BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi akibat bekteri, virus, atau jamur. Salah satu gambaran dari situasi ini adalah Typhus Abdominalis yang dapat menimbulkan peritonitis akibat terjadinya perporasi.
Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen, ruptura saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Gejala berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala-gajala utama adalah sakit perut, muntah, abdomen tegang, kaku, nyeri, dan tanpa bunyi, demam dan leukositosis yang sering terjadi.
Kejadian Peritonitis Difuse tersebut dapat memberikan dampak yang sangat kompleks bagi tubuh, Adanya penyakit peritonitis menjadikan kasus ini menjadi prognosis yang buruk.
Atas dasar karakteristik itulah penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien Peritonitis Difuse yang laporannya dibuat dalam bentuk makalah dengan judul “ Asuhan Keperwatan Pada Tn. C dengan Post Anastomosis end to end Ileochecal a/i Post Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy Mucosfistel e.c Peritonitis Difuse e.c. Perforasi Ileus e.c. Thypoid Perporasi di Ruang II Bedah Umum Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien Tn. C dengan Post Anastomosis end to end Ileochecal a/i Post Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy Mucosfistel e.c Peritonitis Difuse e.c. Perforasi Ileus e.c. Thypoid Perporasi dan mendokumentasikannya dengan pendekatan ilmiah.
2. Tujuan Khusus
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada Tn. C dengan post Post Anastomosis end to end Ileochecal a/i Post Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy Mucosfistel e.c Peritonitis Difuse e.c. Perforasi Ileus e.c. Thypoid Perporasi sesuai dengan pendekatan proses keperawatan, yaitu dapat :
a. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. C yang meliputi :
1) Pengkajian
2) Perencanaan
3) Implementasi
4) Evaluasi
b. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien Tn. C
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan metode deskriptif, dengan bentuk studi kasus, dimana disusun berupa laporan penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
1. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan menanyakan secara langsung dan terarah kepada klien, keluarga dan tim kesehatan.
2. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan melihat secara langsung melalui pengamatan perilaku, keadaan klien, masalah keperawatan pada klien.
3. Partisipasi aktif, yaitu data dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan data dari masalah kesehatan klien, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Studi Dokumenter, yaitu pengumpulan data dengan melihat status, catatan keperawatan serta catatan kesehatan lainnya untuk dijadikan salah satu dasar dalam melakukan asuhan keperawatan.
5. Studi kepustakaan, yaitu metoda pengumpulan data dengan cara mengumpulkan materi yang berhubungan guna dijadikan sebagai landasan teori dalam setiap melakukan tindakan.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis membaginya kedalam 4 bab yaitu :
BAB I : Pendahuluan, memuat latar belakang masalah , tujuan penulisan, metoda penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari
Konsep dasar teori: pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, manajemen medik dan evaluasi diagnostik.
Konsep dasar asuhan keperawatan: pengkajian, perencanaaan, implementasi, dan evaluasi.
BAB III : Tinjauan kasus yang terdiri dari empat langkah yaitu pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi
BAB IV : Penutup, berisi simpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera ( Brunner & Suddart. 2002 : 1103 )
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal yang dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau kimia (Doengoes,Moorhouse, Geissler. 2000 : 513)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah radang selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau sekunder, akut atau kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri atau kimia.
Anastomosis adalah hubungan antara pembuluh-pembuluh yang berbeda pangkalnya (Ramali, Ahmad, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman, 1997:14).
Anastomosis adalah terjadinya hubungan antara dua rongga atau alat yang biasanya terpisah, dengan pembedahan atau karena keadaan sakit (Ramali, Ahmad, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman, 1997:14).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anastomosis and to end adalah penyambungan dua rongga dalam hal ini usus yang awalnya terpisah kemudian disambung kembali melalui proses pembedahan.
2. Anatomi
Susunan saluran pencernaan :
A. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Bagian luar atau vestibula, yaitu ruang antara gusi, bibir dan pipi
a) Bibir
Terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Disebelah luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).
b) Pipi
Dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papilla.
2. Bagian dalam atau rongga mulut yang dibatasi oleh tulang maksilaris, palatum, mandibulla dan faring
a) Gigi
(1) Gigi sulung
(2) Gigi tetap
b) Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir :
(1) Radiks lingua
(2) Dorsum lingua
(3) Apeks lingua
B. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus, didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limpa yang banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
C. Esophagus
Merupakan struktur berbentuk tubular yang menghubungkan faring dengan lambung. Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tuang punggung.
D. Rongga Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi 2 bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
Batas-batas abdomen :
- Atas : diafragma
- Bawah : pintu masuk panggul dari panggul besar
- Depan dan kedua sisi : otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah
- Belakang : tulang punggung dan otot polos dan quadratus lumborum
Isi abdomen :
Sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus besar.
1. Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang. Lambung terletak di oblik kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Kapasitas normal lambung 1 – 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pylorus
2. Usus halus
Usus halus merupakan tabung kompleks berlipat-lipat yang membentang dari pylorus sampai katup ilosekal, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan
a) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, mulai dari pylorus sampai yeyenum. Duodenum terletak pada daerah epigastrium dan umbilikalis. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus kaledokus) dan saluran pancreas (duktus pankreatitis).
Empedu dibuat dari hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus kaledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amylase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
b) Yeyenum dan Ileum
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang 6 meter. Sambungan yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Lekukan-lekukan yeyenum menduduki bagian kiri atas rongga abdomen, sedangkan ileum cenderung menduduki bagian bawah kanan rongga abdomen dan rongga pelvis. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekal.
3. Usus Besar
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 1,5 meter yang terbentang dari sekum sampai canalis ani.
a) Sekum
Pada sekum terdapat katup ileosekal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Appendiks sebagai organ pertahanan terhadap infeksi, kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya kedalam rongga abdomen.
b) Kolon
(1) Kolon ascendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ileum kebawah hati.
(2) Kolon Transversum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon ascendens sampai ke kolon descendens berada dibawah abdomen
(3) Kolon Descendens
Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah
(4) Kolon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon descendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
c) Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
E. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dari udara luar. Dinding anus diperkuat oleh 3 sfingter :
a) Sfingter ani internus berada diatas, bekerja tidak menurut kehendak
b) Sfingter levator ani, bekerja tidak menurut kehendak
c) Sfingter ani eksternus berada dibawah, bekerja menurut kehendak
3. Fisiologi
Usus halus mempunyai fungsi utama dalam pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang sederhana. Adanya bikarbonat dalam secret pancreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas. Kerja empedu terjadi sebagai akibat dari sifat detergen asam-asam empedu yang dapat melarutkan zat-zat lemak. Pergerakan peristaltic usus halus bergerak dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai continue isi lambung. Selanjutnya sisa absorpsi dari usus halus dilanjutkan ke usus besar dan berakhir di anus.
Fungsi peritoneum :
1) Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis
2) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen
4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi
4. Etiologi
1. Peritonitis Primer
a. Sindrom nefrotik
b. Sirosis hepatic
2. Peritonitis Sekunder
a. Ruftur atau perforasi pada saluran cerna
b. Terdapatnya sumber infeksi intra peritoneal
3. Peritonitis karena pemasangan benda saing kedalam rongga peritonium
Pemasangan kateter pentrikoperitonial, kateter peritoneo-jugular dan continuous ambulatori peritoneal dialisis
5. Tanda dan Gejala
- Rasa sakit pada daerah abdomen
- Dehidrasi
- Lemas
- Nyeri tekan pada daerah abdomen
- Defence musculair
- Bising usus berkurang atau menghilang
- Nafas dangkal
- Tekanan darah menurun
- Nadi kecil dan cepat
- Renjatan
- Berkeringat dingin
- Pekak hati menghilang
6. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma, atau perforasi tumor. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri sehingga terjadi proliferasi bakterial, terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
Perporasi dapat terjadi pada Typus Abdominalis akibat tukak (ulkus) yang menebal pada cecum dan colon yang menembus lapisan otot atau daerah yang berongga sehingga dapat menyebabkan memar yang menyebabkan permeabilitas meningkat sehingga mengakibatkan perdarahan yang berdampak kebocoran pada peritoneum sehingga terjadilah peritonitis.
Menurut penyebabnya, peritonitis dibagi :
- Peritonitis Primer
Terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum serta bisanya terjadi pada anak-anak dengan riwayat sindrom nefrotik dan sirosis hepatic. Kuman masuk kerongga peritoneum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui alat genital.
- Peritonitis Sekunder
Terjadi bila bakteri masuk ke rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak dan bisanya dari lumen saluran cerna. Dalam keadaan normal peritoneum dapat mengatasi masuknya bakteri melalui saluran getah bening diafragma. Akan tetapi, bila banyak bakteri yang masuk atau secara terus-menerus dapat menyebabkkan peritonitis, apalagi bila ada rangsangan kimiawi karena masuknya asam lambung, makanan, tinja, hemoglobin dan jaringan nekrotik atau immunitas pasien menurun, biasanya terdapat campuran jenis bakteri yang menyebabkan peritonitis, sering bakteri-bakteri aerob atau anaerob.
- Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum
Kateter pentrikuloperitoneal
Yang digunakan untuk mengurangi cairan serebrospinalis pada klien dengan hidrochepalus, sehingga apabila cairan serebrospinalis mengandung bakteri maka dapat menyebabkan peritonitis.
Kateter peritoneo-jugular
Dipasang untuk mengurangi asites. Daerah yang terpasang kateter ini sering mengalami infeksi yang disebabkan oleh stapillococcus aureus
Continuous ambulatory peritonial dialysis
Infeksi disebabkan karena kontaminasi cairan dialysis atau kateter, infeksi ini biasanya disebabkan oleh stapillococcus aureus dan kadang-kadang juga disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri anaerob atau jamur.
7. Manajemen Medik
1. Peritonitis primer
Antibiotic
Pembedahan
2. Peritonitis sekunder
Transfusi darah (plasma atau whole blood dan albumin)
Cairan parenteral (RL, Dextrose 5% atau NaCl 0,9%)
Kortikosteroid, misalnya : metil prednisone 30 mg/ kg bb/ hari (apabila terdapat renjatan)
Pemberian oksigen jika hypoxia
Pemasangan pipa nasogastrik tube untuk dekompresi
Pemberian analgetik dan sedatif
Pembedahan
Antibiotic intra perineal (missal 100 cc – 200 cc Canamisin 0,5 %)
Antibiotic parenteral dan atau oral
3. Peritonitis karena pemasangan benda asing kedalam rongga peritoneum
Pemberian antibiotic spectrum luas
Pencabutan atau reposisi kateter
8. Evaluasi Diagnostik
Leukositosis, hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah. elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan kadar Kalium, Natrium dan Clorida.
Sinar X dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi, pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukkan abses. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitifitas cairan teraspirasi dapat menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Wolf dan Weitzel bahwa proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan berurutan, terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis (Nursalam, 2001:2)
Proses keperawatan harus saling berkeseninambungan dan berkaitan satu sama lainnya dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17)
A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Nursalam, 2001:17)
1. Identitas
a. Identitas Klien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelmain, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no. medrec, diagnosa medis, alamat klien.
b. Identitas Penanggungjawab
Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan klien saat dilakukan pengkajian
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengungkapkan keluhan yang paling sering dirasakan oleh klien saat pengkajian dengan menggunakan metode PQRST. metode ini meliputi hal-hal :
P : Provokatif / paliatif, yaitu apa yang membuat terjadinya timbulnya keluhan, hal-hal apa yang memperingan dan memperberat keadaan atau keluhan klien tersebut yang dikemabangkan dari keluhan utama.
Q : Quality/ Quantity, seberapa berat keluhan terasa, bagaimana rasanya, berapa sering terjadinya
R : Regional/ Radiasi, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau ditemukan, apakah juga penyebaran ke area lain, daerah atau area penyebarannya.
S : Severity of Scale, intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang, dan berat.
T : Timing, kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan, berapa sering dirasakan atau terjadi, apakah secara bertahap, apakah keluhan berulang-ulang, bila berulang dalam selang waktu berawal lama hal itu untuk menetukan waktu dan durasi.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menggambarkan penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang diderita dan riwayat pengobatannya.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Bertujuan untuk mengetahui adanya riwayat penyakit yang dapat diturunkan dan bagaiman perawatannya. Selain itu dikaji adanya anggota keluarga yang mengidap penyakit jantung, stroke, dan infeksi serta penyakit menular.
3. Pemerikasaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
b. Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
c. Sistem Pencernaan
Kaji adanya abdomen yang buncit, mengkilap, kemerahan sekitar umbilikus serta edema yang biasanya terlihat didaerah punggung dan genetalia. Bising usus melemah atau menghilang. Nyeri dan kekakuan pada abdomen, anorexia, tidak bisa BAB dan flatus, emesis fecal. Pada foto polos abdomen didapatkan gambaran udara kabur dan tidak merata serta penebalan dinding usus.
d. Sistem Endokrin
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai peritonitis, kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
e. Sistem Genitourinaria
Biasanya pasien dengan peritonitis post LE akan mengalami oliguri
f. Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai peritonitis. Kaji ROM, kekuatan otot, dan refleks
g. Sistem Integumen
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai peritonitis. Kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh
h. Sistem Persarafan
Kaji fungsi serebral dan kranial klien
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
Mengungkapkan pola aktivitas klien sebelum sakit dan sesudah sakit. Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.
5. Data Psikologis
Perlu dikaji tentang tanggapan klien terhadap penyakitnya apakah ada perasaan khawatir, cemas, takut, konsep diri menurun atau body image menurun serta ketidakmampuan koping
6. Data Sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien terhadap penyakitnya, bagaiman aktifitas klien selama menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhan.
7. Data Spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan gangguan penglihatan.
B. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Nursalam,2001:24)
C. Daftar Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai masalah klien baik aktual maupun potensial yang didapat dari status kesehatan klien (Erb, Olivieri, Kozier,1991:169)
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan peritonitis adalah :
1. Risiko infeksi b.d. Tidak adekuatnya pertahanan primer, tidak adekuat pertahanan sekunder, prosedur invasif
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d. Perpindahan cairan dari ekstravaskuler, intravaskuler, area interstisial dan usus ke area peritoneal, anorexia, demam dan pembatasan masukan cairan
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. Akumulasi cairan dalam rongga abdomen, trauma jaringan, iritasi kimia peritoneum perifer
4. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. Disfungsi usus, abnormalitas metabolic, peningkatan kebutuhan metabolic, mual muntah
5. Gangguan rasa aman : cemas b.d. Krisis situasi, perubahan status kesehatan, faktor fisiologis, status hipermetabolik
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d. Kurangnya informasi
2. Perencanaan
Perencanaan (intervensi) merupakan suatu rangkaian tahapan dimana perawat dank lien menetapkan prioritas, menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan merencanakan serangkaian rencana keperawatan guna menyelesaikan atau mengurangi masalah-masalah kesehatan klie serta mempersiapkan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991:169)
Adapun perencanaan yang dibuat untuk klien dengan peritonitis adalah :
DP I : Risiko infeksi b.d. tidak adekuatnya pertahanan primer, tidak adekuat pertahanan sekunder, prosedur invasif
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria Evaluasi : proses penyembuhan luka tepat pada waktunya, bebas drainage purulen atau eritema ; tidak demam
Intervensi Rasional
1. Catat faktor risiko individu, contoh : trauma abdomen, appendicitis akut, dialisa peritonial
2. Kaji tanda-tanda vital, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takhikardia, demam, takipnea
3. Catat perubahan status mental : bingung, pingsan
4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban
5. Awasi haluaran urin
6. Pertahankan teknik aseptic ketat pada perawatan drain abdomen, luka insisi dan sisi invasif. Bersihkan dengan bethadin atau larutan lain yang tepat
7. Observasi drainage pada luka/ drain
8. Pertahankan teknik steril bila pasien dipasang kateter, dan berikan perawatan kateter/ kebersihan perineal rutin
9. Batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan
10. Kolaborasi pemberian antimicrobial contoh : gentamicin (garamycin); amikasin (amikin); klindamicin (cleocin); lapase peritoneal/ IV 1. Mempengaruhi pilihan intervensi
2. Tanda adanya syok septic, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi dan rendahnya status curah jantung
3. Hipoxsemia, hipotensi dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental
4. Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septicemia. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok
5. Oliguria terjadi akibat penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotic
6. Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif/ kontaminasi silang
7. Memberikan informasi tentang satatus infeksi
8. Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius
9. Menurunkan risiko terpajan/ menambah infeksi sekunder pada pasien yang emngalami tekanan immune
10. Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negative. Lapase dapat digunakan untuk emmbuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang terklokalisasi/ menyebar dengan buruk
DP II : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d. Perpindahan cairan dari ekstravaskuler, intravaskuler, area interstisial dan usus ke area peritoneal, anorexia, demam dan pembatasan masukan cairan
Tujuan : cairan dan elektrolit dalam batas normal
Kriteria Evaluasi : haluaran urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler meningkat, berat badan dalam rentang normal
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya hipotensi, takhikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada
2. Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat badan harian. Termasuk pengukuran/ perkiraan kehilangan contoh : penghisapan gaster, drain, balutan, hemovact, keringat, lingkar abdomen
3. Ukur berat jenis urin
4. Observasi kulit, membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ sacral
5. Hilangkan tanda bahaya/ bau dari lingkungan.
6. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan
7. Kaji ulang pemerikasaan laboratorium : Hb, Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin
8. Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/ intestinal
9. Kolaborasi pemberian plasma/ darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikadi 1. Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/ keefektifan penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan
2. Menunjukkan status hidrasi keseluruhan. Keluaran urin mungkin menurun pada hipovolemia dan penurunan perfusi ginjal, tetapi berat badan masih berlaku, menunjukkan edema jaringan/ asites. Kehilangan dari penghisapan gaster mungkin besar, dan banyaknya cairan tertampung pada usus dan area peritoneal (asites)
3. Menunjukkan satatus hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal
4. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan
5. Menurunkan rangsangan pada gaster dan respon muntah
6. Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit
7. Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ. Berbagai gangguan dengan konsekuensi tertentu pada fungsi siastemik mungkin sebagai akibat dari perpindahan cairan, hi[povolemia, hypoxemia, toxin dalam sirkulasi dan produk jaringan nekrotik
8. Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari diare
9. Mengisi, mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Koloid (plasma, darah) membantu menggerakkan air kedalam area intarvaskuler dengan meningkaktkan tekanan osmotic. Diuretic mungkimn digunakan untuk emmbnatu penmgeluaran toxin dan meningkatkan dfungsi ginjal
DP III : Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. Akumulasi cairan dalam rongga abdomen, trauma jaringan, iritasi kimia peritoneum perifer
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria Evaluasi : nyeri hilang/ terkontrol, skala nyeri berkurang, klien dapat menggunakan keteram,pilan relaksasi
Intervensi Rasional
1. Kaji respon nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (0-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
2. Perrtahankan posisi semifowler sesuai indikasi
3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh : pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi/ visualisasi
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesic, narkotik
1. Perubahan dalam lokasi/ intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebat keatas; nyeri dapat local jika tyerjadi abses
2. Memudahkan drainage cairan/ luka karena gravitasi dan m,em,bantu meniminalkan nyeri kaarena gerakann
3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien
4. Menurunkan laju metabolic dan iritasi usu karena toksin sirkulasi/ local, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan
DP IV : Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. Disfungsi usus, abnormalitas metabolic, peningkatan kebutuhan metabolic, mual muntah
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Evaluasi : porsi makan habis, berat badan tetap atau naik
Intervensi Rasional
1. Catat adanya muntah/ diare
2. Auskultasi bising usus
3. Ukur lingkar abdomen
4. Timbang berat badan dengan teratur
5. Kaji abdomen terhadap adanya bising usus normal dan kelancaran flatus
6. Kolaborasi dalam pemberian diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut
1. Muntah dan diare diduga adanya obstruksi usus dan memerlukan evaluasi lebih lanjut
2. Inflamasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare
3. Memberikan bukti kuantitas perubahan gaster/ usus dan/ atau akumulasi asites
4. Kehilangan / peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada deficit nutrisi
5. Menunjukkan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk memulai masukan per oral
6. Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisis dimulai lagi menurunkan resiko iritasi gaster
DP V : Gangguan rasa aman : cemas b.d. Krisis situasi, perubahan status kesehatan, faktor fisiologis, status hipermetabolik
Tujuan : rasa aman klien terpenuhi
Kriteria Evaluasi : klien tampak rileks, cemas berkurang,
Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat ansietas/cemas, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebasakan emosi
2. Berikan informasi tentang penyakit dan antisipasi tindakan
3. Jadwalkan istirahat adekuat
1. Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit
2. Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas
3. Membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping
DP VI : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d. Kurangnya informasi
Tujuan : pengetahuan klien bertambah
Kriteria Evaluasi : klien menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan, klien mengidentifikasi hubungan, tanda/ gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan factor penyebab
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses penyakit dasr dan harapan untuk sembuh
2. Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping
3. Anjurkan melakukan aktifitas biasanya secara bertahap dan sesuai toleransi
4. Kaji ulang pembatasan aktifitas: hindari mengangkat beban, konstipasi
5. Lakukan penggantian balutan secara aseptic
6. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik: berulangnya nyeri/ distensi abdomen, muntah, menggigil, demam, atau adnya drainase purulen, bengkak/eritema pada insisi bedah 1. Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan berdasarkan informasi
2. Antibiotic dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya dirawat
3. Mencegah kelemahan, meningkatkan perasaan sehat
4. Menghindari penekanan intra abdomen yang tidak perlu dan tegangan otot
5. Menurunkan resiko kontaminasi
6. Pengenalan dini dan pengobatan terjadinya komplikasi dapat mencegah penyakit/cidera serius
3. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah titetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif atau tidak. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn. C
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Swasta
Suku/ Bangsa : Sunda / Indonesia
Tanggal Masuk RS : 01 April 2005
Tanggal Pengkajian : 07 April 2005
No. Medrec : 05021119
Diagnosa Medis : Post Anastomosis end to end Ileochecal a/i Post Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy Mucosfistel e.c Peritonitis Difuse e.c. Perforasi Ileus e.c. Thypoid Perporasi
Alamat : Kampung Kraja RT 12 RW 06 Kel. Salamjaya Kec/Kab Pondok Salam Purwakerta.
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. S
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku/ Bangsa : Sunda / Indonesia
Hubungan Dengan Klien : Istri
Alamat : Kampung Kraja RT 12 RW 06 Kel. Salamjaya Kec/Kab Pondok Salam Purwakerta.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada daerah luka post operasi
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kurang lebih 3 bulan sebelum masuk RS, klien mengalami panas badan yang terus menerus dirasakan meningkatdan disertai sulit BAB. Klien kemudian berobat ke RS Purwakerta yang kemudian langsung di rujuk ke RSHS Bandung dan pada bulan Desember 2004dilakukan tindakan operasi laparatomi eksplorasi dan ileustomy. Selama bulan Desember sampai Maret 2005, klien selalu kontrol ke Poliklinik RSHS setiap satu bulan sekali. Klien mengatakan bahwa dokter akan melakukan penutupan kembali ileostomy setelah 3 bulan kemudian dari Desember 2004. pada tanggal 6 April 2005, klien dilakukan tindakan operasi anastomosis end to end ileochecal di RS. Hasan Sadikin Bandung.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 7 April 2005, klien post operasi hari ke-1, klien mengeluh nyeri pada daerah luka operasi. Nyeri dirasakan bertambah bila klien bergerak/ beraktivitas dan pada saat diganti balutan serta pada saat perut klien dipalpasi. Nyeri berkurang bila klien beristirahat dengan posisi tidur terlentang. Nyeri dirasakan seperti diiris-iris dan klien tampak meringis. Nyeri dirasakan pada daerah luka operasi dan nyeri menyebar pada daerah sekitar luka. Skala nyeri 3 dari skala 0-5.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kurang lebih 6 bulan yang lalu klien sakit thypoid dengan panas yang tinggi, lalu klien sembuh. Kemudian setelah 3 bulan kambuh lagi hingga klien dilakukan tindakan operasi yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung. Klien menyangkal memiliki penyakit hipertensi, DM, Asma atau penyakit menular seperti Hepatitis atau TBC.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit seperti klien. Klien juga mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit hipertensi ataupun DM, dan juga dalam keluarganya tidak ada yang yang mempunyai penyakit menular seperti TBC, Hepatitis.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Bentuk hidung simetris, tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak terdapt sekret, mukosa hidung lembab dan berwarna merah muda, terdapat bulu hidung, patensi nares kanan kuat, tidak terdapat clubbing finger. Pada hidung sebelah kiri terpasang NGT. Tidak terdapat nyeri tekan sinus. Bentuk dan pergerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi interkosta, vertebrate lurus, tidak terdapat massa dan tidak ada nyeri tekan, vokal premitus kanan dan kiri sama getarannya, pengembangan paru saat bernapas simetris, pada perkusi suara paru resonan, suara paru terdengar vesikuler di semua area paru. Respirasi 20 x/ menit.
b. Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva pucat, tidak ada peningkatan JVP, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada oedema kelopak mata. Pada perkusi terdengar dullness dan apeks berada pada ICS 5 dan basis berada pada ICS 2. Tidak ada iktus kordis. Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler. CRT kurang dari 3 detik, akral teraba hangat. Tekanan darah 90/60 mmHg. Nadi 84 x/ menit.
c. Sistem Pencernaan
Sklera putih, bibir kering, warna bibir merah muda, tidak ada luka pada daerah bibir, bentuk bibir simetris, gigi klien lengkap 32, gigi putih, tidak terdapat caries dan tida terdapat gigi bolong. Klien terpasang NGT, cairan yang keluar berwarna bening dan sedikit lendir berwarna coklat, klien masih puasa post operasi lalu dilakukan test feeding dan hasilnya (+). Abdomen datar lembut, klien sering flatus, terdapat luka laparatomi kearah horizontal 10 cm dengan keadaan luka masih basah dan terdapat rembesan darah, bising usus 8 x/ menit, tidak ada bruit aorta, suara perkusi area lambung tympani, klien mengatakan mual dan muntah sudah 3 kali. Klien mengeluh terasa nyeri saat perutnya dipalpasi 2 cm pada sekitar luka. Pada kuadran bawah kanan terdapat luka bekas drain. Tidak terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada hepar dan lien.
d. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan parathyroid, klien tidak mempunyai riwayat penyakit DM.
e. Sistem Genitourinaria
Klien terpasang dower kateter, genetalia bersih, tidak terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada ginjal, pada saat palpasi daerah vesika urinari tidak kembung.
f. Sistem Integumen
Kulit klien berwarna putih, lembab, turgor kembali cepat (< 3 detik), kulit kepala bersih, rambut berwarna hitam, distribusi merata, kuku pendek dan bersih. Kulit tubuh tidak lengket, klien sudah di seka oleh istrinya.. Klien mengatakan badannya terasa panas, suhu 37,5 0C.
g. Sistem Muskuloskeletal
Ekstrimitas atas
Ekstrimitas kanan dan kiri simetris, tidak terdapat edema, ROM tangan kanan maksimal, pergerakan tangan kiri terkontrol tetapi tidak bebas karena terpasang infus Dextros 5 % 15 gtt/ menit, tidak terdapat nyeri tekan, klien dapat merasakan sensasi tajam, tumpul, panas dan dingin, refleks bisep +/+, reflek trisep +/+, reflek brachiaradialis +/+, kekuatan otot 5 5
Ekstrimitas bawah
Ekstrimitas kanan dan kiri simetris, tidak ada edema, ROM maksimal, pergerakan kaki terkontrol, tidak terdapat nyeri tekan, klien dapat merasakan sensasi tajam, tumpul, panas dan dingin, refleks patela +/+, refleks archiless dan refleks babinski tidak dikaji, kekuatan otot :
5 5
h. Sistem Persarafan
Kesadaran kompos mentis dengan GCS 15 (E4M6V5). Orientasi terhadap waktu dan tempat baik.
Tes Fungsi Kranial
a) Nervus Olfaktorius
Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan alkohol
b) Nervus Optikus
Klien dapat membaca papan nama perawat pada jarak 30 cm.
c) Nervus Okulomotorius, Trochlearis, Abdusen
Koordinasi gerak mata simetris, klien dapat melihat ke segala arah
d) Nervus Trigeminus
Klien dapat merasakan usapan kapas pada dahi, pipi dan mandibula sambil matanya ditutup. Teraba kontraksi otot masseter pada saat klien mengunyah.
e) Nervus Fasialis
Klien dapat mengangkat alis secara simetris, dapat tersenyum dengan bibir simetris. Klien dapat membedakan rasa manis, asin dan asam pada saat makan.
f) Nervus Akustikus
Klien dapat mendengar dengan baik, terbukti klien dapat menjawab dengan benar semua pertanyaan yang diajukan perawat tanpa harus di ulang lagi.
g) Nervus Glosofaringeus dan Vagus
Klien dapat menelan namun terasa sedikit nyeri karena terdapat NGT, uvula bergetar saat klien menyebut “ah”.
h) Nervus Assesorius
Klien dapat menggerakkan lehernya. Klien dapat mengangkat bahunya
i) Nervus Hipoglosus
Klien dapat menjulurkan lidahnya secara simetris dan dapat menggerakannya ke atas dan ke bawah, samping kiri dan kanan secara simetris, dan pergerakannya terkontrol
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
No Jenis aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit
1. Nutrisi
A. Makan
• Jenis
• Frekuensi
• Porsi
• Keluhan
B. Minum
• Jenis
• Jumlah (cc/ hari)
• Keluhan
Nasi, lauk-pauk, sayuran kadang buah-buahan
3 x / hari
1 porsi penuh
Tidak ada masalah
Air putih, air teh, kopi
7-8 gelas/ hari (1400-1600 cc)
Tidak ada masalah
Pada saat dilakukan pengkajian, klien sedang dilakukan test feeding per oral 1 sendok makan/ jam
Klien mengatakan mual dan muntah setelah diberikan obat
Air putih
Air putih 1 sendok/ jam
Tidak ada masalah
2. Eliminasi
A. BAK
• Frekuensi
• Warna
• Keluhan
B. BAB
• Frekuensi
• Warna
• Konsistensi
• Keluhan
4 – 6 x / hari
kuning jernih
Tidak ada masalah
1– 2 x / hari
kuning
lembek
Tidak ada keluhan
Terpasang dower kateter dan saat dikaji dalam urinari bag terdapat 700 cc urine
Klien mengatakan setelah operasi belum BAB
3. Istirahat Tidur
A. Siang
• Jam
• Keluhan
B. Malam
• Jam
• Waktu Terjaga
• Keluhan
Jarang tidur siang
-
22.00 - 05.00 WIB
-
Tidak ada masalah
Tidak tentu, 2-3 jam
Tidak ada keluhan
21.00 – 04.00 WIB
-
Tidak ada masalah
4. Personal Hygiene
A. Mandi
B. Keramas
C. Gosok Gigi
2 x / hari, mandi guyur pakai sabun
Setiap hari dikeramas
3 x / hari dengan pasta gigi
Sehari 2 x di seka oleh istrinya
Belum pernah
Sehari 1 x
5. Aktivitas Klien bekerja dan beraktivitas sehari-hari secara mandiri
Klien dalam tahap mobilisasi dan klien belum bisa turun dari tempat tidur karena masih nyeri, aktivitas klien dibantu oleh keluarga
5. Data Psikologis
a. Status Emosi
Saat dikaji emosi klien tampak stabil, ekspresi wajah klien sesuai dengan apa yang dibicarakannya
b. Pola Koping
Bila ada masalah, klien akan menceritakan pada istrinya dan berupaya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
c. Pola Komunikasi
Klien mampu berkomunikasi secara verbal dan non-verbal dengan baik.
d. Konsep Diri
1) Gambaran Diri
Klien menerima keadaan kondisi fisiknya sekarang, klien mengatakan tidak ada yang istimewa pada anggota tubuhnya dan klien menyenangi semua anggota tubuhnya.
2) Identitas Diri
Klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang suami yang belum mempunyai anak.
3) Peran
Klien sebagai seorang suami bekerja sebagai karyawan swasta dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun semenjak sakit klien tidak bekerja lagi sehingga istrinya yang bekerja. Semenjak sakit klien merasa tidak bisa menjalankan peran seutuhnya sebagai kepala rumah tangga.
4) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali bekerja seperti waktu masih sehat.
5) Harga Diri
Klien mengatakan tidak merasa malu dengan keadaannya dan keluarganya tetap menyayangi dan menghargai klien.
6. Data Sosial
Pendidikan terakhir klien SMU, klien adalah seorang karyawan swasta dan menyukai pekerjaannya. Hubungan klien dengan keluarga baik terbukti dengan adanya keluarga klien yang menunggunya, hubungan klien dengan tenaga kesehatan baik ditandai klien terlihat kooperatif pada saat dilakukan tindakan, klien mengatakan orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya adalah istrinya, klien tampak lemah.
7. Data Spiritual
Klien seorang muslim. Klien selalu berdo’a untuk kesembuhannya, klien yakin bahwa penyakitnya sekarang adalah sebagai cobaan dari Allah SWT..
8. Data Penunjang
a. Laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Sysmex
1. Hemoglobin
2. Leukosit
3. Hematokrit
4. Trombosit
12,3
27.500
36
264.000
13–18 gr / dl
3,8–10,6 ribu mm3
40–52 %
150–440 ribu mm3
b. Therapy
• Cefriaxon 1 x 1 IV
• Pronalges 2 x 1 ampul IV
• Rantin 2 x 1 ampul
B. Analisa Data
No Data Kemungkinan Penyebab & Dampak Masalah
1.
DS :
– Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
– Klien mengatakan nyeri akan dirasakan bertambah bila klien bergerak/ beraktivitas, dan pada saat diganti balutan dan dipalpasi
– Klien mengatakan luka seperti diiris-iris
DO :
– Terdapat luka post operasi anastomosis hari ke-1
– Skala nyeri 3 (0-5)
– Klien meringis saat diganti balutan dan dipalpasi pada daerah abdomen
– Tanda vital :
TD : 90 / 60 mmHg
N : 84 x / menit
S : 37,50C
R : 20 x / menit
Luka post op anastomosis end to end
Terputusnya kontinuitas jaringan
Spasme otot visceral abdomen
merangsang pelepasan substansi bradikinin, histamine, serotonin, dan prostaglandin
Merangsang nosi reseptor
dihantarkan oleh serabut saraf delta A dan C dorsal cord (medulla spinalis)
Substansia gelatinosa
dihantarkan ke traktus spinotalamikus
Medulla oblongata
Thalamus
Cortex cerebri
Nyeri dipersepsikan
Gangguan rasa nyaman : nyeri
2.
DS : -
DO :
- Terdapat luka post anastomosis horizontal 10 cm
- Terdapat luka bekas drain di kuadran kanan bawah
- Leukosit 27.500/ mm3
- Hb : 12,3 gr/dl
- Suhu 37,50C
- Terpasang dower kateter
Terdapat luka post op anastomosis
Terputusnya kontinuitas jaringan
Pertahanan tubuh menurun
Port the entry mikroorganisme
Invasi bakteri / mikroorganisme kedalam tubuh
infeksi
Risiko infeksi
3.
DS :
- Istri klien mengatakan klien muntah sudah 3 kali
- Klien mengatakan suka mual setelah obat masuk melalui infusan
DO :
- Klien tampak lemah
- Terpasang infus Dextros 5 % 15 gtt/ menit
- Mata tidak cekung
- Turgor kembali dengan cepat (< 3 detik)
- Klien sedang dilakukan test feeding 1 sendok/ jam
Prosedur pembedahan e/c peritonitis difuse hari ke-1
Manipulasi dan kondisi usus yang kurang baik
Belum siapnya organ cerna bagian dalam menyebabkan pembatasan nutrisi
Merangsang
N. Vagus
Mual, muntah
Cairan dan elektrolit kurang
Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : kurang dari kebutuhan
4.
DS :
- Klien mengatakan selama klien sakit klien tidak bekerja lagi
- Klien mengatakan tidak dapat menjalankan seutuhnya peran sebagai kepala keluarga
DO :
- Klien menderita peritonitis difuse
- Klien sejak sakit tidak bekerja lagi
- Istrinya bekerja sebagai karyawan swasta
Klien menderita peritonitis difuse
Klien sejak sakit tidak bekerja
Klien tidak dapat memenuhi kewajibannya memberikan nafkah untuk keluarganya
Klien tidak dapat berperan seutuhnya sebagai kepala keluarga
Gangguan konsep diri : peran
C. Daftar Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tanggal Ditemukan Tanggal Terpecahkan Paraf
1.
2.
3.
4.
Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. post op anastomosis end to end
Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : kurang dari kebutuhan b.d. mual dan muntah
Risiko infeksi b.d. luka post post op anastomosis end to end yang belum sembuh
Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan tidak dapat berperan seutuhnya sebagai kepala keluarga
7 April 2005
7 April 2005
7 April 2005
7 April 2005
9 April 2005
II. PERENCANAAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1.
Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. post op anastomosis end to end, ditandai dengan :
DS :
– Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
– Klien mengatakan nyeri akan dirasakan bertambah bila klien bergerak/ beraktivitas, dan pada saat diganti balutan dan dipalpasi
– Klien mengatakan luka seperti diiris-iris
DO :
– Terdapat luka post operasi anastomosis hari ke-1
– Skala nyeri 3 (0-5)
– Klien meringis saat diganti balutan dan dipalpasi pada daerah abdomen
– Tanda-tanda vital :
TD : 90/60 mmHg
N : 84 x/menit
S : 37,50C
R : 20 x / menit
Tupan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari, nyeri berkurang dengan kriteria evaluasi:
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Klien mampu melakukan teknik distraksi dan relaksasi
- Klien tampak tenang
- Skala nyeri berkurang menjadi 1
- Tanda-tanda vital dalam batas normal :
TD : 120/ 90 mmhg
N : 60 – 100 x / menit
RR : 12 – 20 x / menit
S : 36,5 – 37,5 0C
1. Kaji tanda-tanda vital setiap jam
2. Atur posisi klien senyaman mungkin
3. Tenangkan klien bahwa perawat mengetahui nyeri yang dirasakan klien adalah nyata dan perawat akan membantu klien mengurangi nyeri tersebut
4. Kaji respon perilaku klien terhadap nyeri dan pengalaman nyeri
5. Berikan dorongan penggunaan strategi pereda nyeri yang telah klien terapkan dengan berhasil pada pengalaman nyeri sebelumnya
6. Lakukan setiap tindakan secara perlahan
7. Berikan tindakan kenyamanan, contoh : pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi/ visualisasi
8. Kaji respon nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (0-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
9. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgetik
1. Mengetahui keadaan umum klien
2. Posisi yang nyaman dapat menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan kenyamanan
3. Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap nyata dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri
4. Memberikan informasi tambahan tentang nyeri klien
5. Memberikan dorongan strategi peredaan nyeri yang dapat diterima klien dan keluarga
6. Gerakan perlahan dapat menurunkan spasme otot
7. Membantu menurunkan rasa nyeri
8. Membantu menentukan pilihan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri
9. Dapat memblokir penghantaran rangsang nyeri
2
Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : kurang dari kebutuhan b.d mual dan muntah ditandai oleh :
DS :
- Istri klien mengatakan klien muntah sudah 3 kali
- Klien mengatakan suka mual setelah obat masuk melalui infusan
DO :
- Klien tampak lemah
- Terpasang infus Dextros 5 % 15 gtt/ menit
- Mata tidak cekung
- Turgor kembali dengan cepat (< 3 detik)
- Klien sedang dilakukan test feeding 1 sendok/ jam
Tupan :
Cairan dan elektrolit dalam batas normal
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari, intake cairan dan elektrolit adekuat dengan kriteria evaluasi :
- Haluaran urin adekuat dengan berat jenis normal
- Tanda-tanda vital stabil
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya hipotensi, takhikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada
2. Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat badan harian. Termasuk pengukuran/ perkiraan kehilangan berat badan
3. Ukur berat jenis urin
4. Observasi kulit, membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ sakral
5. Hilangkan tanda bahaya/ bau dari lingkungan.
6. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan
7. Kaji ulang pemerikasaan laboratorium : Hb, Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin
8. Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/ intestinal
9. Kolaborasi pemberian plasma/ darah, cairan, elektrolit, diuretik sesuai indikadi
10. Bila NGT telah dilepas anjurkan klien untuk banyak minum air putih
1. Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/ keefektifan penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan
2. Menunjukkan status hidrasi keseluruhan.
3. Menunjukkan satatus hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal
4. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan
5. Menurunkan rangsangan pada gaster dan respon muntah
6. Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit
7. Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ. Berbagai gangguan dengan konsekuensi tertentu pada fungsi sistemik mungkin sebagai akibat dari perpindahan cairan, hipovolemia, hypoxemia, toxin dalam sirkulasi dan produk jaringan nekrotik
8. Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari diare
9. Mengisi, mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Koloid (plasma, darah) membantu menggerakkan air kedalam area intarvaskuler dengan meningkaktkan tekanan osmotik. Diuretik mungkin digunakan untuk membantu pengeluaran toxin dan meningkatkan fungsi ginjal
10. Meningkatkan hidrasi per oral
3.
Risiko infeksi b.d. luka post op anastomosis end to end yang belum sembuh, ditandai dengan :
DS : -
DO :
- Terdapat luka post anastomosis horizontal 10 cm
- Terdapat luka bekas drain di kuadran kanan bawah
- Leukosit 27.500/ mm3
- Hb : 12,3 gr/dl
- Suhu 37,50C
- Terpasang dower kateter
Tupan :
Infeksi tidak terjadi
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari, luka insisi dalam keadaan baik dan bersih dengan kriteria evaluasi :
- Luka terlihat bersih dan kering
- Penyembuhan luka sesuai waktu
- Leukosit dalam batas normal (3800-10.600 mm3)
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi : rubor, dolor, color, fungsiloesa
- Suhu dalam batas normal (36,5-37,5 0C)
1. Kaji tanda-tanda vital, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takhikardia, demam, takipnea
2. Ciptakan lingkungan yang bersih
3. Pertahankan teknik aseptic ketat pada perawatan drain abdomen, luka insisi dan sisi invasif. Bersihkan dengan bethadin atau larutan lain yang tepat
4. Observasi drainage pada luka/ drain
5. Observasi tanda-tanda infeksi pada daerah luka
6. Pertahankan teknik bersih bila pasien dipasang kateter, dan berikan perawatan kateter/ kebersihan perineal rutin
7. Batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan
8. Kolaborasi pemberian antimicrobial contoh : gentamicin (garamycin); amikasin (amikin); klindamicin (cleocin); lapase peritoneal/ IV
1. Tanda adanya syok septic, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi dan rendahnya status curah jantung
2. Mengurangi risiko infeksi
3. Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif/ kontaminasi silang
4. Memberikan informasi tentang status infeksi
5. Mengetahui secara dini apabila terdapat tanda-tanda infeksi dan menentukan intervensi selanjutnya
6. Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius
7. Menurunkan risiko terpajan/ menambah infeksi sekunder pada pasien yang emngalami tekanan immune
8. Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negatif. Lapase dapat digunakan untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang terlokalisasi/ menyebar dengan buruk
4.
Gangguan konsep diri : peran b.d tidak dapat berperan seutuhnya sebagai kepala keluarga, ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan selama klien sakit klien tidak bekerja lagi
- Klien mengatakan tidak dapat menjalankan seutuhnya peran sebagai kepala keluarga
DO :
- Klien dengan peritonitis difuse
- Klien sejak sakit tidak bekerja lagi
- Istrinya bekerja :sebagai karyawan swasta
Tupan :
Kebutuhan peran klien terpenuhi
Tupan
Setelah penjelasan selama 2 hari klien dapat mengerti akan perubahan peran akibat penyakit yang dideritanya, dengan kriteria :
- Klien tampk lebih tenang
- Klien mengerti akan perubahan peran yang dialami selama klien sakit
1. Bantu klien untuk memperluas kesadaran dirinya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membentu klien
4. Identifikasi sistem pendukung untuk gantikan peran selama klien sakit
1. Dengan memperluas kesadaran diri klien, diharapkan klien dapat menerima keadaan dirinya
2. Dengan menyatakan perasaannya dapat mengurangi cemas pada klien
3. Dengan adanya perhatian dari keluarga menambah motivasi klien dan deegan diskusi menambah pengetahuan keluarga
4. Meningkatkan ketenangan serta menurunkan stress selama peran tergantiakn
III. IMPLEMENTASI
Tanggal Jam Tindakan Keperawatan DP Paraf
7 - 4 - 2005
07.00
07.10
07.30
07.45
07.50
08.00
08.15
08.30
08.45
09.00
10.00
11.00
13.30
• Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Hasil : perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
• Menciptakan lingkungan yang bersih
Hasil : melakukan forbeden, tempat tidur dan sekitarnya rapi dan bersih
• Mengkaji tanda-tanda vital
Hasil : Tanda-tanda vital :
TD : 90 / 60 mmHg
N : 84 x / menit
S : 37,50C
R : 20 x / menit
• Mengobservasi kulit, membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ sakral
Hasil : mukosa mulut kering, turgor baik, tidak ada edema perifer
• Memeriksa urine out put
Hasil : Dalam urinary bag terdapat 700 cc urine berwarna kuning
• Memberikan posisi yang nyaman bagi klien
Hasil : Posisi klien terlentang tanpa bantal
• Mengkaji respon nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (0-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
Hasil : Skala nyeri 3 (0-5), nyeri dirasakan di daerah luka post operasi
• Memberikan tindakan kenyamanan, contoh : pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi/ visualisasi
Hasil : Klien mau melakukan teknik nafas dalam untuk mengurangi nyerinya dan mau diajak ngobrol
• Memeriksa keadaan luka
Hasil : terdapat rembesan darah pada area luka sehingga perban basah oleh darah
• Mengganti balutan
Hasil : luka post op dan luka bekas drain tertutup dengan balutan yang steril
• Melakukan tindakan ganti balutan secara perlahan dengan teknik aseptic
Hasil : klien merasa nyaman
• Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada daerah luka
Hasil : tidak terdapat edema, ulkus (-), kemerahan (-)
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : obat analgetik, obat antibiotik dan anti emetik
Hasil : antibiotik cefriaxon 1gr IV, analgetik pronalges masuk 1 ampul IM, dan antiemetik rantin 1 ampul IV, tidak ada flebitis pada vena
• Melakukan tes feeding dan menganjurkan klien untuk minum air putih 1 sendok/jam setelah bising usus (+)
Hasil : bising usus (+), klien minum 1 sendok/jam
• Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Hasil : klien mau mengungkapkan perasaannya
3
3
1,2,3
2
2
1,2
1
1
3
3
3
3
1,3
2
4
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
8 - 4 - 2005
07.00
07.10
07.30
07.45
07.50
08.00
08.15
08.30
08.45
09.00
10.00
11.00
13.00
• Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Hasil : perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
• Menciptakan lingkungan yang bersih
Hasil : melakukan forbeden, tempat tidur dan sekitarnya rapi dan bersih
• Mengkaji tanda-tanda vital
Hasil : Tanda-tanda vital :
TD : 110 / 70 mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,70C
R : 24 x / menit
• Mengobservasi kulit, membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ sakral
Hasil : mukosa mulut lembab, turgor baik, tidak ada edema perifer
• Memeriksa urine out put
Hasil : Dalam urinary bag terdapat 500 cc urine berwarna kuning
• Melakukan perawatan kateter dan melakukan bladder trainning pada klien
Hasil : setelah 15 menit dilakukan bladder trainning kemudian kateter di up
• Mengkaji respon nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (0-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
Hasil : Skala nyeri 2 (0-5), nyeri dirasakan di daerah luka post operasi
• Memberikan tindakan kenyamanan, contoh : pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi/ visualisasi
Hasil : Klien mau melakukan teknik nafas dalam untuk mengurangi nyerinya dan mau diajak ngobrol
• Memeriksa keadaan luka
Hasil : masih terdapat rembesan darah pada area luka sehingga perban basah oleh darah
• Mengganti balutan
Hasil : luka post op dan luka bekas drain tertutup dengan balutan yang steril
• Melakukan tindakan ganti balutan secara perlahan dengan teknik aseptic
Hasil : klien merasa nyaman
• Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada daerah luka
Hasil : tidak terdapat edema, ulkus (-), kemerahan (-)
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : obat analgetik, obat antibiotik dan anti emetik
Hasil : antibiotik cefriaxon 1gr IV, analgetik pronalges masuk 1 ampul IM, dan antiemetik rantin 1 ampul IV, tidak ada flebitis pada vena
• Memeriksa daerah penusukan infus
Hasil : tangan plebitis sehingga infus di up dan setelah 1 jam infus dipasang kembali disebelah kanan
• Memonitor tetesan infus
Hasil : tetesan infus 15 gtt/menit
• Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membentu klien
Hasil : istri dan ibunya selalu mendampinginya dan ada beberapa keluarga klien yang menjenguk bergantian
• Mengidentifikasi sistem pendukung untuk gantikan peran selama klien sakit
Hasil : sistem pendukung yang dapat menggantiakn peran klien selama klien sakit adalah istrinya
3
3
1,2,3
2
2
1,2
3
1
3
3
3
3
3
1,3
3
3
4
4
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
Marni
IV. CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal DP Catatan perkembangan Paraf
9 - 4 - 2005
1
S :
- Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang, nyeri hanya dirasakan ketika banyak pergerakan saja
O:
- Skala nyeri 2 (0-5)
- Klien post op hari ke-3
- Klien tidak meringis
A : Masalah teratasi sebagian
P:
- Kaji tanda-tanda vital
- Atur posisi klien senyaman mungkin
- Kaji respon perilaku klien terhadap nyeri dan pengalaman nyeri
- Kaji respon nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (0-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgetik pronalges 1 ampul IM
I :
- Mengkaji tanda-tanda vital
- Mengatur posisi klien senyaman mungkin
- Mengkaji respon perilaku klien terhadap nyeri dan pengalaman nyeri
- Mengkaji respon nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (0-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgetik pronalges 1 ampul IM
E :
- Tanda-tanda vital :
TD : 110 / 70 mmHg
N : 86 x / menit
S : 36,80C
R : 20 x / menit
- Posisi klien terlentang dengan memakai bantal
- Klien mengatakan bila klien nyeri, klien berusaha unutk melakukan nafas dalam
- Skala nyeri 2 (0-5)
- Obat analgetik pronalges masuk 1 ampul IV
Marni
9 - 4 - 2005
2
S :
- Klien mengatakan mual sudah berkurang
O:
- Klien tidak terlihat mutah lagi
- Klien post op hari ke-3
- Minum klien sehari habis 1000 cc
A : Masalah teratasi sebagian
P:
- Observasi kulit, membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ sakral.
- Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan
- Anjurkan klien untuk banyak minum air putih
I :
- Mengobservasi kulit, membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ sakral.
- Mengubah posisi klien dengan niring kanan miring kiri
- Menganjurkan klien untuk banyak minum air putih
E :
- Mukosa mulut lembab, turgor kulit baik
- posisi klien berubah miring kanan miring kiri
- Klien mau minum dan minum air hangat ketika mual.
Marni
9 - 4 - 2005
3
S : -
O:
- Balutan kering, tidak ada rembesan lagi
- S : 36,8 oC
- Leukosit 27.500/mm3
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
- Luka post op hari ke-3
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
- Kaji keadaan luka
- Ganti balutan dengan teknik aseptic dan perlahan
- Kaji tanda-tanda tanda-tanda infeksi
I :
- Mengkaji keadaan luka
- Mengganti balutan dengan perlahan dan menggunakan teknik aseptik
- Mengkaji tanda-tanda infeksi
E :
- Luka kering dan tidak ada rembesan lagi
- Balutan diganti dengan teknik aseptik dan perlahan
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Marni
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Anastomosis adalah terjadinya hubungan antara dua rongga atau alat yang biasanya terpisah, dengan pembedahan atau karena keadaan sakit (Ramali, Ahmad, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman, 1997:14).
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal yang dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau kimia (Doengoes,Moorhouse, Geissler. 2000 : 513).
Pada klien Tn. C dengan Post Anastomosis end to end Ileochecal a/i Post Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy Mucosfistel e.c Peritonitis Difuse e.c. Perforasi Ileus e.c. Thypoid Perporasi, ditemukan beberapa tanda dan gejala sebagai berikut : rasa sakit dan nyeri tekan pada daerah abdomen terutama pada daerah luka post operasi, nyeri berada pada skala 3 (skala 0-5) tekanan darah menurun.
Diagnosa yang ditemukan pada klien Tn. C adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. post op anastomosis end to end
2. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : kurang dari kebutuhan b.d. mual dan muntah
3. Risiko infeksi b.d. luka post post op anastomosis end to end yang belum sembuh
4. Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan tidak dapat berperan seutuhnya sebagai kepala keluarga
Untuk mengatasi beberapa masalah diatas, maka diperlukan suatu tindakan keperawatan yang komprehensif mencakup seluruh aspek yang ada dalam diri klien. Bila intervensi yang dilakukan tidak dapat menghilangkan penyebab setidaknya dapat mengurangi tanda dan gejala atau mencegah timbulnya masalah baru. Begitupula dari tim kesehatan diperlukan suatu kerjasama, baik itu dari perawat, dokter, ahli gizi maupun analis sehingga dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut
B. Saran
Dalam melakukan perawatn terhadap klien dengan gangguan sistem gastrointestinal diharapkan para perawat selalu memperhatikan teknik-teknik steril dalam melakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi yang lebih lanjut. Selain itu, selalu memperhatikan kebersihan lingkungan pasien dan membatasai jumlah pengunjung agar dapat meminimalisasikan kuman pathogen yang terdapat di lingkungan.
Dalam pengobatan pun harus diperhatikan benar, terutama dalam pemberian antibiotik agar diberikan tepat pada waktunya untuk mencegah terjadinya resistensi kuman. Dalam hal ini nutrisi, klien harus selalu dimotivasi untuk tetap meningkatkan intake nutrisi yang adekuat dengan diet TKTP demi perbaikan luka dan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn.E., Alih bahasa I Made Kariasa. 2001. Rencana Asuhan Keperwatan, Jakarta : EGC.
FKUI.1996. Ilmu Penyakit Dalam , Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
FKUI. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Hudak dan Gallo alih bahasa Alledekania, Betty Susanto, Teressa, Yasmin. 1987. Keperawatan Kritis Edisi IV. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Ignatavicius,Donna D, et al.1995. Medical Surgical Nursing A Nursing Process Approach Edisi II. USA: W.B Sauders Company.
Pearce, Evelyn. C., Alih bahasa Sri Yuliani Handoyo.1985.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta : Gramedia,
Price, Sylvia.A., Alih bahasa Peter Anugrah.1995.Patofisiologi , Jakarta :EGC.
Smeltzer and Bare,Alih bahasa Agung Nugroho. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC.
Home »
ASKEP
,
Doc KMB
,
KTI
» KARYA TULIS ILMIAH asuhan keperawatan pada Tn. C dengan post Post Anastomosis end to end Ileochecal a/i Post Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy Mucosfistel e.c Peritonitis Difuse e.c. Perforasi Ileus e.c. Thypoid Perporasi
KARYA TULIS ILMIAH asuhan keperawatan pada Tn. C dengan post Post Anastomosis end to end Ileochecal a/i Post Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy Mucosfistel e.c Peritonitis Difuse e.c. Perforasi Ileus e.c. Thypoid Perporasi
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku
2 komentar:
terima kasih sangat membantu
Sip.....
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih