Home » , , » Karya Tulis Ilmiah ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. W DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK e.c NEFROLITHIASIS BILATERAL DAN POST NEFROLITOTOMI KIRI

Karya Tulis Ilmiah ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. W DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK e.c NEFROLITHIASIS BILATERAL DAN POST NEFROLITOTOMI KIRI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang penting dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra yang menyelenggarakan serangkaian proses untuk tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan urine.
Gangguan pada sistem perkemihan dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius dan kompleks, salah satunya  yaitu adanya obstruksi karena adanya batu pada ginjal (nefrolithiasis) yang dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronik (GGK).
Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab utama dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia. Sebagai contoh, pada tahun 1994, lebih dari 15 juta manusia di Amerika Serikat diperkirakan mengidap penyakit ginjal, yang tampaknya menjadi penyebab utama hilangnya waktu kerja. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal stadium akhir (PGSA). Perkembangan terus berlanjut sejak tahun 1960 dari teknik dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan PGSA merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti. PGSA adalah sebab utama dari morbiditas dan mortalitas di luar negara Indonesia. Hampir sepuluh ribu orang pertahun mengalami PGSA. ( Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., 1995 : 769)
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup tinggi. Saat ini, jumlah penderita gagal ginjal mencapai 4.500 orang. Kecenderungan kenaikan penderita gagal ginjal itu antara lain terlihat dari meningkatnya jumlah pasien cuci darah, yang jumlahnya rata-rata 250 orang/tahun. Menurut Dr. Rully M.A Roesly, PhD, SpPD-KGH, (internist-nephrologist RSKG Ny. R.A.Habibie), menyebutkan gagal ginjal merupakan penyakit yang cukup memprihatinkan di Indonesia, karena biaya pengobatannya mahal dan banyak penderita akhirnya meninggal karena tidak mampu. (http://www.pikiran-rakyat.com/ tanggal 24 Agustus 2005).
Batu ginjal (nefrolithiasis) merupakan salah satu sebab utama terjadinya gagal ginjal kronik (GGK) di Indonesia. Data ini memang cukup unik mengingat data di negara lain umumnya tidak menempatkan penyakit ini sebagai penyebab utama gagal ginjal kronik (http://www.mail-archive.com/ tanggal 24 Agustus 2005). Pakar penyakit ginjal dan hipertensi, almarhum Prof.R.P. Sidabutar mengatakan, infeksi batu ginjal kronik merupakan faktor penyebab kedua terjadinya gagal ginjal di Indonesia. Pada kasus ini pembentukan batu terjadi pada buli-buli (kandung kemih) atas atau bawah serta pada piala ginjal (calyx), tidak pada salurannya. Namun yang menjadi penyebab utama gagal ginjal pada umumnya adalah infeksi batu pada ginjal atau kandung kemih atas. Saat ini pasien batu kemih atau ginjal di RS PGI Cikini sekitar 530 orang pertahun dengan usianya bervariasi.  (http://www.indomedia.com/ tanggal 24 Agustus 2005).
Menurut sumber pencatatan dan pelaporan di Di Ruang 2 Bedah Wanita Perjan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu 1 Januari sampai dengan pertengahan Agustus 2005 penyakit saluran perkemihan, gagal ginjal kronis dan penyebabnya adalah seperti yang tergambar dalam tabel 1.1 dan  1.2
Tabel 1.1
Distribusi Gangguan Sistem Perkemihan 
Di Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Dr.   Hasan Sadikin Bandung
Periode Januari 2005 – pertengahan Agustus 2005
No    Jenis Kasus    Jumlah    Persentase (%)
1    Nefrolithiasis    6    26.09 %

2    Batu pyelum    4    17.39 %

3    Gagal ginjal kronis    3    13.04 %

4    Piohidronefrosis    2    8.7 %

5    Tumor buli    2    8.7 %
6    Hidronefrosis    2    8.7 %
7    Ureterolithiasis    2    8.7 %

8    Abses ginjal    1    4.35 %

9    Infeksi Saluran Kencing    1    4.35 %
Jumlah    23
100 %
Sumber : Rekam Medik Ruang 2 Bedah Wanita Periode Januari 2005 – pertengahan Agustus 2005

Tabel 1.2
Distribusi Gangguan Sistem Perkemihan : Gagal Ginjal Kronik dan Penyebabnya Di Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2005 – pertengahan Agustus 2005
No    Jenis Kasus    Jumlah    Persentase (%)
1    Gagal ginjal kronis e.c Nefrolithiasis    2    66.67 %

2    Gagal ginjal kronis    1    33.33 %

Jumlah     3    100 %
Sumber : Rekam Medik Ruang 2 Bedah Wanita Periode Januari 2005 – pertengahan Agustus 2005

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa gangguan sistem perkemihan : Gagal Ginjal Kronik menunjukkan angka 13.04 % pada urutan ketiga dan gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh batu ginjal (nefrolithiasis) menunjukkan presentase yang  besar yaitu 66.67 %. Ginjal merupakan organ vital dimana bila terjadi kegagalan fungsi dapat mempengaruhi metabolisme tubuh yang berkaitan dengan fungsinya. Sehingga bila tidak ditangani secara cepat dan kompherensif dapat menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan eliminasi BAK dan dampak lain yang ditimbulkan oleh gagal ginjal kronik antara lain : edema, anemia, peningkatan tekanan darah, kelemahan, mual dan pruritus serta terjadinya tahap penyakit yang lebih lanjut bahkan resiko kematian. Penyakit gagal ginjal kronik membutuhkan biaya yang sangat besar dalam penanganannya seperti untuk tindakan dialisa, juga pemeriksaan laboratorium rutin. Pengetahuan tentang perawatan secara mandiri di rumah setelah perawatan di rumah sakit harus dimiliki oleh klien dengan gagal ginjal kronik seperti, pengetahuan tentang diet, pola aktivitas di rumah, pemeriksaan kesehatan secara rutin dan pelaksanaan tindakan hemodialisa bila diperlukan.
Hal tersebut diatas melatarbelakangi penulis untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Ny. W Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Gagal Ginjal Kronik e.c Nefrolithiasis Bilateral dan Post Nefrolitotomi Kiri Di Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.”


B.    Tujuan Penulisan
1.    Tujuan umum
Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem perkemihan: gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial dan spiritual dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2.    Tujuan khusus
Penulis dapat :
a.    Melakukan pengkajian pada klien gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri.
b.    Membuat perencanaan yang akan dilakukan pada klien gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri.
c.    Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan pada klien gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri.
d.    Melakukan evaluasi pada klien gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri.
e.    Mendokumentasikan asuhan keperawatan dan membahas kesenjangan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan cara membandingakan teori dan pelaksanaan di lapangan dan mencari alternatif pemecahan masalahnya.


C.    Metoda Penulisan Dan Teknik Pengumpulan Data
1.    Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah menggunakan metode deskriptif analitik yaitu menggambarkan dan menganalisa kasus, yang jenisnya studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
2.    Teknik pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yaitu :
a.    Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung perilaku, kondisi klien mengenai masalah kesehatan dan keperawatan klien
b.    Wawancara
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab pada klien, keluarga dan tenaga kesehatan secara langsung untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah kesehatan klien dan keluarga
c.    Studi dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat dan mempelajari status klien untuk dijadikan dasar dalam melaksanakan asuhan keperawatan.


d.    Pemeriksaan fisik
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
e.    Studi kepustakaan
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan kasus sebagai dasar acuan penulisan.

D.    Sistematika Penulisan
Karya tulis ini tersusun menjadi 4 bab yang terdiri dari :
BAB I     PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan
BAB II    TINJAUAN TEORITIS, yang menguraikan konsep dasar penyakit gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri mencakup pengertian, anatomi fisisologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pemeriksaan diagnostik serta dampak penyakit terhadap sistem tubuh lain. Sedangkan konsep dasar asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III     TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sedangkan pembahasan yaitu menganalisa kesenjangan  antara konsep secara teoritis dengan kasus yang terjadi dilapangan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta penyebab terjadinya kesenjangan tersebut.
BAB IV     KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, meliputi kesimpulan akhir dari seluruh kegiatan asuhan keperawatan yang dilengkapi rekomendasi dari penulis yang berkaitan dengan hambatan selama melaksanakan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.    Pengertian
a.    Pengertian Gagal Ginjal Kronik
       Pengertian mengenai gagal ginjal kronik banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, walaupun cara pandang para ahli berbeda tetapi mengandung arti yang sama, diantaranya :
       “Chronic Renal Faillure (CRF) is a permanent, irreversible condition in which the kidneys case to remove metabolic waste and excessive water from the blood”. (Ignatavicius, D., et all, 1995:2112)
       Pengertian diatas dapat diterjemahkan sebagai berikut “Gagal ginjal kronis adalah suatu kondisi yang permanen dan irreversible dimana ginjal tidak dapat membuang sampah metabolik dan air yang berlebihan dari darah”.
“Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut”. (Suyono, S., dkk, 2001:427)
       “Gagal ginjal kronik adalah penyakit renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)”. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1448)
       Tiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah suatu kondisi yang permanen yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk membuang sampah metabolik (ureum dan sampah nitrogen lain) serta gagal untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
b.    Pengertian Nefrolithiasis
    “Nefrolithiasis adalah batu yang terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas”. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
    “Nefrolithiasis merupakan kristal yang terlihat seperti batu dan terbentuk di ginjal, kristal-kristal tersebut akan berkumpul dan saling berlekatan untuk membentuk formasi batu. (http://www.mail-archive.com) tanggal 24 Agustus 2005)
    Berdasarkan pengertian diatas bahwa Nefrolithiasis adalah batu yang terbentuk dari pengkristalan pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
c.    Pengertian Nefrolitotomi
    “Nefrolitotomi yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk mengangkat batu”. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1466)
    “Nefrolitotomi adalah pembedahan terbuka untuk mengambil batu pada saluran ginjal”. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 65)
    Dua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Nefrolitotomi adalah tindakan bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk mengeluarkan batu pada saluran ginjal.
       Berdasarkan pengertian-pengertian diatas bahwa gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan fungsi ginjal diakibatkan oleh batu yang terbentuk pada tubuli ginjal atau berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih. Tindakan untuk  mengatasi hal tersebut dilakukan nefrolitotomi yaitu mengangkat batu yang berada pada saluran ginjal.
2.    Anatomi dan Fisiologi
a.    Anatomi
1)    Ginjal
a).    Makroskopis
       Menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995:773), dan Syaifuddin, (1995:107) menyebutkan bahwa ginjal terletak  di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada orang dewasa panjangnya 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal kurang dari 1 % berat seluruh tubuh atau antara 120-150 gram.
Ginjal berbentuk seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah yaitu kiri dan kanan. Ginjal kanan lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks dan medulla.
Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul dan selanjutnya urine dialirkan ke ureter.
b).    Mikroskopis
Tiap tubulus ginjal dan glomerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron).
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.
(Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., 1995:773)
c).    Vaskularisasi Ginjal
Menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995:771) ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang merupakan cabang aorta abdominalis dan memasuki ginjal pada hilum, diantara pelvis renalis dan vena renalis. Karena aorta terletak di sebelah kiri garis tengah maka arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri.
Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebelah kanan garis tengah, sehingga vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang dari vena renalis kanan. Arteri renalis masuk ke dalam hillus, kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-piramid tersebut. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola-arteriola interlobularis yang tersusun pararel dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola aferen. Arteriola aferen akan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus.
d).    Persyarafan pada Ginjal
       Menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995:773) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), syaraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, syaraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal“.
Gambar 2.1
Garis Besar struktur Ginjal

Sumber : Moore, K.L, Anne, M, R. Agur, 2002 : 126



Gambar 2.2
Struktur Nefron


Guyton & Hall (1997 :  400)

b.    Fisiologi
1)    Fisiologi Ginjal
       Menurut Syaifuddin, (1995:108), fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Tahap- tahap pembentukan urine :
a)    Filtrasi Glomerular
       Fungsi primer ginjal dicapai oleh nefron yang terdiri dari glomerulus, tubulus dan duktus koligentes. Filtrasi glomerulus dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik, tekanan osmotik koloid yang bersifat pasif. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan fisik diatas, namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler, sehingga sel-sel darah dan molekul-molekul besar seperti protein secara efektif tertahan oleh pori-pori membran filtrasi. Sedangkan air dan kristaloid (solut dan molekul-molekul yang lebih kecil) dapat tersaring dengan mudah.
Zat-zat yang difiltrasi oleh ginjal dibagi dalam tiga kelas, yakni : elektrolit, non elektrolit dan air. Beberapa jenis elektrolit yang paling penting adalah Na+, K+, Ca2+, Mg2+, bikarbonat (HCO-3), klorida (Cl-), dan posfat (HPO42-). Sedangkan non elektrolit yang penting antara lain glukosa, asam amino dan metabolit yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme protein, urea, asam urat dan kreatinin
b)    Reabsorpsi dan Sekresi
Setelah filtrasi langkah kedua dalam pembentukan kemih adalah reabsorpsi. Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung baik melalui mekanisme transpor aktif  maupun pasif. Glukosa dan asam amino direabsorpsi seluruhnya di sepanjang tubulus proksimal dengan mekanisme transpor aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan keduanya disekresi ke bagian distal. Karena filtrasi berlanjut melalui ansa henle, maka natrium dan ion penyerta direabsorpsi. Dalam tubulus distalis, penyesuaian terjadi dalam pH dan osmolalitas serta ada mekanisme pasif bagi reabsorpsi kalsium, posfat, sulfat inorganik dan protein ginjal.
Beberapa hormon berfungsi mengatur proses reabsorpsi dan sekresi solute dan air. Reabsorpsi air tergantung dari adanya hormon anti diuretik (ADH). Aldosteron mempengaruhi reabsorpsi Na+ dan sekresi K+. Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ dan peningkatan sekresi K+, begitupun sebaliknya. Hormon paratiroid (PTH) mengatur reabsorpsi Ca2+ dan HPO42- disepanjang tubulus. Peingkatan PTH menyebabkan peningkatan Ca2+ dan ekskresi HPO42-, penurunan PTH mempunyai pengaruh sebaliknya.
Ginjal memainkan peranan penting dalam regulasi asam basa, terutama dalam ekskresi ion hidrogen dan produksi bikarbonat. Setelah duktus koligen mengosongkan isinya kedalam kaliks, maka urine berjalan melalui pelvis renalis dan ureter kedalam vesika urinaria.
3.    Etiologi
a.    Etiologi Nefrolithiasis
     Menurut Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57, terbentuknya batu ginjal diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap. Secara epidemiologis  terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu ginjal (nefrolithiasis) pada seseorang, yaitu : 
1)    Faktor Intrinsik :
a)    Herediter
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
b)    Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c)    Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
2)    Faktor Ekstrinsik :
a)    Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu ginjal lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai.
b)    Iklim dan temperatur
c)    Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu ginjal.
d)    Diet
Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu ginjal
e)    Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
b.    Etiologi Gagal Ginjal Kronik
       Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995 : 817), Ignatavicius, D., et all,(1995 : 2113) adalah :
1)    Infeksi Saluran Kemih
       Infeksi saluran kemih (SIK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam dua kategori besar : Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis kronik adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak.
2)    Penyakit peradangan
       Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh glomerulonepritis kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan terjadi kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3)    Penyakit vaskular hipertensif
       Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki  kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya penyakit gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin.
4)    Gangguan jaringan penyambung
       Penyakit jaringan penyambung (penyakit kolagen) adalah penyakit sistemik yang manifestasinya terutama mengenai jaringan lunak tubuh, dan yang sering terserang adalah ginjal. Penyakit jaringan penyambung yang dapat menyebabkan gagal ginjal diantaranya adalah lupus eritematosus sistemik (SLE) dan sklerosis sistemik progresif (skleroderma).
5)    Gangguan kongenital dan herediter
       Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik.
6)    Penyakit metabolik
       Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara lain diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
7)    Nefropati toksik
       Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut :
a)    Ginjal menerima 25 % dari curah jantung,   sehingga   sering
dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar.
b)    Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.
c)    Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
d)    Gagal ginjal kronik dapat diakibatkan penyalahgunaan analgesi dan paparan timbal.
8)    Nefropati obstruktif
       Obstruksi pada saluran kemih dapat menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Adapun obstruksi
saluran kemih yang dapat menyebabkan gagal ginjal diantaranya :
a)    Saluran kemih bagian atas
(1)    Kalkuli 
(2)    Neoplasma
(3)    Fibrosis
(4)    Retroperitoneal
b)    Saluran kemih bagian bawah
(1)    Hipertrofi prostat
(2)    Karsinoma prostat
(3)    Striktur uretra
(4)    Anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
4.    Patofisiologi
       Gagal ginjal kronis disebabkan oleh beberapa faktor, seperti yang telah tertera diatas, namun pada karya tulis ini penulis hanya akan membahas mengenai mekanisme penyakit gagal ginjal yang disebabkan oleh adanya obstruksi saluran kemih bagian atas  yaitu nefrolithiasis. Batu yang terletak pada sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi di pielum ataupun kaliks mayor dapat menyebabkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan ataupun dapat menjadi hidronefrosis. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik ataupun pielonefritis. Bila salah satu bagian saluran kemih tersumbat, yang dalam kasus ini adalah obstruksi pada renal maka batu akan menyebabkan peningkatan tekanan pada struktur ginjal termasuk arteri renalis yang berada diantara korteks renalis dan medula sehingga aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen ke ginjal menurun. Jika hal ini berlangsung lama akan berakibat iskemik pada  sebagian jaringan ginjal / nefron. Sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal karena harus mempertahankan homeostatis. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pertama sisa nefron yang utuh mengalami hipertrofi dalam usahanya melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Kedua terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut, reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawah nilai normal. Namun bila hal ini berlangsung lama, akan terjadi penambahan kerusakan nefron dan jika 75 % massa nefron sudah hancur, kecepatan filtrasi dan beban solut bagi setiap nefron menjadi demikian tinggi, sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus tidak dapat dipertahankan lagi. Akhirnya terjadi kegagalan fungsi ginjal /nefron secara keseluruhan. Kegagalan  fungsi ginjal akan mengakibatkan penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate), selanjutnya kemampuan tubulus untuk pengaturan ekskresi dan reabsorpsi menurun yang pada gilirannya asam dan sisa metabolisme akan meningkat, sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit akan terganggu. Patofisiologi dampak penyakit dari gagal ginjal kronik tergambar dalam skema 2.1 dibawah ini :
Nephrolithiasis

Penekanan pada struktur ginjal dan arteri renalis

Penurunan aliran darah yang membawa nutrien dan oksigen ke jaringan ginjal

Kerusakan struktur ginjal (Glomerulus dan tubulus)

Penurunan dan kegagalan fungsi ginjal

Gagal ginjal akut (post renal)

Iskemik tubulus (bila tidak tertangani)
 
Gagal Ginjal Kronis


 Fungsi renal                                                                       Gangguan fungsi
  menurun                                       Fungsi glomerulus                 ginjal
          ↓                                             Menurun             ↓
      GFR    Peningkatan             Vasokontriksi                          ↓                       Menurunnya
   menurun         sekresi Renin          pembuluh darah       Reasbsorpsi Protein          produksi 
        Angiotensin I dan II                                            terganggu                  eritopoetin                                  
         ↓                     ↓                       ↓                    ↓                                  ↓
 Ginjal tidak     Terjadi retensi           Tekanan darah             Protein Uri               Haemoglobin         
  mampu me-        Aldosteron               meningkat                                             menurun                         
  ngeluarkan                                                                                                  ↓     
 sisa metabolik                 ↓                                                            Anemia 
                                                                                                                                                      ↓                                                                 
                             Adanya retensi        Peningkatan  volume                                         Oksigen tidak
                                Na dan H2O                     darah                                                       diikat dengan
                                                                                                  adequat
                                          ↓                                                      ↓            
                         Transudasi cairan                                                                  Transportasi                                                                     
                                 interstitial                                                                          O2 Kejaringan
 ↓                                                                                                   menurun                                                                                                                                  
                                     Edema                                                 Albumin menurun                   ↓                                                           
                                                            ↓                       ADP tidak bisa
                                  Daya tahan tubuh berkurang       di rubah                       
                                                                                           menjadi
Meningkat-                                                                                                                             ATP
 nya ureum                   Iritasi membran               Mengiritasi membran                             ↓                                                               
        ↓                           mukosa lambung                    mukosa  mulut                          Energi yang                                                                  
Penumpukan                            ↓                                             ↓                                       dihasilkan                                                             
 kristal urea               Merangsang sekresi            Perubahan membran                      Menurun                                                                                                                
    di kulit                asam lambung                     mukosa mulut                                    ↓                                                     
        ↓                                         ↓                                             ↓                                       Kelemahan             
Pruritus                      Mual                                   Stomatitis  
        
Sumber : Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995), De Jong, W., Long, B.C., Alih bahasa   Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung,(1996),  Sjamsuhidajat, R.,(1997) dan Smeltzer, S.C., dan  Bare, B.G., alih bahasa Kuncara, H.Y.,  (2001)
5.    Penatalaksanaan
       Pada klien dengan gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada ginjal akibat nefrolithiasis dan post nefrolitotomi, penatalaksanaanya meliputi penatalaksanaan nefrolithiasis, penatalaksanaan nefrolitotomi serta penatalaksanaan untuk gagal ginjal kronisnya itu sendiri.
a.    Penatalaksanaan Nefrolithiasis
       Menurut  Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57) dan Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1464) nefrolithiasis harus dikeluarkan segera mungkin agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, pelarutan batu, atau pengangkatan bedah.
1)    ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
    ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) adalah prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal menggunakan amplitudo tekanan energi tinggi dari gelombang kejut yang dibangkitkan melalui pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air atau jaringan lunak. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian kecil seperti pasir, sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan. Tidak jarang pecahan-pecahan batu sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria. Alat ini dapat memecah batu ginjal tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.
2)    Tindakan Endourologi
    Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidralik, energi gelombang suara atau dengan energi laser. Beberapa tindakan eudourologi itu adalah :
a)    PNL (Percutaneous Nephro Lithopaxy)
Mengeluarkan batu yang berada pada saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b)    Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan Evakuator Ellik.
c)    Ureteroskopi atau Uretero-renoskopi
Memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteoskopi-ureterorenoskopi.
3)    Pelarutan Batu
Menggunakan infus cairan kemolitik misalnya agen pembuat basa (alkylating) atau pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu, digunakan sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain atau jenis batu yang mudah larut (struvit). Nefrostomi perkutan terus dilakukan dan cairan peririgasi yang hangat dialirkan terus-menerus melalui ureter. Tekanan di dalam piala ginjal dipantau selama prosedur.
4)    Pengangkatan Bedah
Diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon pada tindakan lain. Dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Bila  batu terletak dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi yaitu insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau nefrektomi jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi.
b.    Penatalaksanaan Nefrolitotomi
       Pada klien dengan gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh adanya obstruksi renal akibat Nefrolithiasis dapat dilakukan tindakan Nefrolitotomi. Pembedahan ginjal (Nefrolitotomi) biasanya dilakukan pemasangan drainase nefrostomi untuk mengeluarkan urine, batu atau cairan yang tertumpuk di dalam pelvis ginjal setelah pembedahan. (Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa Kuncara, H.Y., 2001:1415)
       Penatalaksanaan pada klien dengan Nefrolitotomi, yaitu :
1)    Mempertahankan bersihan jalan nafas dan pola pernafasan
2)    Meredakan rasa nyeri dengan penggunaan obat analgetik yang adekuat
3)    Memperlancar eliminasi urine dan drainage (nefrostomi) sebagai berikut :
a)    Kaji kemungkinan timbulnya komplikasi seperti perdarahan pada lokasi nefrostomi, pembentukan fistula dan infeksi.
b)    Pastikan drainase tidak tersumbat pada selang nefrostomi atau kateter. (Obstruksi akan menimbulkan rasa nyeri, trauma, tekanan, infeksi serta regangan pada garis jahitan)
c)    Jika selang tercabut, laporkan segera kepada dokter. (Dokter bedah harus segera mengembalikan selang tersebut pada tempatnya agar luka nefrostomi tidak berkontraksi)
d)    Selang nefrostomi tidak boleh diklem, karena perbuatan ini dapat menimbulkan pielonefritis.
e)    Selang nefrostomi tidak boleh diirigasi (irigasi akan dilakukan oleh dokter bedah jika diperlukan).
f)    Anjurkan asupan cairan jika untuk meningkatkan pembilasan ginjal dan selang secara alami jika tidak ada kontra indikasi.
g)    Ukur volume urine yang mengalir keluar dari selang. Jika pada kedua ginjal dipasang selang drainase, volume urine yang keluar masing-masing selang harus diukur secara terpisah
4)    Memantau dan menangani kemungkinan komplikasi
a)    Perdarahan
Mengamati adanya komplikasi, memberikan cairan infus dan komponen darah sesuai resep medik, memantau tanda vital dan tingkat kesadaran, keadaan kulit dan sistem drainase urine serta luka insisi operatif.
b)    Pneumonia
Mengamati tanda-tanda dini pneumonia yaitu febris, peningkatan frekuensi jantung serta pernafasan. Cegah pneumonia dengan penggunaan spirometer insentif, kontrol nyeri yang adekuat dan ambulasi dini.
c)    Pencegahan infeksi
Menggunakan prosedur aseptik pada saat mengganti balutan, merawat kateter , selang drainase lainnya. Mendeteksi adanya tanda-tanda inflamasi yang berupa kemerahan, drainase sekret, panas dan nyeri. Memberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sesuai program terapi.
d)    Pencegahan gangguan keseimbangan cairan
Kehilangan cairan dan kelebihan cairan diatasi dengan pemberian cairan yang adekuat.
c.    Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan diidentifikasi dan ditangani. Dalam penatalaksanaan dapat dikelompokkan menjadi :
1)    Penatalaksanaan Konservatif
a).    Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
       Menurut Moore, C.M., alih bahasa : Oswari, L.D., (1997:212), pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk menurunkan produksi sampah yang harus dieksresikan oleh ginjal dan menghindari ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
       Pemasukan cairan pada klien dengan gagal ginjal terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih dari 0,45 kg/hari. Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml (untuk menghitung kehilangan rutin) ditambah volume yang hilang lainnya seperti urine, diare, dan muntah selama 24 jam terakhir.
       Klien dengan gagal ginjal harus membatasi pemasukan protein menjadi 0,6 gr/kg BB dari berat yang diinginkan setiap harinya. Protein sedikitnya harus mengandung 75 % nilai biologi tinggi, karena protein nilai biologi tinggi mengandung lebih banyk asam amino essensial daripada non essensial. Protein nilai biologi tinggi terutama dijumpai pada telur, daging, ayam dan ikan. Dengan membatasi jumlah protein total dan asam amino non essensial dapat menurunkan jumlah nitrogen yang harus diekskresikan sebagai urea. Tambahan karbohidrat dapat diberikan juga untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Diet seperti ini harus diberi tambahan vitamin B kompleks, piridoksin dan asam askorbat.
       Jumlah natrium yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari(1 sampai 2 g natrium), tetapi asupan natrium maksimum harus ditentukan secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat dipertahankan. (Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., 1995:863)
b).    Pencegahan dan pengobatan komplikasi
       Menurut Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk, (2001:1450) komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :
(1).    Hiperkalemia
       Biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium.
(2).    Hipertensi
       Biasanya hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pembatasan natrium dan cairan, serta melalui ultrafiltrasi bila penderita menjalani hemodialisis.
       Hipertensi dapat ditangani juga dengan berbagai medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan penanganan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik, agen inotropik, seperti digitalis atau dobutamine, dan dialisis.
(3).    Asidosis Metabolik
       Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Bentuk pengobatan yang paling logis adalah dialisis.
(4).    Anemia
       Oleh karena penyebab utama pada gagal ginjal
kronik (GGK) tampaknya berupa penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Selain ini juga dilakukan pengobatan untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen, dan transfusi darah.
       Biasanya multivitamin dan asam folat diberikan setiap hari oleh karena vitamin yang larut dalam air habis selama proses dialisis. Besi peroral atau komplek besi dapat diberikan parenteral, oleh karena dapat terjadi kekurangan besi akibat kehilangan darah dan besi yang berikatan dengan antasid. Transfusi darah dapat diberikan pada pasien dialisis baik untuk alasan pengobatan maupun persiapan sebelum transplantasi.
       Anemia pada GGK dapat ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan). Terapi epogen diberikan untuk memperoleh nilai hematokrit sebesar 33 % sampai 38 % yang biasanya memulihkan gejala anemia. Dialisis biasanya dimulai ketika pasien tidak mampu mempertahankan gaya hidup normal dengan penanganan konservatif.
(5).    Abnormalitas neurologi
       Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan pembatas tempat tidur. Awitan kejang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek umum terhadap pasien. Diazepam intravena atau penitoin diberikan untuk mengendalikan kejang.
(6).    Osteodistrofi ginjal
       Salah satu tindakan terpenting untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah diet rendah posfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat posfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya mengandung rendah posfat. Obat yang sering digunakan sebagai pengikat posfat adalah gel antasida alumunium (amphojel dan basojel). Diberikan dalam bentuk tablet atau cairan. Antasid yang mengandung magnesium jangan diberikan.
       Demineralisasi tulang yang berat, hiperkalsemia atau pruritus  yang sulit diatasi merupakan indikasi paratiroidektomi. Bila lesi yang menyolok adalah osteomalasia, maka ahli nefrologi akan mulai menjalankan terapi vitamin D dengan hati-hati. Pengobatan ini dapat membahayakan, bukan saja absorpsi kalsium akan semakin meningkat, tetapi juga dapat mengakibatkan kalsifikasi progresif jaringan lunak apabila resorpsi tulang dan hiperposfatemia terus berlangsung tanpa ditanggulangi.
       Metode lain yang digunakan untuk mencegah osteodistrofi ginjal antara lain meningkatkan asupan kalsium 1,2 –1,5 gram per hari dalam diet atau dengan kalsium tambahan (hanya setelah kadar posfat serum diturunkan sampai keadaan normal), dan mempertahankan konsentrasi kalsium dalam dialisat antara 6,5-7,0 mEq/L.

2)    Dialisis dan transplantasi ginjal
       Dialisis dan transplantasi ginjal dilakukan pada gagal ginjal stadium akhir. Dialisis digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis ini dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari 2 kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semi permiabel buatan  dengan dekompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah  yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi tertinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi).
       Transpantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita gagal ginjal kronis. Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadaver manusia ke resipien yang mengalami gagal ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuai dan cocok bagi pasien akan lebih baik daripada transplan dari donor kadaver. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi. Ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka anterior sampai krista iliaka. Ureter dari ginjal transplan ditanamkan ke kandung kemih atau di anastomosiskan ke ureter resipien.
6.    Pemeriksaan Penunjang
       Menurut Suyono, S., dkk, (2001:430) untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya :
a.    Pemeriksaan Laboratorium
       Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) atau Glomerulo Filtration Rate (GFR).
b.    Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
       Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalsemia).
c.    Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
       Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.
d.    Foto Polos Abdomen
       Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
e.    Pemeriksaan Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
f.    Pemeriksaan Foto Dada
       Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan
cairan (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
7.    Dampak  Terhadap Sistem Tubuh
a.    Sistem Pernafasan
1)    Nyeri dada dan sesak nafas akibat adanya penimbunan cairan di paru-paru (edema paru).
2)    Pada klien dengan Gagal Ginjal Kronis ec Nefrolithiasis Bilateral dan Post Nefrolitotomi Kiri akan mengalami asidosis metabolik ditandai dengan menurunnya HCO3 dan pH sebagai akibat dari ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan, akibatnya pernafasan menjadi cepat dan dangkal (kusmaul) sebagai kompensasi tubuh mengeluarkan kelebihan ion H+ .

b.    Sistem Kardiovaskuler
1)    Anemia, dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a)    Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun.
b)    Hemolisis akibat berkurangnya  masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik.
c)    Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang.
d)    Adanya perdarahan. Perdarahan yang paling sering adalah pada saluran cerna dan kulit serta akibat adanya hematuri.
2)    Gangguan fungsi leukosit
Gangguan ini mengakibatkan fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas tubuh menurun .
3)    Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron
4)    Gangguan irama jantung akibat arterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik
c.    Sistem Endokrin
Pada klien dengan gagal ginjal kronis ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki  akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorhea.
d.    Sistem Gastrointestinal
1)    Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan  metabolisme protein di dalam usus. Keadaan gagal ginjal kronik mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam hal mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang salah satunya adalah ureum. Peningkatan kadar ureum dalam darah akan akan mengiritasi mukosa lambung dan merangsang peningkatan asam lambung (HCL) akibatnya akan terjadi mual.
2)    Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan dalam tubuh. Ureum yang meningkat pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia dan perubahan membran mukosa mulut berupa lidah menjadi kotor atau timbulnya lesi pada mukosa mulut. Sedangkan ureum yang meningkat dalam usus dapat menyebabkan perubahan mukosa usus yang menimbulkan kembung pada perut.
3)    Gagal ginjal akan menyebabkan gangguan pada metabolisme vitamin D, sehingga akan terjadi gangguan pada absorpsi kalsium di usus.
e.    Sistem Integumen
1)    Kulit berwarna pucat akibat adanya anemia dan kekuning-kuningan akibat urokrom.
2)    Adanya rasa gatal yang parah (pruritus) akibat dari butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit (urea fross).
3)    Adanya gatal-gatal di kulit menyebabkan klien ingin menggaruk dan akibatnya akan timbul bekas-bekas garukan di kulit.
f.    Sistem Persarafan
Pada klien dengan gagal ginjal kronis ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami peningkatan status uremik yang bisa mengakibatkan perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi dan adanya kedutan otot dan kejang disebabkan karena kadar kalsium yang menurun. Pada tahap lanjut bisa terjadi nepropati perifer. Dengan dilakukannya nefrolitotomi, mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sehingga akan merangsang pengeluaran vasoaktif amin (bradikinin, serotonin dan histamine) yang akan ditangkap oleh nocyreceptor disampaikan ke dorsal horn di medulla spinalis melalui serabut saraf delta A dan C, dilanjutkan ke traktus spinothalamikus, thalamus dan ke kortek serebri dipersepsikan menjadi nyeri.

g.    Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual berupa penurunan libido.
h.    Sistem Muskuloskeletal
Pada klien dengan gagal ginjal kronis ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri dapat  mengakibatkan penyakit tulang uremik yang sering disebut sebagai osteodistrofi ginjal, disebabkan karena adanya perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
Gagal ginjal kronik bisa menyebabkan adanya gangguan pada metabolisme Vitamin D. Ginjal berfungsi untuk mengubah vitamin D prohormon menjadi bentuk aktif, vitamin D bentuk aktif bukan hanya mengatur absorpsi kalsium oleh alat pencernaan tetapi juga penyimpanan pada matriks tulang. Sehingga pada klien gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami penurunan kadar kalsium dalam tulang yang bisa mengakibatkan osteoporosis.
i.    Sistem Perkemihan
1)    Gangguan klirens renal akibat penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi sehingga kadar urea darah meningkat.
2)    Ketidakmampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal menyebabkan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit serta retensi cairan dan natrium sehingga terjadi edema.
(Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk, 2001:1449 dan Suyono, S., dkk, 2001:428)

B.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
       “Proses keperawatan merupakan suatu modalitas pemecahan masalah yang didasari oleh metode ilmiah, yang memerlukan pemeriksaan secara sistematis
serta identifikasi masalah dengan pengembangan strategi untuk memberikan hasil yang diinginkan”. (Hidayat, A. Azis., 2001:8)

1.    Pengkajian
       “Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada seorang klien”. (Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan pada klien dengan tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian adalah sebagai berikut :
a.    Pengumpulan Data
1)    Data Biografi
       Gagal ginjal kronik e.c Neprolithiasis merupakan penyakit saluran perkemihan yang umumnya terjadi pada laki-laki walaupun tidak menutup kemungkinan wanita dapat mengalaminya karena kecenderungan diet ketat untuk menjaga berat badan  ditunjang dengan asupan air yang kurang. Usia 30-50 tahun menjadi faktor yang meningkatkan terjadinya neprolithiasis. Penyakit ini ditemukan juga pada pekerja-pekerja yang mempunyai pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktifitas.  (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
2)    Riwayat Kesehatan
a)    Riwayat Kesehatan Sekarang
(1).    Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai timbul gejala yang mengakibatkan klien masuk rumah sakit, tindakan yang dilakukan pada keluhan tersebut sampai klien datang ke rumah sakit serta pengobatan yang telah dilakukan.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis pada awalnya mengeluh adanya perubahan pada pola berkemih seperti kelemahan atau penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan mengakhiri proses berkemih, sering berkemih terutama malam hari, nyeri terbakar saat berkemih, darah dalam urine, tidak mampu berkemih, dan disertai dengan keluhan bengkak-bengkak/edema pada ekstremitas, dan perut kembung. (Gale, Danielle, 1999:153)
(2).    Keluhan Utama saat pengkajian
       Menggambarkan keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat dikaji yang dikembangkan dengan metode PQRST. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri pada umumnya mengeluh nyeri pada daerah yang diinsisi jika dilakukan nefrostomi, neprolitotomi atau nefrectomi, nyeri tersebut dirasakan bertambah apabila drain atau luka tertekan. Terdapat pula keluhan merasa mual akibat dari peningkatan status uremi klien, mual dirasakan klien secara terus menerus, bertambah jika klien makan ataupun minum, dan berkurang jika klien dalam keadaan istirahat.
b)    Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada saat ini termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-kebiasaan klien. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronis e.c neprolithiasis perlu ditanyakan riwayat penyakit ginjal sebelumnya seperti infeksi dan obstruksi saluran kemih, BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan nefrotoksik, dan riwayat diet pada klien. Menurut Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57), bahwa angka kejadian neprolithiasis dipengaruhi oleh faktor diet banyak purin, oksalat dan kalsium serta asupan air yang kurang dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.

c)    Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit gagal ginjal kronik  dan neprolithiasis seperti hipertensi, adanya riwayat neprolithiasis, dan diabetes mellitus.
3)    Pola Aktivitas Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri, seperti :
a)    Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan perasaan mual dan stomatitis, asupan nutrisi yang kurang, ketidaksesuaian dengan diet yang dibutuhkan oleh klien tergantung dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b)    Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri memiliki keterbatasan aktivitas dimana menyebabkan menurunnya peristaltik usus sehingga timbul konstipasi, disertai dengan adanya perubahan pola berkemih bila terpasang drainase nefrostomi.
c)    Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami ganguan istirahat tidur sehubungan dengan adanya kecemasan terhadap penyakitnya, peningkatan status uremik yang menyebabkan pruritus, ataupun karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat nefrolitotomi, nefrostomi atau tindakan bedah lainnya.
d)    Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene seperti kebersihan kulit, gigi, rambut dan kuku terganggu karena adanya keterbatasan gerak, kelelahan atau karena rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.
e)    Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan     kebutuhan   sehari  -  hari
mengakibatkan klien dalam beraktivitas membutuhkan bantuan dari keluarga.
4)    Pemeriksaan Fisik
Menurut Denison, R.D., (1996:480) dan Doengoes, M., alih bahasa : Karyasa, L.M., (1999:626) bahwa pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan ditemukan hal-hal sebagai    berikut :
a).    Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya edema anasarka dan keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola BAK, oliguri atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya bunyi bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.
b).    Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya edema paru.
c).    Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya anemis pada konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun sebagai akibat dari adanya edema anasarka, tekanan darah meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time) menurun, terdapat pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung cenderung terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG (Elektro Kardiografi).
d).    Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada tahap lanjut cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat ditemukan adanya penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya penyakit serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient Ischemic Attack).
e).    Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual, muntah, kembung dan diare serta perubahan mukosa mulut sebagai akibat dari tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam darah atau karena tidak adekuatnya oksigen yang masuk ke saluran cerna yang akan merangsang refleks vasovagal berupa peningkatan asam lambung (HCL), atau bahkan konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas usus akan menurun. Penurunan berat badan (malnutrisi) atau peningkatan berat badan dengan cepat (edema)
f).    Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik, kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral teraba dingin.
g).    Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual berupa penurunan libido dan impotensi.
5)    Data Psikologis
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung ditemukan kecemasan yang meningkat hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
6)    Data Sosial
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis cenderung menarik diri dari interaksi sosial dalam hubungan dengan keluarga, perawat, dokter serta tim kesehatan lain sehubungan dengan adanya penurunan fungsi seksual, proses penyakit yang lama, perasaan negatif tentang tubuh dan jika sudah terjadi komplikasi pada tahap lanjut.
7)    Data Spiritual
Keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan lamanya penyakit dan persepsi klien tentang penyakitnya serta ketaatan pada agama yang dianut klien. Aktivitas spiritual klien selama menjalani perawatan di rumah sakit tergantung dari pendorong yang memotivasi bagi kesembuhan klien.
8)    Data Seksual
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami penurunan fungsi seksual seperti penurunan libido.
9)    Pemeriksaan Diagnostik
a)    Pemeriksaan Laboratorium
(1)    Urine
(a)    Volume biasanya oliguri dan anuri
(b)    Warna urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid dan fosfat, sedimen kotor atau kecoklatan menunjukkan adanya darah
(c)    Berat jenis menurun, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
(d)    Osmolalitas menurun kurang dari 350 mOsm/kg, menunjukkan kerusakan tubular.
(e)    Klirens kreatinin menurun
(f)    Natrium meningkat karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium.
(g)    Protein meningkat
(2)    Darah
(a)    Serum kreatinin meningkat.
(b)    Blood Urea Nitrogen meningkat.
(c)    Kadar kalium meningkat sehubungan dengan adanya retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
(d)    Hematokrit dan Hemoglobin menurun
(e)    Natrium, kalsium menurun
(f)    Magnesium / posfat meningkat
(g)    Protein (khususnya albumin menurun)
(h)    pH menurun pada keadaan asidosis metabolik (kurang dari 7,2).
(i)    Asam posfatase akan meningkat.
b)    Nilai GFR menurun kurang dari 50 lt/menit
c)    Pyelogram Retrograd menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
d)    Arteriogram mengidentifikasi adanya massa.
e)    Ultrasonogarafi ginjal dan vesika urinaria menentukan ukuran ginjal, adanya massa, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f)    EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. Yaitu :
(1)    Hyperkalemia : gelombang T naik, kompleks QRS terbuka, PR diperpanjang.
(2)    Hypokalemia : Gelombang T mendatar/terbalik, ST turun dan QT diperpanjang.
(3)    Hiperkalsemia : gelombang QT pendek, dan ST pendek.
(4)    Hipokalsemia : gelombang QT di perpanjang, ST diperpanjang.
(5)    Alkalosis : gelombang T mendatar.
(6)    Asidosis : gelombang T naik.

b.    Analisa Data
Menurut Hidayat, A. Azis., (2001:8) analisa data merupakan suatu proses dalam pengkajian dimana data yang menyimpang dikelompokkan kemudian dianalisa dan diinterpretasikan sehingga diperoleh masalah-masalah keperawatan yang klien perlukan.

c.    Diagnosa Keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial” (NANDA,1990).
       “Diagnosa Keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial “(Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri menurut Carpenito, L. J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale,Danielle, (1999:154) serta Smeltzer, S. C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1451), meliputi :
1)    Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan adanya obstruksi.
2)    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, Peruba-
han sensasi rasa, dan pembatasan diet.
3)    Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan cairan.
4)    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta  natrium.
5)    Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan libido.
6)    Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
7)    Resiko gangguan integritas kulit : pruritus yang berhubungan dengan fosfat kalsium atau penumpukan ureum pada kulit.
8)    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, anemia
9)    Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan.
10)    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, hubungan sosial, fungsi peran, support sistem dan konsep diri.
11)    Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan pemasangan kateter / nefrostomi.

2.    Perencanaan
       “Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dan proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien” . (Hidayat, A. Azis., 2001:12)
Menurut Carpenito, L.J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale, Danielle, (1999:154), serta Smeltzer, S,C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk, (2001:1451), perencanaan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah sebagai berikut :
a.    Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan adanya obstruksi.

Tujuan : rasa nyaman klien terpenuhi.
    Kriteria Hasil :
1)    Keluhan nyeri berkurang.
2)    Klien tidak meringis
3)    Skala nyeri berkurang atau hilang.
4)    Klien mampu memilih koping yang konstruktif untuk mengatasi nyerinya.

Intervensi     Rasional
1)    Observasi tanda-tanda vital dan intensitas nyeri setiap 8 jam.
2)    Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri

3)    Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman.
4)    Pertahankan kepatenan posisi drain


5)    Anjurkan dan bimbing klien untuk melakukan teknik relaksasi yaitu nafas dalam.
6)    Lakukan teknik distraksi saat nyeri dirasakan klien.
7)    Ciptakan lingkungan yang nyaman.

8)    Berikan kesempatan pada klien untuk berinteraksi.
9)    Kolaborasi untuk pemberian obat analgetik.    1)    Untuk mengontrol kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2)    Menghindari persepsi yang salah dari penyebab nyeri
3)    Posisi yang nyaman akan menimbulkan perasaan relaks.
4)    Posisi yang tidak tepat menimbulkan gesekan pada luka yang akan menstimulasi reseptor nyeri
5)    Dengan teknik relaksasi/nafas dalam akan mengurangi ketegangan otot sehingga stimulus nyeri berkurang.
6)    Teknik distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri.
7)    Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi stressor terhadap nyeri.
8)    Mengurangi dan mengalihkan stressor  nyeri
9)    Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien (memblokade reseptor saraf nyeri)

b.    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berubungan dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, perubahan sensasi rasa, dan pembatasan diet.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria Hasil :
1)    Peningkatan nafsu makan
2)    Klien mengungkapkan secara verbal mual berkurang atau hilang
3)    Berat badan ideal sesuai umur dan tinggi badan
4)    Klien mengerti tentang pentingnya nutrisi

Intervensi    Rasional
1)    Kaji dan catat pemasukan diet

2)    Kaji adanya masukan protein yang tidak adekuat


3)    Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
4)    Anjurkan klien makan-makanan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan

5)    Berikan makanan sedikit tapi sering.
                                                                                                                                                                                                                                                                 
6)    Tawarkan perawatan mulut


7)    Jelaskan pada keluarga dan pasien mengenai pembatasan diet dalam hubungan dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea, kreatinin
8)    Timbang berat badan klien setiap hari
9)    Kolaborasi untuk pemberian diet yang sesuai


10)    Kolaborasi untuk terapi pemberian multivitamin dan penghilang mual    1)    Membantu mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
2)    Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan
3)    Mendorong peningkatan masukan diet

4)    Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan
5)    Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik dan menurunnya peristaltik
6)    Perawatan mulut membantu menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia
7)    Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang hubungan antara diet ureum, kreatinin dengan penyakit ginjal

8)    Untuk memantau status cairan dan  nutrisi
9)    Memberikan nutrien yang cukup untuk memperbaiki energi dan mengurangi katabolisme protein yang memperberat kerja ginjal
10)    Mengggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia dan mengurangi rasa mual.

c.    Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan cairan.
Tujuan: Mempertahankan kardiak output adekuat
Kriteria Hasil :
1)    Tekanan darah dalam batas normal
2)    Nadi perifer kuat
3)    Denyut jantung dan irama dalam batas normal
Intervensi     Rasional
1)    Monitor tanda-tanda vital.





2)    Observasi EKG untuk perubahan irama.



3)    Pantau terjadinya nadi lambat, kemerahan, mual, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran.


4)    Selidiki adanya kram otot, kebas/kesemutan pada jari, kejang otot, dan hiperefleksia.

5)    Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat.
6)    Awasi pemeriksaan laboratorium (kalium, kalsium, magnesium).


7)    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.


8)    Siapkan atau bantu dengan dialisis sesuai keperluan.    1)    Tacikardi dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal mengeluarkan urin, pengawasan diperlukan untuk mengkaji volume intravaskuler khususnya pada pasien dengan fungi jantung buruk
2)    Perubahan pada fungsi elektromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap berlanjutnya gagal ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit.
3)    Penggunaan obat (contoh antasida) mengandung magnesium dapat mengakibatkan hipermagnesemia, potensial disfungsi neuromuskular dan resiko henti nafas/jantung.
4)    Neuromuskular indikator hipokalemia yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.
5)    Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
6)    Selama fase oliguri, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia selama fase diuretik, defisit kalium dapat berefek pada jantung.
7)    Digunakan untuk memperbaiki curah jantung dengan meningkatkan kontraktilitas miokardia dan volume sekuncup.
8)    Diindikasikan untuk disritmia menetap, gagal jantung progresif yang tidak responsif terhadap terapi lain. 

d.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
1)    Haluaran urine tepat dengan berat jenis dan laboratorium mendekati normal
2)    Berat badan stabil
3)    Tanda vital dalam batas normal
4)    Tidak ada edema
Intervensi    Rasional
1)    Kaji tanda-tanda vital


2)    Monitor dan catat pemasukan dan pengeluaran secara akurat

3)    Monitor berat jenis urine

4)    Evaluasi derajat edema (skala +1 s.d +4)

5)    Timbang berat badan setiap hari

6)    Berikan dan batasi cairan sesuai indikasi


7)    Perhatikan distensi abdomen: penurunan Bising usus, perubahan, konsistensi faeces
8)    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemeriksaan kimia darah (ureum, kreatinin, kalium dan natrium)    1)    Tachikardi dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine
2)    Untuk menentukan fungsi ginjal dan kebutuhan penggantian cairan serta penurunan resiko kelebihan cairan
3)    Mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine
4)    Edema terjadi karena adanya perpindahan cairan serta jaringan rapuh dan terdistensi oleh akumulasi cairan
5)    Peningkatan BB > 0,5 Kg/hari diduga adanya retensi cairan
6)    Manajemen cairan diukur untuk menggantikan cairan dari semua sumber ditambah perkiraan kehilangan yang tak tampak
7)    Distensi abdomen / konstipasi dapat mempe-ngaruhi kelancaran aliran

8)    Pemeriksaan laboratorium kimia darah dapat mengetahui perkembangan kondisi klien terutama status  keseimbangan elektrolit

e.    Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan libido
Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan perubahan seksualnya.
Kriteria Hasil :
1)    Klien dapat menyebutkan penyebab penurunan libido dan kerusakan fungsi seksual.
2)    Klien dapat mendiskusikan perasaan dan keprihatinan pasangan mengenai fungsi seksual.
3)    Klien dapat mengungkapkan maksud untuk mendiskusikan masalah dengan pasangan.
4)    Klien dapat mengungkapkan pemahaman terhadap perubahan seksualitas dan metode ekspresi seksual alternatif.
Intervensi    Rasional
1)    Ciptakan hubungan teurapeutik berdasarkan saling percaya dan saling menghormati.
2)    Beri jaminan mengenai privasi dan percaya diri klien.
3)    Diskusikan pengetahuan umum klien mengenai seksualitas.
4)    Diskusikan efek pembedahan dan terapi hormonal dan fungsi seksual.
5)    Anjurkan klien untuk mengutarakan rasa takutnya.
6)    Diskusikan modifikasi yang perlu dalam aktivitas seksual.
7)    Anjurkan klien untuk mengekspresikan rasa berduka atau rasa marahnya mengenai perubahan tersebut.
8)    Diskusikan bentuk alternatif dari ekspresi seksual.
9)    Gunakan humor sesuai kebutuhan untuk menghilangkan ansietas dan/atau rasa malu.    1)    Mengembangkan suasana yang memungkinkan klien mengekspresikan perasaannya.
2)    Memberikan lingkungan teurapeutik.

3)    Memberikan informasi pada apa rencana tersebut didasarkan.
4)    Meningkatkan pemahaman terhadap alasan terjadinya penurunan fungsi seksual.

5)    Memberikan ventilasi perasaan.

6)    Memberikan alternatif terhadap munculnya tingkah laku seksual.
7)    Meningkatkan ventilasi perasaan.



8)    Mencegah persepsi bahwa ekspresi seksual tersebut telah berakhir.
9)    Meningkatkan koping dengan topik yang tidak mengenakkan.

f.    Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1)    Luka dalam keadaan bersih.
2)    Tidak adanya tanda maupun gejala infeksi.
3)    Leukosit dalam batas normal (3800-10.600/mm 3)
4)    Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi     Rasional
1)    Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik aseptik dan antiseptik.
2)    Hindari lingkungan dan luka dalam keadaan basah / kotor


3)    Informasikan kepada klien dan keluarga tentang  tanda dan gejala terjadinya infeksi.

4)    Pantau suhu tiap 8 jam sekali.


5)    Pantau hasil pemeriksaan laboratorium terutama leukosit.
6)    Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

7)    Kolaborasi untuk pemeriksaan urine (urine kultur).    1)    Untuk meminimalkan invasi dari mikroorganisme.

2)    Kondisi yang lembab, kotor dan basah memungkinkan menjadi perkembangbiakan mikroorganisme
3)    Memberikan pengetahuan pada klien dan keluarga sehingga klien dan keluarga dapat mengetahui apabila terjadi infeksi.
4)    Peningkatan suhu merupakan salah satu indikator terjadinya infeksi.
5)    Merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi.
6)    Antibiotik dapat membunuh mikroorganisme secara farmakologik.
7)    Untuk mendeteksi kandungan urine yang terinfeksi.

g.    Resiko terjadinya gangguan integritas kulit : pruritus berhubungan dengan fosfat kalsium atau penumpukan ureum pada kulit
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1)    Mempetahankan kulit utuh.
2)    Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.
3)    Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit.



Intervensi    Rasional
1)    Pantau masukan cairan  dan hidrasi kulit serta membran mukosa, perhatikan perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan kemerahan, ekskoriasi, ekimosis, purpura.
2)    Ubah posisi dengan sering; gerakan pasien dengan perlahan; beri bantalan pada tonjolan tulang .


3)    Beri perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun.

4)    Berikan salep atau krim.

5)    Pertahankan linen kering, bebas keriput.
6)    Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus.
7)    Pertahankan kuku pendek.

8)    Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.    1)    Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.

2)    Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemi. Peninggian meningkatkan aliran balik stasis vena terbatas/ pembentukan edema.
3)    Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan daripada sabun.
4)    Lotion dan salep dapat menghilangkan kulit kering, robekan kulit.
5)    Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
6)    Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera dermal.


7)    Mencegah agresifitas menggaruk yang dapat menyebabkan kerusakan kulit.
8)    Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

h.    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, anemia.
Tujuan : Klien dapat berpartisipasi terhadap aktivitas yang  diinginkan.
Kriteria Hasil :
1)    Melaporkan perbaikan rasa berenergi.

Intervensi     Rasional
1)    Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas. Perhatikan kemampuan tidur/istirahat dengan tepat
2)    Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan
3)    Identifikasi faktor stress/psikologis yang dapat memperberat


4)    Rencanankan periode istirahat adekuat

5)    Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi


6)    Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi pasien

7)    Kolaborasi : awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium serta haemoglobin    1)    Menentukan derajat (berlanjutnya/perbaikan) dari efek ketidakmampuan

2)    Mengidentifikasi kebutuhan indi-vidual dan membantu pemilihan intervensi

3)    Mungkin mempunyai efek akumulatif (sepanjang faktor psikologis) yang dapat diturunkan bila masalah dan takut diakui/diketahui
4)    Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan
5)    Mengubah energi memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/normal, memberikan keamanan pada pasien
6)    Meningkatkan rasa membaik/meningkatkan kesehatan membatasi frustasi
7)    Ketidakseimbangan dpaat mengganggu fungsi neuromoskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah

i.    Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan,
Tujuan : Konstipasi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1)    Meningkatkan keinginan defekasi
2)    Feaces lunak.

Intervensi     Rasional
1)    Dorong klien untuk tidak menahan BAB jika klien merasa ingin BAB



2)    Berikan privacy yang adekuat selama klien berusaha untuk BAB.



3)    Anjurkan klien untuk minum air hangat saat klien bangun tidur.

4)    Tingkatkan aktivitas tubuh sesuai dengan toleransi klien.
5)    Latih klien untuk melakukan latihan otot abdomen dan latihan usus (bowel training) jika tidak ada kontraindikasi.
6)    Kolaborasi pemberian  supositoria rektal sesuai kebutuhan.    1)    Bila BAB ditahan sfingter ani eksterna berkontraksi sehingga refleks defekasi berhenti dan terjadi penumpukan feses yang masuk ke rektum sehingga feses mengeras.
2)    Privacy yang tidak adekuat akan meningkatkan stress bagi klien dan meningkatkan rangsangan sistem saraf simpatis sehingga peristaltik usus terhambat.
3)    Untuk merangsang refleks gastrokolon dan refleks duodenum sehingga akan meningkatkan peristaltik usus.
4)    Merangsang gerak peristaltic sehingga feses akan bergerak menuju rektum.
5)    Proses defekasi normal tergantung pada adekuatnya tonus otot abdominal dan kekuatan otot tersebut.

6)    Meningkatkan evakuasi feses.

j.    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, hubungan sosial, fungsi peran, support sistem dan konsep diri.
Tujuan : Klien mampu menerima perubahan status kesehatan yang terjadi.
Kriteria Hasil :
1)    Klien menyatakan perasaan waspada dan penurunan ansietas/takut sampai pada tingkat dapat diatasi.
2)    Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dan pengguanaan sumber secara efektif.
3)    Tampak rileks, dapat tidur/istirahat yang tepat.

Intervensi    Rasional
1.    Berikan klien/orang terdekat salinan ‘hak-hak klien’ dan tinjau bersama mereka. Diskusikan kebijakan fasilitas misalnya jadwal kunjungan


2.    Tentukan sikap klien/orang terdekat kearah penerimaan pada fasilitas dan harapan masa depan


3.    Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebabnya bila mungkin

4.    Berikan waktu untuk mendengarkan klien mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan yang bebas misalnya ; marah, ragu, takut dan sendiri
5.    Akui realita situasi dan perasaan klien


6.    Kembangkan hubungan klien/perawat

7.    Orientasikan pada aspek-aspek fisik dari fasilitas, jadwal dan aktivitas. Perkenalkan pada teman sekamar dan staf

8.    Berikan pemikiran yang cermat untuk penempatan ruang. Berikan bantuan dan dorongan dalam penempatan benda-benda pribadi disekitar ruangan    1.    Memberikan informasi yang dapat membantu perkembangan kera-hasiaan klien di-mana hak klien dapat terus dijaga dan klien tetap men-jadi ‘dirinya sendiri’ dan memiliki kontrol terhadap apa yang terjadi
2.    Diharapkan perhatian klien atau orang terdekat akan berbeda jika penem-patannya bersifat permanen dan menghilangkan munculnya perasaan tidak berdaya, kehilangan dan berduka
3.    Identifikasi masalah spesifik akan me-ningkatkan kemam-puan individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis
4.    Membuat klien merasa diterima, mulai mengakui dan berhadpan dengan perasaan yang berhubungan dengan keadaan penerimaan

5.    Memungkinkan ekspresi perasaan membantu dimulainya resolusi. Penerimaan akan meningkatkan harga diri
6.    Hubungan saling percaya akan me-ningkatkan perawatan dan dukungan yang optimal
7.    Pengenalan adalah bagian penting dari penerimaan, penge-tahuan dimana benda-benda berada dan siapa yang di-harapkan klien untuk memberikan bantuan dapat mengurangi ansietas
8.    Lokasi, kecocokan teman sekamar dan tempat untuk benda-benda pribadi adalah pertimbangan yang tepat untuk membantu klien merasa seperti dirumah

k.    Perubahan pola eliminasi BAK, berhubungan dengan pemasangan kateter / nefrostomi.
Tujuan : Pola berkemih klien normal
    Kriteria hasil :
1)    Kateter nefrostomi tidak terlipat
2)    Aliran urine lancar.
3)    Klien dan keluarga memahami maksud dan tujuan pemasangan nefrostomi.


Intervensi    Rasional
1)    Informasikan pada klien dan keluarga tentang perubahan pola berkemih klien yang dipasang nefrostomi.
2)    Informasikan pada klien dan keluarga untuk menjaga selang nefrostomi supaya tidak tertekuk atau terlipat.
3)    Observasi ketepatan dan kedudukan nefrostomi.



4)    Observasi keluaran urine pada urine bag.    1)    Agar klien dan keluarga dapat memahami kenapa klien harus dipasang nefrostomi.

2)    Mencegah penghambatan aliran urune oleh lipatan.


3)    Untuk mengetahui apabila terjadi penekukan kateter nefrostomi atau plesternya terlepas sehingga kedudukannya tidak benar dan pengaliran urine terganggu.
4)    Untuk mengetahui apakah aliran urine lancar atau tidak.






3.    Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et al, 1996 dalam Nursalam, 2000 : 51). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. (Nursalam, 2001 : 51)

4.    Evaluasi
       ”Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapai proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, melelui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi secara  tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Ignatavicius & Bayne, 1994 dalam Nursalam, 2001: 71)
Menurut Hidayat, A. Azis (2001: 13) Evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil  observasi dan analisis status pasien, tergambar dalam catatan perkembangan dengan komponennya SOAPIER :
S : Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan dikeluhkan dan dikemukakan oleh klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Analisa data
Data subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis apakah berkembang ke arah kebaikan atau kemunduran. Hasil analisis menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru.
P : Perencanaan
Rencana penanganan klien didasarkan pada hasil analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya bila masalah belum teratasi.
I : Implementasi/pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi
Penilaian sejauhmana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauhmana masalah klien teratasi.
R : Reassesment
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, objektif dan analisis.
SOAPIER dilakukan saat ada masalah baru, resiko tidak terjadi, masalah tidak teratasi sesuai kriteria waktu (tupen).











BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Kasus
1.    Pengkajian
a.    Pengumpulan Data
1)    Identitas
a)    Identitas Klien
Nama             : Ny. W
Umur             : 39 tahun
Jenis kelamin        : Perempuan
Agama            : Islam
Pendidikan            : SMP
Pekerjaan            : IRT
Suku / Bangsa        : Sunda / Indonesia
Tanggal masuk RS    : 30 Juni 2005 jam 16.00 WIB
Tanggal Pengkajian    : 10 Agustus 2005 jam 08.00 WIB
Alamat            : Kp. Bojong Loa Rt 03 / 03
  Cipangkor Cimahi
Diagnosa medis     : CRF e.c Nephrolithiasis Bilateral
        dan Post Nefrolitotomi Kiri
Nomor medrec        : 394286

b)    Identitas Penanggung Jawab
Nama            : Tn. E
Umur             : 45 tahun
Jenis Kelamin         : Laki-laki
Pendidikan         : SMP
Pekerjaan             : Wiraswasta
Hubungan dengan Klien    : Suami
Alamat            : Kp. Bojong Loa Rt 03 / 03
  Cipangkor Cimahi
2)    Riwayat Kesehatan
a)    Riwayat Kesehatan Sekarang
(1)    Keluhan Saat Masuk Rumah Sakit
Pada tanggal 28 Juni 2005 jam 21.00 klien merasakan sakit pada pinggang  sebelah kiri dan keluar cairan yang merembes pada daerah pasca operasi pengangkatan batu ginjal. Klien berobat ke RS Soreang  dan dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
(2)    Keluhan Utama Saat Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian tanggal 10 Agustus 2005 jam 08.00 WIB, klien mengeluh nyeri pada luka post operasi nefrolitotomi kiri dan nefrostomi yaitu di pinggang sebelah kiri. Nyeri dirasakan seperti di iris-iris dan tidak menyebar. Nyeri timbul dan semakin dirasakan bertambah bila bergerak atau pada saat luka tersentuh dan tertekan, nyeri dirasakan berkurang pada saat klien berada pada posisi berbaring terlentang atau miring ke sebelah kiri. Skala nyeri 3 (0-5) menurut Mc.Gill.
b)    Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien mengatakan dirinya telah beberapa kali menjalani operasi. Pada tahun 1983 klien mengatakan menjalani operasi pengangkatan batu ginjal sebelah kanan di RS Dustira. Pada tahun 1999 klien menjalani operasi pengangkatan batu kandung kemih di RS Bina Sakti. Klien mengatakan dirinya mempunyai kebiasaan minum garam inggris seminggu 5-6 kali  + 1 sendok makan tiap 1 kali makan dan diit ketat sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 1983 untuk menjaga berat badannya. Menurut klien, dirinya tidak pernah menderita penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus.
c)    Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dan keluarga mengatakan dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita hal yang sama dengan klien dan tidak ada riwayat mempunyai hipertensi atau DM serta penyakit ginjal lainnya dalam keluarganya.
3)    Pola Aktivitas Sehari-hari
No    Aktivitas    Sebelum Sakit    Setelah Sakit
1    Nutrisi
a.    Makan
-    Frekuensi
-    Jenis







b.    Minum
-    Frekuensi

-    Jenis   

3 x sehari habis 1 porsi
Nasi, daging, tahu, tempe, sayur.
Semenjak operasi pengangkatan batu tahun 1983 klien tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi Vitamin C misalnya buah-buahan jeruk, mangga.


4-6 gelas (+ 1000 – 1500 cc) /hari
air putih, teh manis   

3xsehari habis ¼ porsi
Nasi, bubur daging / ikan, buah-buahan
klien mengatakan kurang nafsu makan karena mual dan ada  luka pada mulut.




6-7 gelas (+1500-1750cc) /hari
air putih
2    Eliminasi
a.    BAK
-    Frekuensi
-    Warna




b.    BAB
-    Frekuensi
-    Warna
-    konsistensi   

7-8 x/hari (+ 500-750 cc)
kuning jernih





1x / hari
kuning
padat   

•     Melalui Uretra 7-8 x/hari (+700-800 cc), kuning keruh
•    Melalui Nefrostomi + 500-700 cc/hari, kuning keruh

1x / hari
kuning
padat
3    Personal Hygiene
a.    Mandi

b.    Gosok Gigi
c.    Keramas

d.    Potong Kuku   
2x/hari memakai sabun

2x/hari memakai pasta
2x/minggu memakai shampo

Bila panjang    
1x/hari memakai sabun, dibantu keluarga
2x/hari memakai pasta
1x/minggu memakai shampoo
Bila panjang
4    Istirahat Tidur
a.    Siang
b.    Malam   
1-2 jam/hari
7-8 jam/hari tidur nyenyak   
1-2 jam / hari
7-8 jam/hari tetapi sering terbangun dan kadang tidak bisa tidur
5    Kegiatan / Aktivitas Sehari-hari    Klien seorang ibu rumah tangga, sehari-harinya hanya mengurus pekerjaan rumah.     Berbaring ditempat tidur.
Klien mengeluh lemah dan lelah saat beraktivitas.

4)    Pemeriksaan fisik
a)    Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum nasi, tidak terdapat sianosis pada bibir, jari tangan ataupun jari kaki, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, mukosa hidung lembab, tidak terdapat sekret, tidak terdapat penggunaan otot-otot bantu pernafasan, bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya retraksi dada dan nyeri tekan pada daerah dada, ekspansi paru simetris, pengembangan paru maksimal, suara perkusi paru terdengar resonan, pada auskultasi terdengar  vesikuler tidak terdengar rales pada saat auskultasi, frekuensi nafas 22 x/menit.
b)    Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva palpebra tampak pucat, Jugular Venous Pressure (JVP) tidak meninggi nilai 5 mmHg, tidak ditemukan adanya clubbing finger, CRT (Capilarry Refilling Time) kembali dalam 4 detik, akral teraba dingin, iktus kordis teraba pada ICS V garis midklavikula kiri. Pulsasi denyut nadi teraba kuat, irama denyut nadi teratur, denyut nadi 82 x/menit. Tekanan darah 100/70 mmHg. Suara perkusi jantung terdengar dullness, S1 dan S2 terdengar murni reguler.
c)    Sistem Perkemihan
Tidak tampak adanya oedem pada daerah ekstremitas atas dan bawah, tidak terdengar adanya bruits sign pada percabangan aorta abdominalis, terdapat luka bekas operasi pada area ginjal kanan, tampak luka post operasi nefrolitotomi kiri pada area pinggang sebelah kiri + 12 cm berwarna kemerahan dan tampak basah disertai Pus dan tampak drain nefrostomi di bawah luka berisi urine yang berwarna kuning agak keruh. Nefrolitotomi kiri dan nefrostomi dilakukan pada tanggal 20 Juli 2005 dan Hemodialisa pada tanggal 25 Juli 2005. Klien mengatakan nyeri pada luka dan drain tersebut terutama bila luka dan drain tersebut tertekan, klien tampak meringis saat luka dan drain tersebut tersentuh atau tertekan. Terdapat nyeri tekan pada palpasi ginjal kanan sedangkan palpasi ginjal kiri tidak terkaji karena adanya luka operasi. Tidak terdapat adanya nyeri ketuk pada saat perkusi ginjal pada daerah Costae Vertebral Angel, tidak terdapat distensi kandung kemih dan suara perkusi kandung kemih terdengar timpani. Klien mengatakan tidak ada keluhan pada saat BAK. Intake cairan peroral 1500 cc, Output : urine 1250 cc/24 jam, drain 550 cc/24 jam, IWL=340 cc/24 jam, balance=1500-1800 cc/24 jam= - 300 cc/24 jam. 
d)    Sistem Endokrin
Tidak terdapat eksofthalmus, tidak tampak adanya hipopigmentasi kulit, tidak tampak adanya keringat yang berlebihan (diaforesis) tidak teraba adanya massa, nyeri tekan, dan pembesaran saat palpasi kelenjar tiroid dan paratiroid.
e)    Sistem Pencernaan
Mukosa bibir kering, gigi tanggal 2 buah jumlah gigi 30 buah, tidak terdapat pembesaran tonsil, klien mengatakan nyeri pada saat menelan dan pada area lidah yang terdapat luka, lidah tampak kotor, tampak lesi pada lidah anterior, sklera tampak putih, abdomen datar teraba lembut, Bising usus 12 x/menit, tidak teraba pembesaran hati dan limpa, tidak terdapat adanya nyeri tekan dan nyeri lepas pada daerah abdomen. Pada anus tidak terdapat hemoroid. Berat badan sebelum sakit 44 Kg dan saat dilakukan pengkajian 34 Kg.
f)    Sistem Integumen
Rambut dan kulit kepala bersih, terdapat bercak-bercak putih pada lengan kanan, klien mengatakan gatal dan tampak klien menggaruk lengannya, turgor kulit kembali dalam waktu 3 detik, kulit kaki dan tangan teraba dingin, Suhu 36,1oC.
g)    Sistem Persyarafan
(1)    Test Fungsi Serebral
(a)    Status Mental
(i)    Orientasi : klien dapat menyebutkan bahwa sekarang ia berada di rumah sakit, ditunggui oleh suaminya, dan berada pada pagi hari.
(ii)    Daya Ingat : klien dapat mengingat tahun kelahirannya, klien dapat menyebutkan 3 buah benda yang ditunjukkan 5 menit yang lalu.
(iii)    Perhatian dan perhitungan : klien dapat meghitung dengan penjumlahan serial lima yaitu : 5+5=10, 10+5=15, 15+5=20, 20+5=25, 25+5=30
(iv)    Fungsi Bahasa : klien dapat mngulangi kata-kata “akan tetapi atau jika tidak” dan klien mengerti perinah saat menyebutkan benda yang ada didekatnya yaitu, gelas dan sendok
(b)    Tingkat kesadaran
(i)    Kualitas    : Compos Mentis
(ii)    Kuantitas    : Nilai GCS 15 (E4, V5, M6)
(c)    Pengkajian Bicara : Proses bicara klien lancar
(2)    Test Nervus kranial
(a)    Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman baik, terbukti klien dapat membedakan bau-bauan familier seperti bau kopi dan kayu putih.
(b)    Nervus II (Optikus)
Fungsi ketajaman penglihatan baik yang ditandai dengan klien dapat membaca papan nama perawat pada jarak 30 cm.
(c)    Nervus III (Okulomotorius), IV (Trochlearis), VI (Abducen)
Klien mampu menggerakkan bola mata kesegala arah, pupil berkontraksi saat diberi cahaya, bentuk pupil isokor, klien dapat membuka dan menutup matanya, lapang pandang klien tidak menyempit.
(d)    Nervus V (Trigeminus)
Fungsi mengunyah baik, pergerakan otot masetter dan temporalis saat mengunyah simetris. Klien dapat merasakan sentuhan pilinan kapas pada wajah, klien mengedip spontan saat diberi rangsangan dengan pilinan kapas pada kedua kelopak mata.
(e)    Nervus VII (Facialis)
Klien   dapat   mengerutkan   dahi  dan  tersenyum  dengan
kedua bibir simetris. Klien dapat membedakan rasa manis, asam dan asin.
(f)    Nervus VIII (Auditorius)
Fungsi pendengaran tidak terganggu, terbukti klien dapat menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan secara spontan
(g)    Nervus IX (Glossofaringeus)
Terdapat reflek muntah pada saat pangkal lidah ditekan dnegan menggunakan tongue spatel dan klein dapat merasakan sensasi pahit.
(h)    Nervus X (Vagus)
Reflek menelan baik, uvula terletak ditengah antara palatum mole dengan arkus faring, dan bergerak saat klien bilang “ah”.
(i)    Nervus XI (Assesorius)
Klien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri, serta dapat melawan tahanan pada kedua bahu.

(j)    Nervus XII (Hipogolosus)
Klien dapat menggerakkan lidah dan menjulurkannya ke segala arah.
(3)    Test Fungsi Sensoris
(a)    Rasa sakit
Klien dapat merasakan sakit saat ditusuk dengan ujung reflek hammer di daerah lengan dan kaki.
(b)    Sentuhan
Klien dapat merasakan sentuhan kapas pada lengannya dengan kedua mata tertutup.
(c)    Diskriminasi
-    Stereognosis
Klien dapat menebak benda yang dipegangnya yaitu sendok dengan kedua mata tertutup.
-    Graphestesia
Klien dapat menebak huruf S yang dituliskan ditelapak tangannya dengan kedua mata tertutup
-    Two Point Stimulation
Klien dapat 2 buah titik yang dibuat di lengannya.
h)    Sistem Reproduksi
Struktur utuh, keadaan vulva bersih, klien tidak merasakan adanya keluhan.

i)    Sistem Muskuloskeletal
(1)    Ekstremitas Atas
Bentuk dan ukuran kedua ekstremitas atas simetris, pergerakan (ROM) kedua ekstremitas atas bebas ke segala arah, tidak terdapat nyeri pada daerah persendian dan tulang, tidak terdapat adanya deformitas tulang atau sendi, tidak terdapat kontraktur sendi, tidak terdapat adanya atrofi otot, tidak terdapat oedema pada kedua ekstremitas atas, kekuatan otot 5/5, reflek biceps ++/++, Triceps ++/++.
(2)    Ekstremitas Bawah
Bentuk dan ukuran kedua ekstremitas bawah simetris, pergerakan (ROM) kedua ekstremitas bawah bebas ke segala arah, tidak terdapat nyeri pada daerah persendian dan tulang, tidak terdapat adanya deformitas tulang atau sendi, tidak terdapat kontraktur sendi, tidak terdapat adanya atrofi otot, tidak terdapat oedema pada kedua ekstremitas bawah, kekuatan otot 5/5, reflek patella ++/++, achiles ++/++.
5)    Data Psikologis
a)    Status Emosi
Saat dilakukan pengkajian   emosi  klien   stabil,   klien  tampak
tenang saat dilakukan wawancara oleh perawat.


b)    Konsep Diri
(1)    Body Image
Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya walaupun saat ini sedang sakit dan dirawat di rumah sakit, klien mengatakan bahwa anggota tubuhnya merupakan pemberian dari Allah SWT yang patut disyukuri
(2)    Identitas
Klien adalah seorang wanita dan klien merasa puas dengan jenis kelaminnya, karena dapat memberikan keturunan.
(3)    Ideal diri
Harapan   klien   terhadap   penyakitnya   adalah   ingin   cepat
sembuh dan berkumpul kembali dengan keluarganya dirumah.
(4)    Peran diri
Klien adalah seorang ibu dari 3 anaknya dan seorang istri bagi suaminya. Klien adalah seorang ibu rumah tangga, klien tidak terlalu memikirkan perannya sebagai seorang ibu dan istri, klien hanya berkonsentrasi pada penyembuhan penyakitnya.
(5)    Harga diri
Klien memahami keadaan dirinya dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
c)    Pola Koping
Klien mengatakan jika mempunyai masalah selalu menceritakannya pada suami dan  anaknya  karena  menurut  klien
itu lebih baik daripada memendam masalah.
d)    Gaya Komunikasi
Klien berbicara cukup jelas, volume suara klien sedang, klien sehari-hari menggunakan bahasa Sunda, klien mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal dan nonverbal.
e)    Kecemasan
Klien tampak gelisah, klien tampak sering bertanya tentang keadaan penyakitnya, ekspresi wajah tampak cemas,  klien mengatakan sudah 2 bulan dirawat di rumah sakit, klien merasa menyesal dioperasi karena ia merasa tidak ada perubahan.
6)    Data Sosial
Hubungan klien dengan keluarganya baik, terbukti klien selalu ditunggui   oleh  suami  dan  anaknya  secara bergantian. Klien  sangat
kooperatif dalam proses perawatan dan pengobatan penyakitnya.
7)    Data Spiritual
a)    Falsafah hidup
Klien percaya terhadap adanya sakit dan sehat, karena itu sudah ketentuan yang telah diatur oleh Allah SWT
b)    Sense of Tracendence
Klien merasa penyakitnya  tidak  ada  perubahan ,  akan   tetapi klien percaya walaupun membutuhkan waktu yang lama bila klien berusaha dengan perawatan dan pengobatan yang baik dan sabar, serta dibarengi dengan berdoa kepada Allah untuk kesembuhan penyakitnya maka penyakitnya akan membaik.
c)    Konsep Ketuhanan
Klien percaya adanya Tuhan dan segala sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh dirinya. Selama dirawat klien menjalankan ibadahnya dengan melaksanakan sholat lima waktu walaupun sambil berbaring ditempat tidur.
8)    Data Penunjang
a)    Data Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium
Tanggal    Jenis Pemeriksaan    Hasil    Nilai Normal    Satuan
8 / 8 / 2005      Hematologi
•    Hemoglobin
•    Leukosit
•    Thrombosit
•    Hematokrit   
8.2
15.600
578.000
24
   
12-16
3.8-10.6
150-440
35-47   
gr/dl
Ribu/mm3
Ribu/mm3
%
8/8/2005    Kimia klinik
•    Ureum
•    Kreatinin
•    Natrium
•    Kalium
Albumin
•    Protein total   
82
2.4
134
3.8
2.9
8.7   
15-50
0.5-0.9
135-145
3.6-8.5
3.5-5.0
6.6-8.7   
Mg/dl
Meq/L
Meq/L
Meq/L
g/dl
g/dl
5 / 8 / 2005     Kimia klinik
•    Albumin
•    Protein total   
2.9
7.5   
3.5-5.0
6.6-8.7   
g/dl
g/dl

b)    Radiologi
(1)    Ultrasonografi tanggal 30 Juni 2005
Kesan     :
•    Pelvoureteroectasi ginjal kiri
•    Pelvocaliectasi ginjal kanan e.c nefrolithiasis USG vesika urinaria tidak tampak kelainan
(2)    Glomerular Filtration Rate tanggal 4 Juli 2005
Kiri 5 ml/menit   kanan 10 ml/menit
Corrected total 15 ml
Kesimpulan : fungsi kedua ginjal minim
(3)    Electro Cardiogram tanggal 4 Juli 2005
EKG dalam batas normal
c)    Terapi
•    Teracef  3 x 1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00WIB)
•    Rantin 250 mg 3 x 1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00WIB)
•    Becomzet 3 x 1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00WIB)










b.    Analisa Data
No    Data    Kemungkinan Penyebab
dan Dampak    Masalah

1    2    3    4
1    DS :
-    Klien mengeluh nyeri pada daerah luka operasi dan drain nefrostomi
-    Klien mengatakan nyeri dirasakan bertambah apabila klien bergerak dan luka tertekan
DO :
-    Klien Post Op nefrolitotomi dan nefrostomi  pada tanggal 20 Juli 2005
-    Tampak luka post Op + 12 cm berwarna kemerahan dan tampak basah disertai Pus
-    Tampak drain nefrostomi di bawah luka berisi urine yang berwarna kuning agak keruh.
-    Klien tampak meringis saat luka dan selang tertekan atau tersentuh.
-    Skala nyeri 3 (0-5)    Post Op nefrolitotomi dan nefrostomi

Terputusnya kontinuitas jaringan

Merangsang pengeluaran serotonin, bradikinin, prostaglandin

Diteruskan ke substansi gelatinosa pada kornu dorsalis medulla spinalis

Traktus spinotalamicus

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan    Gangguan rasa nyaman: nyeri


2    DS :
-    klien mengeluh kurang nafsu makan
-    klien mengeluh mual
-    klien mengatakan nyeri pada area lidah yang terdapat luka
DO :
-    Tampak lesi pada daerah lidah anterior
-    Porsi makan habis ¼ porsi
-    BB 34 kg dan sebelum sakit 44 kg
-    BU = 12 x/menit
-    Data kimia klinik tanggal 8-8-2005
Protein total : 8,7 gr/dl
Albumin : 2,9 gr/dl
Ureum : 82 mg/dl
    Gagal ginjal kronik

fungsi renal menurun

GFR menurun

Ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme

Meningkatnya ureum

Iritasi membran mukosa
Lambung    dan        mulut

    ↓                                        
Merangsang                         Stomatitis
sekresi        
asam lambung
    ↓
HCL meningkat
    ↓
  Mual
                              

Klien tidak mau makan

Intake nutrisi kurang

    Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
3    DS :
-    Klien mengeluh lemah
-    Klien mengeluh lelah saat beraktifitas
-    Klien mengatakan dingin pada tangan dan kaki
DO :
-    Konjungtiva palpebra tampak anemis
-    Akral teraba dingin
-    CRT : kembali dalam  4 detik
-    Data kimia klinik tanggal 8-8-2005
HB 8,2 gr/dl    Gagal ginjal kronik

menurunnya produksi eritropoitin

HB menurun

O2 tidak diikat dengan adekuat

Transportasi O2 ke jaringan menurun

Metabolisme sel terganggu

ADP tidak bisa diubah menjadi ATP

Tidak terbentuk energi

Kelelahan    kelelahan
4    DS :
Klien mengeluh nyeri pada luka Post op
DO :
-    Klien Post Op nefrolitotomi dan nefrostomi pada tanggal 20 Juli 2005
-    Tampak luka post Op + 12 cm berwarna kemerahan dan tampak basah disertai Pus
-    Tampak drain nefrostomi di bawah luka berisi urine yang berwarna kuning agak keruh.
-    Data kimia klinik tanggal 8-8-2005 Leukosit : 15.600  mm 3    Inkontinuitas jaringan akibat post op nefrolithotomi

Terbukanya sistem pertahanan primer

Terjadi perkembangbiakan mikroorganisme pada jaringan yang rusak

Terjadi proses infeksi pada jaringan yang rusak

Resiko terjadi perluasan infeksi    Resiko terjadinya perluasan infeksi
5    DS :
-    Klien mengatakan kaki dan tangannya terasa dingin
DO :
-    GFR : 15 lt/menit
-    Data kimia klinik tanggal 8-8-2005
Ureum : 82 mg/dl
Kreatinin : 2,4 meq/dl
Natrium :134 meq/dl
Kalium :3,8 meq/dl    Gagal ginjal kronik

fungsi renal menurun

GFR menurun

Meningkatnya skresi renin oleh sel-sel jukstaglomerular

Angiotensin diubah menjadi angiotensin 1

Di pulmonal dirubah menjadi angiotensin II

Retensi aldosteron

Meningkatnya retensi natrium dan H2O

Transudasi cairan intravaskuler ke intersitial karena menurunnya tekanan osmotik kapiler

Resiko terjadinya oedema    Resiko gangguan keseimbangan cairan : berlebihan dan elektrolit : Hiponatremia
6    DS :
Klien mengatakan gatal pada daerah lengan kanan
DO :
-    Tampak bercak putih pada kulit lengan kanan
-    Klien tampak menggaruk lengan kanannya
-    Data kimia klinik tanggal 8-8-2005
Ureum : 82 mg/dl
Kreatinin : 2,4 meq/dl    Gagal ginjal kronik

fungsi renal menurun

GFR menurun

Ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme

Meningkatnya ureum

Penumpukan kristal di kulit

Pruritus    Resiko gangguan integritas kulit
7    DS :
    Klien tampak sering bertanya tentang keadaan penyakitnya
    Klien mengatakan sudah 2 bulan dirawat di rumah sakit
    Klien merasa menyesal dioperasi karena merasa tidak ada perubahan
    Klien mengatakan kurang nafsu makan
    Klien mengatakan sering tidak bisa tidur
DO :
    Klien tampak gelisah
    Ekspresi wajah tampak cemas    Gagal ginjal kronik


Hospitalisasi             Perubahan status
  yang lama                      kesehatan
                                             
Menimbulkan perasaan frustasi           

Harapan untuk sembuh menurun

Kecemasan meningkat
 ↓
Gangguan rasa aman cemas    Kecemasan  : sedang

c.    Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
No    Diagnosa Keperawatan    Ditemukan    Dipecahkan
        Tanggal    Paraf    Tanggal    Paraf
1    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan    11-8-2005    Rema    13-8-2005    Rema
2    Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis    11-8-2005    Rema       
3    Kelelahan berhubungan dengan penurunan perfusi O2  ke jaringan    11-8-2005    Rema       
4    Resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan adanya luka terinfeksi    11-8-2005    Rema       
5    Resiko gangguan keseimbangan cairan : berlebihan dan elektrolit: Hiponatremia  berhubungan dengan retensi cairan     11-8-2005    Rema       
6    Resiko gangguan integritas kulit : pruritus berhubungan dengan penumpukan kristal ureum pada lapisan kulit    11-8-2005    Rema    14-8-2005    Rema
7    Kecemasan  : sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan status kesehatan.    11-8-2005    Rema       



















3.    Perencanaan
No    Diagnosa Keperawatan    Perencanaan
        Tujuan    Intervensi    Rasional

1    2    3    4    5
1    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan    TUPAN :
Rasa nyaman terpenuhi , nyeri hilang
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari klien dapat beradaptasi dengan rasa nyeri dengan kriteria :
-    Ekspresi wajah tenang
-    Skala nyeri turun menjadi 2 (0-5)
-    Klien dapat menerapkan teknik manajemen nyeri ketika nyeri dirasakan    1.    Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri

2.    Periksa tegangan balutan
3.    Atur posisi sesuai kenyamanan klien

4.    Pertahankan kepatenan posisi drain



5.    Ajarkan dan lakukan penggunaan teknik relaksasi sesuai keinginan klien misalnya : latihan nafas dalam, imajinasi dan visualisasi
6.    Kolaborasi untuk pemberian analgetik

7.    Observasi skala nyeri8.        1.    Menghindari persepsi yang salah tentang penyebab nyeri
2.    Menghindari gesekan dari balutan
3.    Posisi yang sesuai menurunkan ketega-ngan area yang nyeri
4.    Posisi yang tidak tepat menimbulkan gesekan pada luka yang akan mensti-mulasi reseptor nyeri
5.    Melepaskan keteg-angan emosional dan otot, meningkatkan rasa kontrol yang mungkin dapat meningkatkan koping

6.    Menghambat kerja biosintesis prostaglandin
7.    Menentukan keber-hasilan intervensi
2    Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis    TUPAN :
Nutrisi terpenuhi
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari mual dan stomatisis berkurang dengan kriteria :
-    Porsi makan habis ¾ porsi
-    BB naik
-    Klien mau makan sesuai diit
-    Lesi pada lidah berkurang    1.    Awasi konsumsi makanan / cairan
2.    Beri penjelasan mengenai pentingnya intake nutrisi yang sesuai dengan diit
3.    Dorong klien untuk berpartisipasi dalam perencanaan menu


4.    Kolaborasi untuk pemberian diit tinggi karbohidrat, protein yang berkualitas tinggi dan asam amino yang essensial




5.    Berikan makanan sedikit dengan frekuensi sering, jadwalkan makan sesuai dengan kebutuhan

6.    Lakukan  perawatan mulut




7.    Timbang Berat badan klien setiap hari
8.    Berikan multivitamin sesuai order
Becomzet 3 x 1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00WIB)
9.    Berikan terapi sesuai program :
Rantin 250 mg 3X1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00 WIB)     1.    Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2.    Pengetahuan yang adekuat akan menambah motivasi untuk berubah
3.    Dapat meningkatkan masukan oral dan meningkatkan perasaan tanggung jawab
4.    Memberikan nutrien yang cukup untuk memperbaiki energi, meningkatkan regenerasi jaringan /penyembuhan dan me-ngurangi katabolisme protein yang memperberat kerja ginjal
5.    Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan dan meng-hilangkan perasaan enek


6.    Menurunkan ketidak-nyamanan stomatitis oral dan rasa tidak enak di mulut yang dapat mempengaruhi masukan makan
7.    Memantau status cairan dan nutrisi
8.    Mengggantikan kehi-langan vitamin karena malnutrisi / anemia

9.    Mengurangi produksi HCL lambung penyebab mual
3    Kelelahan berhubungan dengan penurunan perfusi O2  ke jaringan    TUPAN :
Kelelahan hilang
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransinya :
-    konjungtiva tidak anemis
-    HB meningkat mendekati batas normal
-    CRT < dari 3 detik
-    Akral hangat    1.    Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang dibutuhkan / diinginkan
2.    Rencanakan periode istirahat yang adekuat




3.    Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi




4.    Tingkatkan partisipasi sesuai toleransi klien


5.    Berikan intake nutrisi tambahan berupa makanan selingan sesuai diit

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemeriksaan kadar kalsium, magnesium dan kalium serta haemoglobin     1.    Mengidentifikasi kebu-tuhan individual dan mem-bantu pemilihan intervensi
2.    Mencegah kelelahan yang berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan dan regenerasi jaringan
3.    Mengubah energi memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan dan memberikan keamanan pada klien

4.    Meningkatkan rasa percaya diri dan membatasi prustasi

5.    Nutrisi adekuat menghasilkan energi



6.    Menentukan keadaan perfusi jaringan dan keberhasilan dari intervensi

4    Resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan adanya luka terinfeksi    TUPAN :
Tidak terjadi perluasan infeksi
TUPEN :
-    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari tanda-tanda infeksi pada luka berkurang dengan kriteria :
-    Luka bersih, tidak kemerahan
-    Tidak terdapat pus pada luka dan drain
-    Nyeri berkurang    1.    Cuci tangan sebelum melakukan tindakan


2.    Rawat luka dan drain dengan teknik aseptik dan antiseptik

3.    Hindari luka dalam keadaan basah



4.    Monitor suhu  setiap shift



5.    Ganti alat tenun setiap hari

6.    Berikan antibiotik sesuai program : teracef 3x1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00 WIB)
7.    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemeriksaan kadar Leukosit    1.    Menghindari penularan mikroorganisme dari petugas
2.    Meminimalkan perkembangbiakan mikroorganisme patogen
3.    Kondisi yang lembab dan basah memung-kinkan menjadi perkembangbiakan mikroorganisme
4.    Mengetahui fluktuasi suhu  sebagai indikator/tanda bila terjadi infeksi lebih lanjut
5.    Meminimalkan terjadinya infeksi lebih lanjut
6.    Antibiotik bersifat bacteriosid dan bakteristatik


7.    Menentukan keadaan penyembuhan luka dan proses infeksi serta keber-hasilan dari intervensi
5    Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan : berlebihan dan elektrolit : Hiponatremia berhubungan dengan retensi cairan    TUPAN :
Cairan dan elektrolit seimbang
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari retensi cairan berkurang dengan kriteria :
-    output sesuai intake
-    kadar elektrolit dalam batas normal : natrium = 135-145 meq/L
-    Berat badan dalam batas normal
-    Tanda vital dalam batas normal    1.    Catat / observasi intake output dalam 24 jam






2.    Beri dan anjurkan klien untuk minum sesuai output 24 jam, yaitu 1800 cc/24 jam


3.    Timbang BB setiap hari






4.    Perhatikan distensi abdomen: penurunan Bising usus, perubahan, konsistensi faeces
5.    Monitor tanda-tanda vital setiap shift


6.    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemeriksaan kimia darah (ureum, kreatinin, kalium dan natrium)    1.    Pada kebanyakan kasus jumlah aliran harus sama atau lebih dari jumlah yang dimasukkan. Keseimbangan positif menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih lanjut
2.    Memenuhi kebutuhan cairan sesuai dengan kebutuhan


3.    BB merupakan indika-tor akurat status volume cairan. Keseimbangan cairan positif dengan BB menunjukkan retensi cairan

4.    Distensi abdomen / konstipasi dapat mempe-ngaruhi kelancaran aliran

5.    Volume sirkulasi harus dipantau untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik
6.    Pemeriksaan laboratorium kimia darah dapat menge-tahui perkembangan kondisi klien ter-utama status  kese-imbangan elektrolit
6    Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus akibat akumulasi ureum pada lapisan kulit    TUPAN :
Integritas kulit utuh
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari klien dapat beradaptasi dengan rasa gatal dan pruritus dengan kriteria :
-    klien tidak menggaruk area yang gatal
-    tidak terjadi iritasi dermal
-    klien merasa nyaman    1.    Berikan penjelasan mengenai penyebab dan dampak bila menggaruk kulit yang gatal
2.    Lakukan perawatan kulit: batasi peng-gunaan sabun mengan-dung Soda anjurkan sabun mengandung lemak misalnya sabun bayi: berikan salep atau krim (lotion, aquaphor) dan baby oil.
3.    Anjurkan klien untuk menggunakan kompres lembab / dingin untuk membe-rikan tekanan pada area yang pruritus
4.    Pertahankan kuku pendek dan berikan sarung tangan selama tidur
5.    Pertahankan linen kering, bebas keriput


6.    Inspeksi kulit dari perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan kemerahan, ekskoriasi, ekimosis, purpura     1.    Pengetahuan yang adekuat dapat memotivasi klien untuk tidak menggaruk
2.    Sabun dapat menyebabkan penge-ringan pada kulit, lotion, baby oil dan krim digunakan untuk mengurangi pengeringan kulit



3.    Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera dermal


4.    Menurunkan resiko cedera dermal


5.    Menurunkan iritasi dermal dan kerusakan lebih lanjut
6.    Menandakan area sirkulasi buruk / kerusakan yang dapat menimbulkan infeksi
7    Kecemasan  : sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan status kesehatan.    Tupan :
Klien tidak merasa cemas
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 hari klien dapat meningkatkan adaptasi dengan proses hospitalisasi dengan kriteria :
    Klien tidak tampak cemas
    Klien tidak tampak gelisah
    Klien mengerti dan menyadari bahwa dirinya memerlukan perawatan yang lama
    Klien dapat tidur dengan nyenyak
    Nafsu makan meningkat.
    1.    Berikan klien/orang terdekat salinan ‘hak-hak klien’ dan tinjau bersama mereka. Diskusikan kebijakan fasilitas misalnya jadwal kunjungan





2.    Tentukan sikap klien/orang terdekat kearah penerimaan pada fasilitas dan harapan masa depan






3.    Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebabnya bila mungkin



4.    Berikan waktu untuk mendengarkan klien mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan yang bebas misalnya ; marah, ragu, takut dan sendiri

5.    Akui realita situasi dan perasaan klien





6.    Kembangkan hubungan klien/perawat


7.    Orientasikan pada aspek-aspek fisik dari fasilitas, jadwal dan aktivitas. Perkenalkan pada teman sekamar dan staf




8.    Berikan pemikiran yang cermat untuk penempatan ruang. Berikan bantuan dan dorongan dalam penempatan benda-benda pribadi disekitar ruangan    1.    Memberikan informasi yang dapat membantu perkembangan kera-hasiaan klien di-mana hak klien dapat terus dijaga dan klien tetap men-jadi ‘dirinya sendiri’ dan memiliki kontrol terhadap apa yang terjadi
2.    Diharapkan perhatian klien atau orang terdekat akan berbeda jika penem-patannya bersifat permanen dan menghilangkan munculnya perasaan tidak berdaya, kehilangan dan berduka
3.    Identifikasi masalah spesifik akan me-ningkatkan kemam-puan individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis
4.    Membuat klien merasa diterima, mulai mengakui dan berhadpan dengan perasaan yang berhubungan dengan keadaan penerimaan
5.    Memungkinkan ekspresi perasaan membantu dimulainya resolusi. Penerimaan akan meningkatkan harga diri
6.    Hubungan saling percaya akan me-ningkatkan perawatan dan dukungan yang optimal
7.    Pengenalan adalah bagian penting dari penerimaan, penge-tahuan dimana benda-benda berada dan siapa yang di-harapkan klien untuk memberikan bantuan dapat mengurangi ansietas
8.    Lokasi, kecocokan teman sekamar dan tempat untuk benda-benda pribadi adalah pertimbangan yang tepat untuk membantu klien merasa seperti dirumah


















4.    Pelaksanaan
Tanggal     DP    Waktu    Pelaksanaan Dan Evaluasi    Paraf

1    2    3    4    5
11–08-2005    VI,V    08.00    Mengukur tanda-tanda vital klien
Hasil :
TD : 110/70 mmHg , Nadi : 82 x/menit, Respirasi : 21x/menit , Suhu : 36,2oC   
Rema
    VI, IV    08.20    Membereskan lingkungan klien, mengganti sprei klien yang kotor dan merapikan tempat tidur.
Hasil :
Lingkungan klien rapih dan bersih, sprei dalam keadaan kering dan bersih   
Rema
    I    08.30    Mengatur posisi sesuai kenyamanan klien yaitu berbaring dengan kepala memakai bantal
Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang dalam posisi terlentang karena luka dan drain tidak tertekan. Skala nyeri 3 (0-5)    Rema
    I    08.45    Mengajarkan teknik relaksasi sesuai kebutuhan dan keinginan klien
Hasil :
Klien mengatakan merasa lebih tenang saat membaca kalimat Allah SWT    Rema
    II, IV    09.00    Memberikan obat sesuai program terapi
Teracef  1 tablet peroral
Rantin 250 mg 1 tablet peroral
Becomzet 1 tablet peroral
Hasil :
Telah diberikan obat sesuai program     Rema
    II, III    09.50    Melakukan dan mengajarkan oral hygiene
Hasil :
Klien mengatakan mulut lebih segar dan nyaman, klien mengatakan akan melakukan oral hygiene secara teratur    Rema
    IV    10.30    Melakukan ganti balutan dengan teknik asepti dan anti
septik
Hasil :
Luka tampak masih basah dan kemerahan, terdapat pus pada luka. Posisi drain pada tempatnya, keluar cairan urine yang berwarna kuning keruh. Klien tampak meringis kesakitan saat diganti balutan.    Rema
    II    11.00    Melakukan pendidikan kesehatan tentang “Diit Rendah Protein”
Hasil :
Klien mampu menyebutkan tujuan, syarat, contoh menu Diit Rendah Protein dan makanan yang boleh diberikan    Rema
    II    11.20    Memberikan motivasi pada klien agar makan sesuai diet.
Hasil :
Klien mengatakan akan berusaha untuk makan sesuai dengan diet yang dianjurkan.    Rema
    VII    13.00    Memberikan penjelasan tentang hak-hak klien selama dalam proses perawatan dan pengobatan misalnya : jadwal kunjungan, penunggu klien, informasi tentang keadaan kesehatan, prosedur tindakan dll.
Hasil :
Klien dan keluarga mengerti tentang hak-haknya    Rema
    VII    13.00    Mendiskusikan penyebab kecemasan dan mendengarkan keluhan yang dirasakan klien.
Hasil :
Klien mengatakan penyebab kecemasannya karena selama perawatan belum merasakan perubahan.   

Rema
    II ,V    13.20    Mengobservasi intake dan output serta BB
Hasil :
Intake dan output klien dari jam 06.00 – 13.20 WIB
Intake         : Oral =900 cc
Output        : BAK = 400 cc
                     Drain = 250 cc
BB = 34 kg    Rema
12-08-2005    VI,V    07.45    Mengukur tanda-tanda vital klien
Hasil :
TD : 100/70 mmHg , Nadi : 82 x/menit, Respirasi : 23x/menit , Suhu : 36,3oC    Rema
    VI, IV    08.00    Membereskan lingkungan klien dan merapikan tempat tidur.
Hasil :
Lingkungan klien rapih dan bersih, sprei dalam keadaan rapih, kering dan bersih    Rema
    II, IV    08.10    Memberikan obat sesuai program terapi
Teracef  1 tablet peroral
Rantin 250 mg 1 tablet peroral
Becomzet 1 tablet peroral
Hasil :
Telah diberikan obat sesuai program     Rema
    II    08.20    Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga  tentang pentingnya nutrisi yang adekuat bagi klien sesuai dengan diit yang dianjurkan.
Hasil :
Klien dan keluarga mengerti tentang pentingnya nutrisis yang adekuat bagi klien    Rema
    II, III    08.40    Memfasilitasi untuk melakukan oral hygiene
Hasil :
Klien mengatakan mulut lebih segar dan  nyaman,     klien mengatakan akan melakukan oral hygiene secara teratur    Rema
    V    09.00    Mengobservasi intake dan output serta menghitung balance cairan

Hasil :
-    Intake dan output klien selama 24 jam dari tanggal 11-08-2005 s/d 12-08-2005
Intake         : Oral =1800 cc
Output        : BAK = 1000 cc
                     Drain = 900 cc
                      IWL = 340 cc
Balance cairan 1800 – 2240 = - 440 cc    Rema
    II    09.20    Memberikan penjelasan kepada klien tentang penyebab rasa nyeri dan teknik yang bisa dilakukan untuk mengurangi nyeri.
Hasil :
Klien mengerti tentang rasa nyeri yang harus dirasakan adalah untuk kesembuhan dan kebaikan klien, misalnya saat ganti balutan. Klien mengatakan saat ganti balutan akan menarik nafas dalam dan membaca kalimat Allah SWT, supaya keadaan lukanya menjadi bersih    Rema
    IV    09.35    Melakukan ganti balutan dengan teknik aseptik dan anti septik
Hasil :
Luka tampak masih basah dan kemerahan, terdapat pus. Posisi drain pada tempatnya. Klien tampak meringis kesakitan.    Rema
    II    10.20    Memfasilitasi klien untuk makan dan minum
Hasil :
Porsi makan habis ½ porsi, klien mengatakan mual berkurang tetapi saat mengunyah masih terasa sakit pada lidahnya yang luka.    Rema
    I, III    10.50    Mengobservasi skala nyeri dan kemampuan klien dalam beraktifitas
Hasil :
Skala nyeri 3 (0-5), klien mampu beraktifitas mandiri , walaupun tampak lemah dan kelelahan.     Rema
    VII    12.30    Memberikan motivasi pada keluarga untuk selalu menemani klien dan memenuhi kebutuhan yang diperlukan
Hasil :
Keluarga tampak menemani klien    Rema
    II, V    13.00    Mengobservasi intake dan output serta mengukur BB
Hasil :
Intake dan output klien dari jam 06.00 – 13.00 WIB
Intake         : Oral =1000 cc
Output        : BAK = 450 cc
                     Drain = 270 cc
BB = 34 kg    Rema
13-08-2005    VI,V    07.45    Mengukur tanda-tanda vital klien
Hasil :
TD : 100/70 mmHg , Nadi : 82 x/menit, Respirasi : 23x/menit , Suhu : 36,3oC    Rema
    II, V    07.50    Mengukur BB klien
Hasil :
BB = 34 Kg    Rema
    II, IV    08.00    Memberikan obat sesuai program terapi
Teracef  1 tablet peroral
Rantin 250 mg 1 tablet peroral
Becomzet 1 tablet peroral
Hasil :
Telah diberikan obat sesuai program     Rema
    II, III, VI    08.25    Memfasilitasi klien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri : mandi, keramas, oral hygiene
Hasil :
Klien mengatakan badannya menjadi segar. Klien menagtakan lesi pada mulutnya berkurang. klien merasa lelahnya berkurang saat beraktifitas. Kulit dan rambut tampak bersih.     Rema
    VI, IV    09.00    Membereskan lingkungan klien dan merapikan tempat tidur.
Hasil :
Lingkungan klien rapih dan bersih, sprei dalam keadaan rapih, kering dan bersih    Rema
    V    09.30    Mengobservasi intake dan output serta menghitung balance cairan
Hasil :
-    Intake dan output klien selama 24 jam dari tanggal 12-08-2005 s/d 13-08-2005
Intake         : Oral =2200 cc
Output        : BAK = 1250 cc
                        Drain = 900 cc
                         IWL = 340 cc
Balance cairan 2250 – 2490 = - 240 cc    Rema
    II    09.45    Memfasilitasi klien untuk makan dan minum
Hasil :
Porsi makan habis ½ porsi, klien mengatakan mual dan sakit pada lidahnya saat mengunyah berkurang    Rema
    IV    10.20    Melakukan ganti balutan dengan teknik aseptik dan anti septik
Hasil :
Sebagian luka tampak kering dan kemerahan berkurang, pus berkurang. Posisi drain pada tempatnya.     Rema
    VI    10.50    Memberikan penjelasan kepada klien tentang penyebab dan dampak dari menggaruk kulit yang gatal.
Hasil :
Klien mengerti tentang rasa gatal yang dirasakan tidak boleh digaruk agar tidak menimbulkan luka pada kulitnya.    Rema
    VI    11.10    Melakukan dan mengajarkan perawatan kulit untuk daerah yang dirasakan gatal : mengompres area yang gatal dengan air yang dingin, memberikan lotion pada area yang gatal
Hasil :
Klien mengatakan rasa gatalnya berkurang dan klien akan melakukan perawatan kulit dengan rutin      Rema
     V    13.00    Mengobservasi intake dan output serta
Hasil :
Intake dan output klien dari jam 06.00 – 13.00 WIB
Intake         : Oral = 900 cc
Output        : BAK = 350 cc
                     Drain = 240 cc   


Rema

5.    Evaluasi
Tanggal    Diagnosa Keperawatan    Catatan Perkembangan    Paraf

1    2    3    4
13-08-2005    I    S :
-    Klien mengatakan nyerinya berkurang
-    Kien mengatakan bila rasa nyeri dirasakan terutama saat ganti balutan klien menarik nafas dalam dan mengucapkan kalimat Allah SWT
-    klien mengatakan nyeri yang dirasakan adalah proses dari pengobatannya
O :
-    klien tampak lebih tenang
-    ketika ganti balutan klien tampak kadang meringis dan tampak klien menarik nafas dalam dan mengucapkan kalimat Allah SWT
-    skala nyeri 2 (0-5)
A :
Masalah teratasi
P :
Pertahankan intervensi 2,3,4,5,6    Rema
14-08-2005    II    S :
-    Klien mengatakan rasa mual dan luka pada lidahnya berkurang
-    Kien dan keluarga mengatakan nafsu makan klien bertambah
-    Keluarga mengatakan akan menyediakan makanan yang sesuai dengan diit untuk klien
O :
-    Porsi makan habis ¾ porsi dan klien tampak makan makanan selingan lainnya yaitu apel dan kue
-    Bising usus 10 x/menit
-    Keluarga terlihat membantu klien dalam menyediakan makanan untuk klien
-    BB = 34 kg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
-    Mengawasi jumlah porsi makan dan cairan
-    Menimbang BB klien
-    Memfasilitasi klien untuk perawatan mulut
-    Memberikan terapi sesuai program
Rantin 250 mg 1 tablet peroral
Becomzet 1 tablet peroral
 E :
-    Jumlah porsi makan siang habis ¾ porsi.
-    Klien mengatakan luka pada lidahnya berkurang
-    Klien mengatakan saat mengunyah tidak merasakan sakit
-    Klien tampak melakukan perawatan mulut mandiri
-    BB = 34 Kg
R :
-    Kaji intake klien sesuai diit    Rema
14-08-2005    III    S :
-    Klien mengatakan merasa lebih segar
-    Klien mengatakan mandi dan perawatan mulut sendiri
-    Klien mengatakan saat beraktifitas tidak merasa lelah
O :
-    Klien tampak segar
-    Konjungtiva agak pucat
-    CRT 3 detik
-    Akral teraba dingin
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 3,4,5,6
-    Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar haemoglobin
I :
-    Memfasilitasi klien untuk potong kuku mandiri
-    Menganjurkan klien untuk beraktifitas misalnya : jalan-jalan secara bertahap
-    Menganjurkan keluarga untuk memberikan makanan selingan sesuai dengan diit
 E :
-    Klien tampak berjalan-jalan disekitar Ruangan dibantu oleh keluarga
-    klien melakukan potong kuku mandiri
-    Kuku tampak pendek dan bersih
R :
Kaji nilai kadar HB    Rema
14-08-2005    IV    S :
O :
-    Luka tampak kotor
-    Sekitar luka agak kemerahan
-    Sebagian luka tampak kering dan sebagian masih basah
-    Drain terpasang pada tempatnya
A : Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi 1-5
- Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar leukosit
I :
-    Melakukan ganti balutan dengan teknik aseptic dan antiseptic
-    Memberikan terapi sesuai program
Teracef  1 tablet peroral
-    Mengganti alat tenun
-    Melakukan kolaborasi untuk pemeriksaan kadar leukosit
E :
-    Luka tampak bersih
-    Sebagian luka tampak kering
-    Tidak terdapat pus
-    Drain pada tempatnya
-    Alat tenun dalam keadaan rapi dan bersih
R :
Kaji nilai kadar leukosit    Rema
14-08-2005    V    S :
O :
-    Balance cairan
Intake         : Oral =2400 cc
Output        : BAK = 1600 cc
                        Drain = 600 cc
                         IWL = 340 cc
-    Balance cairan 2400 – 2540 = - 140 cc
-    Akral teraba hangat
-    BB = 34 kg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1-5
I :
-    Menghitung intake output
-    Melakukan kolaborasi untuk pemeriksaan kadar kimia klinik
-    Menimbang BB
 E :
-    Intake dan output klien dari jam 06.00 – 13.30 WIB
Intake         : Oral = 1000 cc
Output        : BAK = 550 cc
                     Drain = 250 cc
-    BB = 34 kg
-    Tidak tampak adanya oedema
R :
-    Kaji balance cairan
-    Kaji intake cairan yang diminum oleh klien    Rema
14-08-2005    VI    S :
-    Klien mengatakan rasa gatal berkurang bila area yang gatal di kompres air dingin
-    Klien mengatakan melakukan perawatan kulit mandiri : mengoleskan lotion dan mandi
-    Klien mengatakan tidak menggaruk area yang gatal
O :
-    Kuku klien tampak pendek dan bersih
-    Tidak tampak bekas garukan pada area yang kulit
-    Klien tampak bersih
A : Masalah teratasi
P :
Pertahankan intervensi    Rema
14-08-2005    VII    S :
-    Klien mengatakan merasa lebih tenang setelah mendengarkan penjelasan tentang hak-haknya
-    klien mengatakan rasa cemasnya berkurang
-    keluarga mengatakan nafsu makan klien bertambah
O :
-    Klien tampak segar/tidak murung
-    Keluarga tampak mendampingi klien
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
I :
-    Memberikan bantuan pada klien dalam penempatan barang sesuai keinginannya
-    Membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya
E :
-    Klien mengatakan perasaanya saat ini lebih tenang
-    klien mengatakan lebih senang dengan suasana kamarnya saat ini
R :
Kaji tingkat kecemasan    Rema
B.    Pembahasan
       Berdasarkan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri di ruang 2 perjan rumah sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah diberikan melalui pendekatan proses keperawatan selama lima hari, penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan.
1.    Tahap Pengkajian
       Pada tahap pengkajian ini penulis menemukan beberapa kesamaan dan kesenjangan diantaranya adalah :
Klien dengan gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri mempunyai kecenderungan terjadi pada laki-laki, Usia 30-50 tahun, pekerjaan yang banyak duduk dan kurang aktifitas sedangkan pada Ny. W ditemukan riwayat diet karena kurangnya pengetahuan yaitu mengkonsumsi garam inggris selama 3 tahun yang menyebabkan efek pencahar sehingga cairan dalam tubuh keluar dan keseimbangan cairan tubuh terganggu.  Ditemukan juga riwayat kesehatan yang lalu klien menderita nefrolithiasis sebelumnya yang tidak tertangani menjadi penyebab gagal ginjal kronik.
Secara konsep klien  dengan gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis datang ke rumah sakit dengan keluhan perubahan pola berkemih sedangkan tidak terjadi pada Ny. W dikarenakan urine yang tertahan pada kaliks ginjal keluar melalui rembesan fistel pasca nefrolitothomi tahun 1999. Kesesuaian terdapat pada keluhan utama saat dikaji yaitu Ny. W mengeluh nyeri pada luka operasi dan drain pasca nefrolitotomi kiri.
Riwayat kesehatan keluarga yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah adanya penyakit keturunan  seperti  hipertensi, diabetes mellitus  serta  adanya riwayat penyakit ginjal lainnya, karena kecenderungan terjadi dalam satu rumpun keluarga. Tetapi  pada  kasus  Ny. W  tidak ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa manusia itu bersifat unik serta penyakit yang klien alami bukan diakibatkan oleh adanya angka kejadian dalam satu rumpun keluarga melainkan oleh faktor lain dan bukan hereditair diantaranya adalah  diet yang menyebabkan kurang asupan air dalam tubuh.
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan pada klien gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri secara konsep akan ditemukan adanya bunyi bruits sign yang terjadi akibat atau adanya  gangguan vaskularisasi. Sedangkan  di lapangan tidak ditemukan adanya hal tersebut, karena penyebab gagal ginjal kronik pada Ny. W bukan karena gangguan vaskularisasi melainkan karena obstruksi saluran kemih atas. Kesenjangan juga ditemukan bahwa secara konsep klien dengan gagal ginjal e.c nefrolithiasis terdapat edema dan balance cairan yang positif tetapi pada Ny. W tidak ditemukan edema, turgor kulit baik dan balance cairan yang negatif sedangkan nilai GFR yang cukup rendah 15 ml/menit, hal ini diakibatkan karena Ny. W termasuk pada stadium gagal ginjal awal jadi sebagian dari nefron masih berfungsi dan kompensasi tubuh adalah dengan poliuri sehingga balance cairan negatif.
Secara konseptual pada sistem pernafasan  akan ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat, adanya retraksi interkostalis dan epigastrium sebagai upaya untuk mengeluarkan ion H+ yang tertumpuk dalam darah akibat dari asidosis metabolik. Pada kasus Ny. W tidak ditemukan adanya tanda-tanda tersebut, hal ini diakibatkan karena pada saat pengkajian klien tidak mengalami keadaan asidosis metabolik yaitu ginjal tidak mampu untuk mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan, penurunan ekresi asam akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH¬3-) dan mengabsorpsi natrium bicarbonat (HCO3-) yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbondioksida dan pH dalam darah. Dalam hal ini penulis mengalami kesulitan untuk menentukan status asidosis metabolik klien karena tidak ditunjang dengan adanya data laboratorium analisa gas darah ataupun kimia darah secara berkala. Ny. W sudah menjalani post nefrolitotomi dan telah dilakukan pemasangan nefrostomi pada tanggal 20 Juli 2005 serta menjalani dialisis pada tanggal 25 Juli 2005. Hemodialisa bisa membantu mengambil alih fungsi ginjal dalam hal pengaturan cairan dan elektrolit serta ekskresi sisa-sisa metabolisme protein, sehingga dengan dilakukannya hemodialisa, nefrolitotomi dan nefrostomi dapat membantu mempertahankan fungsi ginjal sehingga klien tidak jatuh dalam kondisi asidosis metabolik. Selain itu secara konseptual akan ditemukan adanya pergerakan dada yang tidak simetris dan terdengarnya suara rales pada auskultasi  paru  sebagai  akibat  adanya  edema  paru,  pada tahap lanjut akan
ditemukan  adanya sianosis perifer, hal ini tidak ditemukan  dilapangan karena Ny. W belum mengalami komplikasi yang bisa menyebabkan adanya penumpukan cairan di paru-paru (edema paru).
Pemeriksaan sistem persyarafan pada klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri secara konsep ditemukan adanya penurunan kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah. Namun hal tersebut tidak terjadi di lapangan karena klien belum mengalami komplikasi lebih lanjut akibat peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah, selain itu klien sudah menjalani terapi yaitu hemodialisa yang bisa membantu fungsi ginjal klien dalam hal pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit serta nefrostomi yang dilakukan bisa menurunkan tekanan yang terjadi pada pelvis ginjal, sehingga ginjal bisa berfungsi lebih optimal
Pemeriksaan sistem pencernaan klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri ditemukan kesesuaian yaitu adanya rasa mual serta stomatitis yang disebabkan oleh peningkatan ureum yang mengakibat perubahan pada membran mukosa lambung dan mulut. Kesesuaian terdapat pada sistem integumen yaitu ditemukan adanya rasa gatal dan uremi fross pada lengan klien. Hal itu disebabkan karena penimbunan ureum pada bawah kulit karena peningkatan ureum dalam tubuh.
Pemeriksaan laboratorium darah terdapat beberapa perbedaan secara konsep. Nilai kalium yang seharusnya meningkat tidak terjadi pada Ny. W  dikarenakan    proses    dialisa   yang   telah  dilakukan oleh klien. Kesesuaian
ditemukan pada kadar natrium dan albumin menurun serta ureum, kreatinin yang meningkat. Namun penulis kesulitan dalam menilai kimia darah secara rutin, pemeriksaan urine dan  nilai GFR yang terbaru sebagai bahan perbandingan dalam menetukan diagnosa secara tepat.
Secara konsep terdapat sebelas diagnosa yang mungkin timbul pada klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri, yaitu :
1)    Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan adanya obstruksi.
2)    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berubungan dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, perubahan sensasi rasa, dan pembatasan diet.
3)    Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan cairan.
4)    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta  natrium.
5)    Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan libido.
6)    Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
7)    Resiko gangguan integritas kulit : pruritus yang berhubungan dengan fosfat kalsium atau penumpukan ureum pada kulit.
8)    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, anemia
9)    Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan.
10)    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, hubungan sosial, fungsi peran, support sistem dan konsep diri.
11)    Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan pemasangan kateter / nefrostomi.
Pada kasus Ny. W penulis menemukan tujuh diagnosa keperawatan yang ditunjang oleh data hasil pengkajian, yaitu :
1.    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2.    Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis
3.    Kelelahan berhubungan dengan penurunan perfusi O2  ke jaringan
4.    Resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan adanya luka terinfeksi
5.    Resiko gangguan keseimbangan cairan : berlebihan dan elektrolit  : Hiponatremi berhubungan dengan retensi cairan
6.    Resiko gangguan integritas kulit : pruritus berhubungan dengan penumpukan kristal ureum pada lapisan kulit
7.    Kecemasan  : sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan status kesehatan.
Dibandingkan secara konseptual terhadap kasus Ny. W terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang seharusnya muncul secara teoritis yaitu : diagnosa penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan cairan tidak muncul, hal ini dikarenakan tidak ditemukan data yang menunjang ke arah diagnosa tersebut.
Secara konseptual diagnosa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta  natrium akan muncul. Untuk mengantisipasinya penulis mengambil diagnosa resiko gangguan keseimbangan cairan: berlebihan dan elektrolit: Hiponatremi berhubungan dengan retensi cairan ditandai dengan penurunan fungsi ginjal ditandai dengan GFR : 15 lt/menit, data kimia klinik tanggal 8-8-2005 : Ureum : 82 mg/dl, Kreatinin : 2,4 meq/dl, Natrium :134 meq/dl, Kalium :3,8 meq/d.
Diagnosa perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berubungan dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, perubahan sensasi rasa, dan pembatasan diet diganti dengan gangguan gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis karena data yang muncul mengarah ke diagnosa tersebut yaitu : Porsi makan habis ¼ porsi dan Berat Badan 34 kg  sebelum sakit 44 kg.
Diagnosa perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan libido penulis tidak dimunculkan karena klien dan keluarga merasa tidak terganggu dengan adanya perubahan seksualitas, mengingat hal yang menjadi prioritas saat ini adalah kesembuhan klien.
Diagnosa resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine tidak dimunculkan karena kondisi luka sudah terjadi infeksi yang ditandai dengan luka kemerahan, adanya pus, luka masih basah, Data kimia klinik tanggal 8-8-2005 Leukosit : 15.600  mm 3, sehingga diagnosa yang muncul adalah resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan adanya luka terinfeksi.
Diagnosa resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan tidak dimunculkan karena tidak didapatkan data adanya konstipasi dan penurunan aktivitas pada Ny. W.
Diagnosa perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan pemasangan kateter / nefrostomi tidak muncul, hal ini disebabkan walaupun terdapat pemasangan nefrostomi tapi klien tidak merasakan adanya perubahan pola berkemih karena klien dapat BAK melalui uretra.


Dalam tahap pengkajian ini penulis memperoleh dukungan sehingga dapat memperlancar proses pengkajian, yaitu :
1    Adanya respon yang positif pada klien dan keluarga terhadap penulis sehingga dapat terbina rasa percaya yang dapat memudahkan untuk proses pengumpulan data.
2    Adanya dukungan dan bimbingan dari pembimbing, baik pihak ruangan maupun dari institusi pendidikan.

2.    Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan penulis tidak mengalami hambatan dalam merencanakan tindakan keperawatan menurut diagnosa yang muncul pada Ny. W. Perencanaan disesuaikan dengan kondisi, situasi dan kemampuan klien ataupun keluarga, serta disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang tersedia di ruangan.

3.    Tahap Pelaksanaan
       Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam tahap pelaksanaan penulis mengalami beberapa hambatan karena ada perencanaan tindakan keperawatan yang tidak bisa dilaksanakan pada klien.
Kesulitan yang dialami penulis yaitu dalam memonitor intake dan output klien pada sore dan malam hari, serta tidak adanya dokumentasi mengenai intake dan output klien setiap shiff. Secara konsep intake dan out put klien harus dinilai dalam 24 jam. Untuk mengatasi masalah tersebut penulis mencari alternatif lain yaitu dengan menganjurkan kepada keluarga untuk tidak membuang urine selama 24 jam dan mengawasi jumlah air yang klien minum. Penulis memberikan kertas observasi pada keluarga untuk mencatat jumlah air yang klien minum dan urine selama 24 jam.
Secara konsep pemberian TPN (Total Parenteral Nutrisi) diperlukan oleh klien karena didapatkan data albumin yaitu : 2,9 gr/dl. Tindakan ini tidak dapat terlaksana karena kondisi biaya klien dan tidak adanya fasilitas dari GAKIN.
Kesulitan lain terjadi pada saat melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam memonitor kadar kimia darah, AGD (Analisis Gas Darah), urine rutin serta GFR. Hal ini terjadi karena kondisi biaya klien dan keluarga.

4.    Tahap Evalusi
       Pada tahap ini penulis melakukan penilaian dari respon klien terhadap intervensi yang telah diberikan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Diagnosa keperawatan pada Ny. W yang teratasi dalam lima hari adalah gangguan rasa nyaman : nyeri dan resiko gangguan integritas kulit : pruritus. Sedangkan diagnosa keperawatan yang tidak semua teratasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan, yaitu : gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis, kelelahan berhubungan dengan penurunan perfusi O2  ke jaringan, resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan adanya luka terinfeksi, resiko gangguan keseimbangan cairan : berlebihan dan elektrolit: Hiponatremia berhubungan dengan retensi cairan dan kecemasan  : sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan status kesehatan.
Hal ini dimungkinkan karena dalam menentukan batasan waktu terlalu singkat atau karena terapi yang diberikan kurang tepat. Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis mencari alternatif pemecahannya yaitu dengan melimpahkan asuhan keperawatan pada perawat ruangan agar hasil asuhan keperawatan yang telah penulis berikan kepada klien bisa berkesinambungan.













BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.    KESIMPULAN
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri di Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dari tanggal 10-14 Agustus 2005 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dari tiap proses keperawatan, yaitu :
1.    Tahap pengkajian penulis mendapatkan kesesuaian data klien dengan konsep  yaitu pada riwayat kesehatan dahulu, keluhan utama saat pengkajian, data fisik sistem pencernaan, sistem integumen, kecemasan, beberapa pemeriksaan laboratorium darah dan nilai GFR. Sedangkan ketidaksesuaian data ditemukan pada keluhan utama saat masuk Rumah Sakit, riwayat kesehatan keluarga, sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, persyarafan, konstipasi dan beberapa pemeriksaan kimia darah yang tidak sesuai dengan konsep. Secara konsep diagnosa keperawatan yang muncul ada sebelas dan pada klien ditemukan 7 diagnosa keperawatan.
2.    Rencana keperawatan yang telah ditetapkan disesuaikan dengan kemampuan, kondisi, sarana dan kebutuhan klien serta melibatkan klien dan keluarga untuk mengatasi masalah keperawatan yang aktual maupun potensial. Perencanaan ditujukan untuk pemenuhan rasa nyaman : nyeri, memenuhi kebutuhan nutrisi, mengurangi kelelahan, mengatasi masalah keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah terjadinya perluasan infeksi, mengatasi gangguan integritas kulit dan mengatasi kecemasan.
3.    Tahap pelaksanaan penulis mengalami hambatan karena ada rencana keperawatan yang tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat yaitu pendokumentasian intake dan output, pemberian TPN, kolaboratif dengan tim kesehatan lain dalam pemeriksaan kimia darah dan urine rutin, AGD dan GFR.
4.    Tahap evaluasi dilakukan secara formatif dan sumatif. Diagnosa keperawatan yang telah teratasi yaitu adalah gangguan rasa nyaman : nyeri dan resiko gangguan integritas kulit : pruritus sedangkan lima diagnosa lainnya teratasi sebagian.

B.    REKOMENDASI
Berdasarkan pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan, maka penulis merekomendasikan beberapa hal diantaranya :
1.    Perawat ruangan diharapkan dapat melakukan pengawasan serta pendokumentasian secara tepat terhadap intake dan output selama 24 jam, karena klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri perlu pengawasan yang ketat terhadap intake dan output selama 24 jam sesuai dengan kemampuan ginjal klien dalam mengekskresikan cairan.
2.    Perawat ruangan diharapkan dapat melakukan tindakan kolaboratif dengan tim kesehatan lain dalam pengawasan kadar kimia darah dan urine rutin, AGD serta nilai GFR untuk menghindari komplikasi yang lebih lanjut.
3.    Pihak Rumah Sakit  juga diharapkan dapat lebih bekerjasama dalam pemberian fasilitas untuk peserta GAKIN terutama pemberian TPN.


















DAFTAR PUSTAKA


Arifin, E.Z., 2000, Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah, Jakarta, Grasindo.

Black, J.M., and Matassarin, E., 1993, Medical-Surgical Nursing A Psychophysiologic Approach,  Philadelphia , W.B. Saunders.

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Alih bahasa Ester, M., Jakarta , EGC.

De Jong, W., dan Sjamsuhidajat, R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta , EGC.

Departemen Kesehatan RI, 1994, Pedoman Penerapan Proses Keperawatan Di Rumah Sakit, Jakarta , Direktorat rumah Sakit Umum Dan Pendidikan Depatemen Kesehatan RI.

Doengoes M.E., et all, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa Kurniasa, I.M., dan Sumarwati, N.M., Jakarta , EGC.

Denison, R.D., 1996, PASS CCRN, Missouri , Mosby-Year Book.

Engram, B., 1999, Rencana  Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Samba, S., Jakarta , EGC.

Guyton & Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC

Hidayat, A. Azis., 2001, Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan, Jakarta , EGC.

Ignatavicius, D., et all, 1995, Medical Surgical Nursing A Nursing Proces Approach 2nd Edition, Philadelpia , W.B Saunders Company.

Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Jilid 3, Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Bandung.

Moore, C.M., 1997, Buku Pedoman Terapi Diet Dan Nutrisi Edisi II, Alih bahasa Oswari, L.D., Jakarta , Hipokrates.

Moore, K.L, Anne, M, R. Agur, 2002, Anatomi Klinis Dasar, Alih bahasa Hendra Laksman., Jakarta , Hipokrates.

Nursalam., 2001, Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika

Price, S.A., dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Alih bahasa Peter A., Jakarta , EGC.

Purnomo, B.B., 2003, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Malang, CV. Infomedika.
Ramali, A., dan Pamoentjak., 1994, Kamus Kedokteran , Arti dan Keterangan Istilah Edisi Revisi, Jakarta , Djambatan.

Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Ahli bahasa Kuncara, H.Y., dkk, Jakarta , EGC.

Syaifuddin, 1997, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2, Jakarta , EGC.

Suyono, S., 2001, dkk, Ilmu Penyakit Dalam  Jilid II, Jakarta , Balai Penerbit FKUI.

(http,//www.indomedia.com/ tanggal 24 Agustus 2005).

(http,//www.mail-archive.com/ tanggal 24 Agustus 2005).

(http,//www.pikiran-rakyat.com/ tanggal 24 Agustus 2005).


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku