Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Status Asmatikus
A. KONSEP DASAR
a. Definisi
Asma adalah penurunan hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai rangsanagn. ( Carpenito, 1999 )
Asma adalah obstruksi jalan napas akut, episodik yang diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. ( Tambayong, 2000 )
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi relativ mendekati normal. ( Prince dan Wilson, 2000 )
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam jalan napas yang umumnya bersifat reversible, namun dapat menjadikannya kurang reversibel bahkan non reversibel, tergantung pada lama dan beratnya penyakit. ( Mansjoer, 2000 )
Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam. (Medlinux,2008)
b. Etiologi
Menurut mansjoer ( 1999 ) etiologi asma bronkhial dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Ekstrinsik / Imunologik
a. Inhalan
Penderita alergi terhadap berbagai bahan yang dihisap / dihirup, seperti debu, bulu binatang dan serbuk tumbuhan.
b. Ingestan
Lewat makanan, obat-obatan, ( penisilin, aspirin ) ikan laut, ikan tawar, telur, dan kecenderungan bila cuaca dingin.
c. Kontakan
Kecenderungan penderita mempunyai penyakit exim.
2. Instrinsik / non Imunologik
Pada penderita ini, biasanya sering dijumpai adanya penyempitan saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Penderita biasanya batuk pilek dan bebrapa hari kemudian merasakan sesak di dada.
3. Kegiatan Jasmani
4. Lingkungan Pekerjaan
c. Pathofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003)
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor- faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003)
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
a. Definisi
Asma adalah penurunan hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai rangsanagn. ( Carpenito, 1999 )
Asma adalah obstruksi jalan napas akut, episodik yang diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. ( Tambayong, 2000 )
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi relativ mendekati normal. ( Prince dan Wilson, 2000 )
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam jalan napas yang umumnya bersifat reversible, namun dapat menjadikannya kurang reversibel bahkan non reversibel, tergantung pada lama dan beratnya penyakit. ( Mansjoer, 2000 )
Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam. (Medlinux,2008)
b. Etiologi
Menurut mansjoer ( 1999 ) etiologi asma bronkhial dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Ekstrinsik / Imunologik
a. Inhalan
Penderita alergi terhadap berbagai bahan yang dihisap / dihirup, seperti debu, bulu binatang dan serbuk tumbuhan.
b. Ingestan
Lewat makanan, obat-obatan, ( penisilin, aspirin ) ikan laut, ikan tawar, telur, dan kecenderungan bila cuaca dingin.
c. Kontakan
Kecenderungan penderita mempunyai penyakit exim.
2. Instrinsik / non Imunologik
Pada penderita ini, biasanya sering dijumpai adanya penyempitan saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Penderita biasanya batuk pilek dan bebrapa hari kemudian merasakan sesak di dada.
3. Kegiatan Jasmani
4. Lingkungan Pekerjaan
c. Pathofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003)
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor- faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003)
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih