tetapi mungkin saja keluarga tidak menyadari adanya anggota keluarga lain yang menderita penyakit TBC, karena tidak pernah melakukan check-up kesehatan atau klien mendapatkan penularan penyakit tuberkulosis dari orang lain di luar lingkungan rumahnya seperti tempat kerja. Apabila melihat tingkat pendidikan klien dan status ekonomi yang rendah mungkin mempengaruhi klien dalam menggambarkan konsep sehat-sakit, terbukti klien masuk rumah sakit setelah terjadi komplikasi.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem pernafasan
Pada konsep meningitis umumnya terjadi perubahan pola nafas cepat dan dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk berdahak dan ronkhi positif. Pada klien Ny. A semuanya tidak ditemukan kecuali adanya ronkhi pada kedua lapang paru sebagai manifestasi tuberkulosis paru millier, hal ini karena proses infeksi tuberkulosis SSP pada klien Ny. A telah mengalami perbaikan sehingga eksudat sebagai hasil dari proses peradangan tidak menekan pada medulla oblongata sebagai pusat pengatur pernafasan.
b) Sistem kardiovaskuler
Secara teori pada kasus meningitis biasanya didapatkan adanya peningkatan atau penurunan tekanan darah, nadi lemah yang berlanjut dengan akral dingin, adanya sianosis serta capillary refil time lebih dari 3 detik. Pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan penigkatan atau penurunan tekanan darah, volume nadi, maupun sianosis. Dampak di atas biasanya terjadi pada klien meningitis grade III dengan tanda-tanda syok, sedangkan klien masuk ke rumah sakit pada grade II dan tidak berlanjut pada grade III setelah mendapatkan perawatan dan pengobatan selama 12 hari.
c) Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan secara konseptual ditemukan keluhan gangguan refleks menelan akibat kerusakan atau kompresi pada nervus vagus, mual akibat peningkatan kadar HCl, muntah proyektil akibat peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus klien Ny. A ditemukan adanya mual dan nafsu makan menurun, keluhan ini lebih diakibatkan karena efek samping dari pengobatan.
d) Sistem perkemihan
Secara konsep meningitis akan berdampak pada sistem urinaria, yaitu terjadi retensi urine atau inkontinensia urine, pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme terutama jika dalam kondisi kaheksia. Pada kasus klien Ny. A tidak terjadi retensi urine maupun inkontinensia, karena klien terpasang dower kateter sehingga keluhan retensi dan inkontinensia urine tidak dapat di kaji, dan tidak didapatkan albuminuria.
e) Sistem muskuloskeletal
Pada konsep disebutkan terjadi kelemahan otot, akibat kerusakan neuromuskuler yang akan berdampak pada kelemahan fisik secara umum. Pada kasus klien Ny. A ditemukan adanya kelemahan otot pada ekstremitas atas kiri, selain itu terdapat nyeri pada sendi siku tangan sebelah kiri yang disebabkan adanya proses peradangan akibat penyebaran penyakit pada tulang (artritis tuberkulosis).
f) Sistem integumen
Secara konsep pada klien meningitis terdapat peningkatan suhu tubuh dan kerusakan integritas kulit akibat tirah baring yang lama, namun pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan peningkatan suhu tubuh hal ini dikarenakan klien sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan sehingga proses infeksi sistemik yang dimanisfestasikan dengan hipertermia tidak muncul, sedangkan gangguan integritas kulit klien akibat tirah baring lama tidak terjadi karena klien sering melakukan mobilisasi dengan cara merubah posisi tidur miring kekiri dan kekanan.
g) Sistem persarafan
Pada sistem persarafan klien meningitis biasanya mengeluhkan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, tanda-tanda iritasi meningen seperti kaku kuduk, brudzinski I-II, kernig dan laseque, kerusakan nervus kranial II, III, IV, VI,VII, VII. Pada kasus klien Ny. A tanda iritasi meningen yang masih ada yaitu tanda laseque, dan kelumpuhan pada nervus VI sementara tanda yang lainnya tidak ditemukan. Ini terjadi karena pada saat pengkajian klien sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan selama 12 hari, sehingga proses infeksi pada sistem saraf pusat sudah mengalami perbaikan. Akan tetapi pada riwayat kesehatan sekarang ditemukan adanya tanda-tanda diatas seperti nyeri kepala, kaku kuduk, Brudzinski I-II, laseque, kernig dan penurunan kesadaran.
4) Pola Aktifitas Sehari-hari
(a) Nutrisi
Pada penyakit meningitis tuberkulosis secara konsep dapat terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang disebabkan karena stimulasi nervus vagus sehingga klien mengalami kesulitan dalam menelan, mual, muntah, nafsu makan menurun. Selain itu pada klien meningitis dengan kesadaran yang menurun merupakan indikasi pemasangan naso gastrik tube (NGT) sehingga terjadi perubahan pola dalam pemenuhan nutrisi. Pada kasus klien Ny. A saat dilakukan pengkajian tidak terdapat kesulitan menelan, muntah proyektil, pemasangan NGT. Adanya keluhan nafsu makan berkurang dan mual lebih disebabkan akibat efek samping dari pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT), dibuktika dengan klien merasa mualnya bertambah setelah minum obat anti tuberkulosis.
(b) Eliminasi
Menurut konsep pada klien dengan infeksi meningitis dapat terjadi retensi atau inkontinensia urine. Penulis tidak menemukan adanya gejala tersebut karena klien terpasang dower kateter sehingga gelala retensi dan inkontinensia sulit dipantau.
Pada eliminasi BAB dapat ditemukan adanya konstipasi akibat tirah baring yang lama berdasarkan konsep teori, namun tidak ditemukan pada kasus klien Ny. A. Ini terjadi karena klien sering melakukan mobilisasi ditempat tidur, dan konsumsi nutrusi klien saat ini cukup mengandung serat.
(c) Istirahat tidur
Berdasarkan teori pada klien dengan meningitis dapat terjadi gangguan tidur akibat adanya nyeri kepala dan sesak nafas sebagai mecanoreseptor pada reticular activating system (RAS). Pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan adanya keluhan gangguan tidur karena keluhan nyeri kepala dan sesak nafas tidak dirasakan oleh klien.
(d) Personal hygiene
Pada klien dengan meningitis umumnya terjadi penurunan kesadaran dan atau terdapat defisit neurologik fokal seperti hemiplegi, hemiparese, pada ekstremitas yang dapat mengganggu pergerakan klien sehingga klien tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. Kasus klien Ny. A ditemukan adanya gangguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene namun bukan akibat penurunan kesadaran tetapi disebabkan oleh nyeri dan kelemahan pada lengan kiri akibat artritis tuberkulosis dan ketakutan klien untuk melakukan ADL.
5) Aspek Psikologis
Pada kasus klien Ny. A ditemukan adanya gangguan konsep diri peran karena klien dirawat sudah cukup lama sementara klien memiliki anak yang berusia 8 bulan.
6) Aspek Spiritual Dan Sosial
Menurut teori pada klien meningitis dapat mempengaruhi aspek sosial dan spiritual klien seperti tidak tanggap terhadap aktifitas lingkungan sekitar dan sering kali tidak menerima keadaannya, serta harapan sembuh yang kurang. Pada kasus Ny. A tidak didapatkan gejala-gejala diatas, klien dapat bersosialisasi dengan baik diruangan, klien juga masih memiliki harapan kesembuhan yang tinggi, hal ini karena dukungan dari suami (support system) dan koping klien diterganggu karena klien tampak sudah menerima keadaan sakitnya.
7) Data Penunjang
Secara teotitis data penunjang yang biasa ditemukan pada klien dengan meningitis adalah sebagai berikut :
a) Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukosit yang meningkat
b) Pemeriksaan lumbal punksi ditemukan adanya peningkatan jumlah sel, peningkatan protein,dan penurunan kadar gula LCS.
c) Pada thorak foto ditemukan adanya infeksi saluran pernapasan
d) Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat kelainan otak
Pada klien Ny. A tidak ditemukan peningkatan leukosit, foto thorak ditemukan adanya infeksi TBC millier, pemeriksaaan lumbal punksi ditemukan adanya penigkatan kadar protein, jumlah sel , dan penurunan glukosa liquor.
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan konsep yang ada kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien dengan meningitis adalah :
1) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
2) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hiperthermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
4) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler.
5) Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan akhir dirumah.
6) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman patogen secara hematogen.
7) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
8) Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan dengan adanya kejang akibat iritasi kortek serebral.
9) Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan peningkatan suhu tubuh.
Pada kasus Ny. A penulis menemukan tujuh diagnosa keperawatan, dua diantaranya sesuai dengan teori, yaitu :
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan masuk dan aktifnya mikroorganisme dalam tubuh.
2) Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan anoreksia.
Diagnosa yang tidak sesuai dengan konsep rencana asuhan keperawatan pada klien meningitis adalah :
1) Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisik.
2) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan pada tulang.
3) Resiko infeksi traktus urinarius berhubungan dengan terpasangnya dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organisme.
4) Resiko drop out pengobatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan dan aturan pengobatan penyakitnya.
5) Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasi
Diagnosa keperawatan pada kasus Ny. A yang tidak diangkat berdasarkan teori yaitu:
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran. Karena pada saat pengkajian kesadaran klien dalam keadaan kompos mentis, dan tidak didapatkan akumulasi sekret sehingga tidak ditemukan adanya gangguan pola nafas.
2) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Tidak diangkat karena pada klien Ny. A saat dilakukan pengkajian tidak terdapat peningkatan suhu tubuh.
3) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama. Tidak diangkat karena pada saat dikaji klien tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit, walaupun klien aktifitasnya di tempat tidur klien sering merubah posisi nya sendiri.
4) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler. Pada klien Ny. A tidak diangkat karena sudah tercakup dalam diagnosa gangguan ADL.
5) Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan akhir dirumah. Tidak diangkat karena klien tidak terdapat data yang mengarah pada kecemasan karena ketidaktahuan terhadap penyakitnya, penulis mengangkat ketidak tahuan terhadap penyakitnya pada diagnosa resiko drop out pengobatan.
6) Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan dengan adanya kejang akibat iritasi kortek serebral. Tidak diangkat karena klien tidak mengalami kejang maupun penurunan kesadaran.
7) Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan peningkatan suhu tubuh. Tidak diangkat karena klien dapat minum melalui oral, dan mendapatkan masukan cairan melalui intra vena. Selain itu klien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh dan hiperventilasi.
2. Perencanaan
Pada tahap ini penulis menyusun rencana tindakan untuk memecahkan masalah yang ada disesuaikan dengan kemampuan, situasi, dan kondisi dasar temuan dilapangan dengan tetap mengacu pada konsep teori perencanaan.
Perencanaan yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Pada diagnosa keperawatan yang pertama penulis menetapkan rencana tindakan agar klien dilakukan isolasi untuk mencegah penularan terhadap klien lain. Selain itu klien dianjurkan untuk menggunakan masker namun karena keterbatasan sarana klien hanya menutup mulut saat klien batuk. Untuk mencegah penyebaran infeksi pada organ lain klien dianjurkan untuk minum obat secara teratur.
b. Diagnosa keperawatan yang ke-2 penulis menetapkan tujuan jangka pendek yaitu agar asupan nutrisi klien sesuai dengan kebutuhan, dengan cara menghilangkan faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab serta membantu meningkatkan nafsu makan klien dengan melakukan oral hygiene dan modifikasi teknik penyajian. Sehingga rencana tujuan dapat dicapai dalam waktu 4 hari dengan indikator keberhasilan klien dapat menghabiskan porsi makan yang telah ditetapkan.
c. Pada diagnosa keperawatan ke-3 penulis menetapkan tujuan agar kebutuhan ADL klien terpenuhi, dengan mengoptimalkan kemampuan klien. Sehingga perawat hanya memfasilitasi klien dalam memenuhi kebutuhan ADL-nya dan menolong klien sebatas ketidakmampuannya. Adapun kriteria waktunya penulis menetapkan satu hari, karena setelah intervensi masalah klien teratasi sesuai tujuan jangka pendek.
d. Penetapan tujuan jangka pendek pada diagnosa yang ke-4 lebih ditekankan pada kemampuan klien beradaptasi dengan nyeri, bukan menghilangkan nyeri karena nyeri yang dirasakan klien bersifat kronis. Penetapan waktu 5 hari karena tujuan penulis tidak menghilangkan nyeri tetapi mengadaptasikan klien dengan nyeri.
e. Tujuan pada diagnosa keperawatan ke-5 agar tidak terjadi infeksi traktus urinarius, penulis menetapkan tindakan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien. Merencanakan pengangkatan dower kateter karena klien sudah sadar dan dapat mengontrol keinginan miksi sekaligus menghilangkan portal of entry bagi mikro organisme, sehingga penulis menentukan pecapaian tujuan dalam waktu 2 hari untuk blast training yang dilanjutkan dengan pengangkatan dower kateter.
f. Pada diagnosa keperawatan yang ke-6 tujuan jangka pendek penulis agar pengetahuan klien bertambah, diharapkan klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya sehingga klien dengan kesadaran sendiri menghindari drop out selama program pengobatan, selain itu melibatkan keluarga sebagai support system bagi klien. Penulis dalam diagnosa keperawatan ini menetapkan kriteria waktu 1 hari karena tujuan jangka pendeknya adalah menekankan pada perubahan aspek kognitifnya.
g. Tujuan jangka pendek pada diagnosa keperawatan yang ke-7 yaitu agar klien mengerti tentang maksud dan tujuan dari perawatan klien di rumah sakit, dengan harapan klien dapat beradaptasi terhadap perubahan peran yang dialaminya. Penulis menetapkan kriteria waktu hanya satu hari, karena ini dapat di atasi dengan komunikasi terapeutik sehingga klien mengerti maksud dan tujuan hospitalisasi.
3. Pelaksanaan
Tahap pelaksaanaan adalah tindak lanjut dari perencanaan keperawatan. Dalam merawat klien dengan resiko penyebaran infeksi seharusnya klien dilakukan isolasi, hal ini tidak dapat dilakukan karena tidak terdapat fasilitas di ruangan.
Pada masalah pemenuhan kebutuhan ADL klien, penulis melakukan intervensi dengan pendekatan konsep keperawatan dari Orem, dimana klien diberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan perawaaat memberikan bantuan sesuai dengan tingkat ketergantungan klien.
4. Evaluasi
Pada saat melakukan evaluasi akhir, dari tujuh masalah yang diangkat semua dapat diselesaikan sesuai dengan kriteria tujuan jangka pendek karena perawatan dan pengobatan yang diberikan kepada klien adekuat serta didukung oleh motivasi yang kuat dari klien dan keluarga.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis di ruang 19 A perawatan penyakit saraf wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung yang dilaksanakan selama 5 hari mulai tanggal 08 Agustus sampai dengan tanggal 12 Agustus 2005 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dari setiap tahap proses keperawatan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis perlu dilakukan secara menyeluruh walaupun keadaan umum klien sudah membaik, karena diagnosa keperawatan tidak tergantung pada diagnosa medik. Klien yang secara klinis menunjukan perbaikan tidak menutup kemungkinan masalah keperawatan yang muncul diluar rencana asuhan keperawatan menurut konsep akan lebih kompleks, karena keunikan individu dalam merespon perubahan fungsi tubuhnya. Selain itu ada beberapa diagnosa keperawatan yang seharusnya tidak perlu muncul apabila klien mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang penyakit, cara perawatan dan pengobatannya.
2. Perencanaan
Dalam menyusun rencana keperawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan sistem persarafan harus disesuai dengan kemampuan, kondisi dan sarana yang ada dengan tetap berorientasi pada masalah klien, agar rencana keperawatan tersebut dapat dilaksanakan baik oleh perawat maupun oleh klien dan keluarganya, serta dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah disusun oleh penulis hampir seluruhnya dapat dilaksanakan, walaupun ada beberapa rencana yang tidak dapat dilakukan karena keterbatasan sarana seperti memisahkan klien pada ruangan tersendiri untuk menghindari adanya penularan kepada klien lain. Selain itu keadaan klien yang sudah membaik merupakan faktor pendukung untuk memandirikan klien sesuai dengan kemampuannya, karena ini akan mengurangi tingkat ketergantungan klien terhadap orang lain sehingga akan mengurangi perasaan tidak berdaya pada diri klien dan perawat tidak melakukan tugasnya sebagai rutinitas.
3. Pelaksanaan
Pada tahapan ini penulis melakukan tindakan keperawatan kepada klien Ny.A sesuai dengan rencana yang telah dibuat dengan melibatkan klien dan keluarga secara aktif. Penulis tidak menemukan banyak hambatan dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai faktor pendukung kelancaran pelaksanaan tindakan karena adanya dukungan dari seluruh perawat ruangan.
Pada pemasangan alat yang invasif perawat perlu tanggap terhadap respon klien akibat pemasangan alat tersebut dan disesuaikan dengan indikasi dan kebutuhan klien sehingga tidak mengurangi kenyamanan klien dan menghindari dampak negatif dari pamasangan alat tersebut, misalnya pemasangan dower kateter.
4. Evaluasi
Masalah-masalah keperawatan yang terdapat pada klien Ny. A semuanya sudah dapat diatasi sesuai dengan kriteria evaluasi pada tujuan jangka pendek yang ditetapkan oleh penulis, tercapainya tujuan ini karena adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan tim kesehatan yang lain.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan beberapa hal diantaranya :
1. Perawat ruangan diharapkan memberikan informasi secepatnya kepada klien setelah diagnosa ditegakkan, mengingat penyakit klien adalah penyakit menular sehingga resiko penularan penyakit pada orang lain dapat dicegah sedini mungkin.
2. Perawat harus cepat tanggap terhadap respon klien akibat pemasangan alat invasif yang sebetulnya tidak diperlukan lagi seperti pemasangan dower kateter.
3. Dalam melakukan tindakan perlu untuk memandirikan klien sesuai dengan kemampuannya apabila tidak ada kontra indikasi medik untuk menghindari perasaan tidak berdaya pada diri klien.
4. Rumah sakit perlu mempertimbangkan adanya ruang isolasi di ruang 19 A, karena diantara penyakit saraf non bedah terdapat penyakit menular dan tidak menular.
Karya Tulis Ilmiah MENINGITIS dan TB
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih