I.
Konsep Dasar Transfusi Darah
A.
Latar Belakang
Transfusi
darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat, pasien
dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien
yang hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami
penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak
dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana mestinya.
Pada
negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani
kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada anemia
berat (WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat mengalami gangguan
kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah yang diberikan
kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa.
Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada
negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan ketidakseimbangan
perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.
Di
negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih minim
dibandingkan dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap negara
secara relatif adalah sama. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga
sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan
sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang
yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang tercatat
sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk (Daradjatun,
2008).
Indonesia
membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi kebutuhan 4,5
juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah Palang Merah
Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang terkumpul
sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan akan
darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari donor darah
masih rendah dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjadi
pendonor darah sukarela masih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang masalah
transfuse darah, persepsi akan bahaya bila seseorang memberikan darah secara
rutin. Selain itu, kegiatan donor darah juga terhambat oleh keterbatasan jumlah
UTD PMI di berbagai daerah, PMI hanya mempunyai 188 unit tranfusi darah (UTD).
Mengingat jumlah kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.
B. Definisi
1.
Donor
darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk
disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah
2.
Transfusi
Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang
sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen
darah.
3.
Transfusi
darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti kehilangan darah
pasien akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh karena suatu penyakit. Darah
yang tersimpan di dalam kantong darah dimasukan ke dalam tubuh melalui selang
infus.
C. Jenis
Donor Darah
Ada dua macam donor darah yaitu :
1.
Donor
keluarga atau Donor Pengganti adalah darah yang dibutuhkan pasien dicukupi oleh
donor dari keluarga atau kerabat pasien.
2.
Donor
Sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah lainnya
atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau bentuk pembayaran
lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu penerima darah yang tidak mereka
kenal dan tidak untuk menerima sesuatu keuntungan.
D. Tujuan
Transfusi Darah
1.
Memelihara
dan mempertahankan kesehatan donor.
2.
Memelihara
keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap bermanfaat.
3.
Memelihara
dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas
peredaran darah).
4.
Mengganti
kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
5.
Meningkatkan
oksigenasi jaringan.
6.
Memperbaiki
fungsi Hemostatis.
7.
Tindakan
terapi kasus tertentu.
E. Macam
Transfusi Darah
1.
Darah
Lengkap/ Whole Blood (WB)
Diberikan
pada penderita yang mengalami perdarahan aktif yang kehilangan darah lebih dari
25 %.
2.
Darah
Komponen
a.
Sel
Darah Merah (SDM)
1)
Sel
Darah Merah Pekat
Diberikan
pada kasus kehilangan darah yang tidak terlalu berat, transfusi darah pra operatif
atau anemia kronik dimana volume plasmanya normal.
2)
Sel
Darah Merah Pekat Cuci
Untuk
penderita yang alergi terhadap protein plasma.
3)
Sel
Darah Merah Miskin Leukosit
Untuk
penderita yang tergantung pada transfusi darah.
4)
Sel
Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci
Diberikan
untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang menetap.
5)
Sel
Darah Merah Diradiasi
Untuk
penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.
b.
Leukossit/
Granulosit Konsentrat
Diberikan
pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi yang tidak membaik/
berat yang tidak sembuh dengan pemberian Antibiotik, kualitas Leukosit menurun.
c.
Trombosit
Diberikan
pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau fungsi trombosit.
d.
Plasma
dan Produksi Plasma
Untuk
mengganti faktor pembekuan, penggantian cairan yang hilang.
Contoh
: Plasma Segar Beku untuk penderita Hemofili. Krio Presipitat untuk penderita
Hemofili dan Von Willebrand
II.
Indikasi
A. Indikasi
Transfusi darah
diperlukan saat anda kehilangan banyak darah, misalnya pada :
1. Kecelakaan,
trauma atau operasi pembedahan yang besar.
2. Penyakit
yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan berdarah.
3. Penyakit
yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia hemolitik
atau trombositopenia.
4. Jika
anda menderita penyakit pada sumsum tulang sehingga produksi sel darah
terganggu seperti pada penyakit anemia aplastik maka anda juga akan membutuhkan
transfusi darah. Beberapa penyakit seperti hemofilia yang menyebabkan gangguan
produksi beberapa komponen darah maka anda mungkin membutuhkan transfusi
komponen darah tersebut.
B. Syarat menjadi pendonor
1. Umur
17 - 60 tahun
( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor
bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat
menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan
dokter )
2. Berat
badan minimum 45 kg
3. Temperatur
tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
4. Tekanan
darah baik ,yaitu:
a. Sistole
= 110 - 160 mm Hg
b. Diastole
= 70 - 100 mm Hg
5. Denyut
nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
6. Hemoglobin
a. Wanita
minimal = 12 gr %
b. Pria
minimal = 12,5 gr %
7. Jumlah
penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan
sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
C. Orang
yang tidak boleh menjadi pendonor
1. Pernah
menderita hepatitis B.
2. Dalam
jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
3. Dalam
jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
4. Dalam
jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
5. Dalam
jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
6. Dalam
jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
7. Dalam
jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
8. Dalam
jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus
dipteria atau profilaksis.
9. Dalam
jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica,
measles, tetanus toxin.
10. Dalam
jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
11. Dalam
jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
12. Dalam
jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
13. Sedang
hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
14. Sedang
menyusui.
15. Ketergantungan
obat.
16. Alkoholisme akut dan kronik.
17. Sifilis.
18. Menderita
tuberkulosa secara klinis.
19. Menderita
epilepsi dan sering kejang.
20. Menderita
penyakit kulit pada vena (pembuluh balik) yang akan ditusuk.
21. Mempunyai
kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD,
thalasemia, polibetemiavera.
22. Seseorang
yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk
mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai
jarum suntik tidak steril).
23. Pengidap
HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
D. Manfaat
Donor Darah
1.
Bagi
Pendonor
a. Dapat
memeriksakan kesehatan secara berkala 3 bulan sekali seperti tensi, Lab Uji
Saring (HIV, Hepatitis B, C, Sifilis dan Malaria).
b. Mendapatkan
piagam penghargaan sesuai dengan jumlah menyumbang darahnya antara lain 10, 25,
50, 75, 100 kali.
c. Donor
darah 100 kali mendapat penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari
Pemerintah.
d. Merupakan
bagian dari ibadah.
e. Sarana
amal kemanusiaan bagi yang sakit, kecelakaan, operasi dll (setetes darah
merupakan nyawa bagi mereka)
f. Pendonor yang secara teratur Mendonorkan Darah (setiap 3
Bulan) akan menurunkan Resiko Terkena penyakit Jantung sebesar 30 %
(British Journal Heart) seperti serangan jantung Koroner
dan Stroke.
g. Pemeriksaan
ringan secara triwulanan meliputi Tensi darah, kebugaran (Hb), gangguan
kesehatan (hepatitis, gangguan dalam darah dll)
h. Mencegah
stroke (Pria lebih rentan terkena stroke dibanding wanita karena wanita keluar
darah rutin lewat menstruasi kalau pria sarana terbaik lewat donor darah aktif)
2.
Bagi
Resipen
Sekantong darah yang didonorkan seringkali dapat
menyelamatkan nyawa seseorang. Darah adalah komponen tubuh yang berperan
membawa nutrisi dan oksigen ke semua organ tubuh, termasuk organ-organ vital
seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati. Jika darah yang beredar di
dalam tubuh sangat sedikit oleh karena berbagai hal, maka organ-organ tersebut
akan kekurangan nutrisi dan oksigen.
Akibatnya, dalam waktu singkat terjadi kerusakan
jaringan dan kegagalan fungsi organ, yang berujung pada kematian. Untuk
mencegah hal itu, dibutuhkan pasokan darah dari luar tubuh. Jika darah dalam
tubuh jumlahnya sudah memadai, maka kematian dapat dihindari.
E.
Reaksi
transfusi
Risiko
transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat dan lambat.
1. Reaksi
akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam
24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai
dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini
disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan
adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri
kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di
kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi
ringan diatasi dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau kortikosteroid,
dan pemberian transfusi dengan tetesan diperlambat.
Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas
sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap
leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri
dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri
punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot,
demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik
≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan
oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan
cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
a. Hemolisis
intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan
sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya
sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak
volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya
terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari
pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada
tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain
itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen
golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan,
seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa
menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10
ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan
yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas
transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
b. Kelebihan
cairan
Kelebihan cairan
menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu
banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan
fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia
kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
c. Reaksi
anafilaksis
Risiko meningkat
sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu
penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain
itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu
dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi
dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif dengan
antihistamin dan adrenalin.
d. Cedera
paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury =
TRALI)
Cedera paru akut
disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan leukosit
pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal
transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi
spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2. Reaksi
lambat
Reaksi hemolitik
lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam,
anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan
mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma
pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
a. Purpura
pasca transfuse
Purpura pasca
transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada
transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi
langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak
terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi
bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila
hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung
trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang
kompatibel dengan antibodi pasien.
b. Penyakit
graft-versus-host
Komplikasi ini
jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada pasien
imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien
imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan
kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki
hubungan darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan
deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah
transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
c. Kelebihan
besi
Pasien yang
bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan
mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai
dengan gagal organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk
menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin,
diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum
feritin <2.000 mg/l.
d. Infeksi
Infeksi yang
berisiko terjadi akibat transfusi adalah Hepatitis B dan C, HIV, CMV, malaria,
sifilis, bruselosis, tripanosomiasis)
III.
Perawatan Transfusi
A. Prosedur transfusi darah
1.
Pengisian Formulir Donor Darah.
2.
Pemeriksaan Darah : Pemeriksaan
golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.
3.
Pengambilan Darah : Apabila
persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi
barulah dilakukan pengambilan darah.
4.
Pengelolahan Darah : Beberapa
usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI sebelum darah diberikan kepada
penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di antaranya :
a.
Penyakit Hepatitis B
b.
Penyakit HIV/AIDS
c.
Penyakit Hipatitis C
d.
Penyakit Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam
5.
Penyimpanan Darah : Darah
disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat celcius. Darah ini dapat
dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti : PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo
precipitat.
B.
Pengambilan
darah
1. Oleh
petugas yang berwenang.
2. Menggunakan
peralatan sekali pakai.
3. 250-350
ml, tergantung berat badan.
4. Mengikuti
Prosedur Kerja Standar.
5. Informed
Consent : Darah diperiksa terhadap IMLTD (Infeksi Menular Lewat Transfusi
Darah) ; Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Sifilis).
DAFTAR PUSTAKA
http://www.who.int/bloodsafety/clinical_use/en/Handbook_EN.pdfHTA. Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining. Jakarta, 2003.
Rahardjo E, Sunatrio, Mustafa I,
Gatot D. Indikasi Transfusi Komponen Darah dalam: Transfusi Komponen Darah:
Indikasi dan Skrining. HTA Indonesia: 2003, hal 21
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih