Home » , » Asuhan keperawatan anak dengan HEPATITIS D

Asuhan keperawatan anak dengan HEPATITIS D


A. Pengertian
1.    Hepatitis D  (hepatitis delta) adalah inflamasi hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis D (HDV), merupakan suatu partikel virus yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B. HDV dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV.( Price, 1994)
2.    Hepatitis D  merupakan penyakit peradangan pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D (VHD atau Agen Delta) yang merupakan hybrid DNA virus Hepatitis B. Virus ini memerlukan selubung HBsAg, karena itu VHD merupakan parasit VHB. (Markum, 1999)
3.    Hepaitis D(HDV) disebut hepatitis Delta adalah suatu peradangan pada hati sebagai akibat virus hepatitis D yang sebenarnya adalah suatu virus detektif yang ia sendiri tidak dapat menginfeksi hepatosit untuk menimbulkan hepatitis, virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga HBV bertambah parah . infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu yang mengidap infeksi kronik HBV. (Corwin, 2000)
4.    Hepatitis D adalah virus yang bergantung pada virus hepatitis B yang lebih kompleks untuk bertahan, hepatitis D hanya merupakan resiko untuk mereka yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B positif. (Smeltzer , 2001)
5.    Hepatitis D adalah penyakit yang disebabkan Virus ( HDV ) atau virus delta, virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. (Silalahi, 2004)
6.    Hepatitis D adalah suatu penyakit peradangan pada hati yang disebabkan oleh Virus bernama antigen delta, merupakan virus RNA yang tidak sempurna. VHD dapat dijumpai dalam darah penderita hepatitis B karena untuk hidup dan mengadakan replikasi di dalam tubuh manusia memerlukan virus pembantu yaitu VHB. Oleh karena itu, hepatitis D hanya ditemukan pada pasien yang sedang menderita hepatitis B akut atau pada hepatitis B kronis. (Selamihardja/G.Sujayanto, 2007)
B. Etiologi
    Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau antigen Delta yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak sempurna. Virus tersebut dari nukleo protein RNA merupakan hybrid DNA virus Hepatitis B. Virus ini  juga memerlukan selubung HBSAg. Virus hepatitis D tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD Ig M dapat ditemukan dalam sirkulasi. (Selamihardja/G.Sujayanto (2007).
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2007), Selamihardja/G.Sujayanto (2007), Silalahi, (2004), Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang menyerang anak- anak umumnya diperoleh melalui :
1.    Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan. Hepatitis D paling sering terjadi pada penderita hemofilia.
2.    Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh (seperti : air ludah, air mani, cairan vagina) dari individu yang terinfeksi
3.    Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau congenital)
4.    Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita hepatitis D, bersifat hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama dengan HBSAg pada anak yang lebih besar  akan menyebabkan hepatitis fulminan, sedangkan pada bayi lebih banyak kearah penyakit kronik
5.    Virus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi vertikal sehingga tidak jarang infeksi HVD pada bayi baru lahir disertai oleh infeksi VHD, hal ini akan memperbanyak bentuk hepatitis kronik.
Menurut Selamihardja/G.Sujayanto (2007), cara penularan VHD sama dengan VHB, kecuali transmisi vertikal sebab HVD tidak ditularkan secara vertikal. Hubungan seksual merupakan salah satu cara penularan yang cukup berperan. Penularan hepatitis D bisa melalui bermacam-macam media atau cara. Adapun cara penularannya antara lain :
1)    Dapat melalui barang yang tercemar VHD sesudah digunakan para carrier positif atau penderita hepatitis D, seperti jarum suntik yang tidak sekali pakai, pisau
cukur, jarum tato, jarum tusuk kuping, sikat gigi, bahkan jarum bor gigi.
2)    Akibat berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita
3)    Akibat transfusi darah yang terkontaminasi VHD.
4)    Cara penularan yang terakhir ini memasukkan para penderita kelainan darah seperti hemofilia (kadar protein faktor VIII atau zat pembeku dalam darah sangat rendah), thalasemia, leukemia, atau melakukan dialisis ginjal ke dalam kelompok rawan atau berisiko tinggi terkena penyakit hepatitis D, apalgi jika sebelumnya ia penderita hepatitis B.
5)    VHD memang tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau ada luka terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung VHD, penularan bisa terjadi.

C. Patofisiologi
Menurut Price (1994), Silalahi, (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi penyakit hepatitis D adalah sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi dengan VHB. Ko-infeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan. Adapun super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut dan diikuti dengan penyembuhan total. Koinfeksi dengan hepatitis D meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B, perjalanan penyakitnya lebih membahayakan dan meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara super-infeksi  sering berkembang ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih berat dan sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik  yang terletak pada membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi. Untuk dapat bereplikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan virus hepatitis B. 
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada hypatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati. Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir system drainase hati sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadikan empedu tidak dapat diekskresikan kedalam kantong empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat dalam darah sehingga terjadi peningkatan bilirubin direk maupun indirek sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobillinogen dan kulit hepatocelluler jaundice, kemudian diikuti dengan munculnya gejala yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Bila HBsAg menghilang dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi dan penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D (VHD) bersifat patogen, dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah dari hepatitis virus lainnya.

D. Manifestasi Klinik
Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Masa inkubasi 1-90 hari atau 4-7 minggu. Gejalanya biasanya  muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu, demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam kemerahan, Pembengkakan pada hati. Menurut Cecily (2002), manifestasi klinik pada anak penderita hepatitis D adalah :
1.    Awitan tersembunyi dan berbahaya : Ikterus , Anoreksia, mual, Malaise, Akrodermatitis popular (Sindrom Gianotti-Crosti)
2.    Gejala Prodnormal : Artralgia, Artritis, Ruam eritema makulopopular, poliarteritis nodosa, Glomerolunefritis.
3.    Hepatitis D memperhebat gejala hepatitis B dan meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi kronik.
Menurut Afifah, dkk  (2005), Reeves (2001), gambaran klinis pada hepatitis D terdapat 3 fase antara lain :
1)    Masa tunas (inkubasi) → terjadi sejak virus masuk kedalam tubuh sampai menimbulkan gejala. Belum ada gejala klinik yang tampak pada stadium ini meskipun sudah terjadi kerusakan sel-sel hati.
2)    Preicterik (prodnormal) → Anoreksia, mual, ketidaknyamanan diperut bagian atas (kuadran kanan atas), terasa berbau logam, malaise, sakit kepala, letih, demam tingkat rendah, hepatomegali, urin lebih pekat.
3)    Icterik → Air kencing gelap seperti teh karena peningkatan pengeluaran billirubin pruritus tinja seperti dempul jika “conjugated billirubin” tidak mengalir keluar dari hati ke usus, timbul ikterik, hati membesar jika diraba (hepatomegali) dan terdapat nyeri tekan pada hati.
4)    Post icterik (penyembuhan) → Hilangnya ikterik, tidak enak badan, mudah letih, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.

E. Insidens Dan Diagnosa
Menurut Cecily (2002), Markum (1999), insidens dan diagnosa hepatitis D adalah :
1.    Insidens :
Insiden hepatitis D sulit ditetapkan karena muncul bersamaan dengan hepatitis B dan tidak mudah didiagnosis. Tingkat keparahan mencapai 2-70%.
2.    Diagnosa :
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi. Diagnosis secara pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati. Diagnosis infeksi hepatitis D kronis dan akut yang terjadinya bersamaan ditandai dengan ditemukannya Ig M anti HBC yang merupakan tanda serologis untuk hepatitis B akut dan IgM anti HVD. Diagnosis hepatitis D akut pada pengidap VHB adalah terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM anti VHD dengan titer tinggi dan Ig anti HBC (-)

F. Komplikasi
Menurut Afifah, dkk  (2005)Cecily (2002), , komplikasi hepatitis D adalah :
1)  Hepatitis Fulminans → Hepatis yang berlangsung progresif atau cepat menjadi berat dan berakhir dengan kematian.
2)    Gagal hati
3)    Status Carrier
4)    Sirosis hati → Keadaan  ini terjadi akibat infeksi virus hepatitis yang menyebabkan peradangan hati yang luas. Akibatnya seluruh struktur jaringan hati mengalami perubahan dan menjadi tidak teratur, bentuk hati juga berubah dengan disertai penekanan pada pembuluh darah.
5)    Karsinoma hepatoselular (KHS)/ Hepatoma → Penyakit hati primer yang berasal dari sel-sel hati, penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya.

G. Penatalaksanaan
Menurut Afifah, dkk  (2005), Cecily (2002), Markum (1999), Price (1994), Smeltzer (2001), Pokok penanganan penderita hepatitis D mencakup :
1.    Konfirmasi diagnosis yang tepat
2.    Pengobatan Suportif dan pemantauan massa akut. Pengobatan yang dilakukan antara lain :
a)    Terutama bersifat dukungan dan mencakup istirahat yang adekuat.
b)    Hidrasi (Asupan cairan, bila masih menyusui ibu maka tingkatkan ASI serta perbanyak asupan cairan) dan asupan makanan yang adekuat (Diet dengan gizi seimbang, makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein atau berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus, tapi hendaknya dibatasi. Demikian juga garam).
c)     Hospitalisasi diindikasikan bila terdapat muntah, dehidrasi, factor pembekuan abnormal, atau tanda-tanda gagal hati yang membahayakan (gelisah, perubahan kepribadian, letargi, penurunan tingkat kesadaran, perdarahan).
d)    Tujuan penatalaksanaan rumah sakit adalah terapi Intravena untuk memperbaiki keseimbangan cairan, studi laboratorium yang berulangkali dan pemeriksaan fisik terhadap perkembangan penyakit.
3.    Pencarian kearah penyakit kronik
4.    Pencegahan pada masa akut meliputi : tirah baring total tidak dianjrkan kecuali pada keadaan gawat, makanan diterima sesuai dengan daya terima anak, obat kortikosteroid dan antiemetik tidak boleh diberikan, pemeriksaan HVD Ig M dilakukan paling cepat setelah 1 bulan.
5.    Sampai saat ini pengobatan hepatitis D masih belum ada yang memuaskan. Namun, dapat dicoba pemakaian interferon.
6.    Transplantasi hati jika perlu.
H. Pencegahan
Menurut Afifah, dkk  (2005), Cecily (2002), Markum (1999), Price (1994), Smeltzer (2001), pencegahan pada penderita hepatitis D adalah sebagai berikut :
Oleh karena VHD tidak dapat hidup tanpa adanya VHB maka upaya pencegahan terhadap infeksi VHB secara tidak langsung juga akan mencegah penyakit hepatitis D. Pasien yang telah mempunyai kekebalan   terhadap virus hepatitis B (anti HBsAg +  dengan liter  >  10 mlU ), dianggap kebal pula terhadap penyakit hepatitis D.
Perlu tindakan preventif bagi para pengidap virus hepatitis B, supaya tidak terjadi superinfeksi dengan VHD. Pencegahan yang dilakukan antara lain :
1)    Mencegah penularan hepatitis B yaitu dengan imunisasi hepatitis B terhadap bayi yang baru lahir dan penyuluhan terhadap orang tua.
2)    Vaksinasi hepatitis B HBV-HDV co-infeksi HBV-HDV super-infeksi
3)    Menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi.
4)    Menghindari bergantian peralatan jarum suntik atau yang berhubungan langsung dengan kontak darah.
5)    Menghindari pemakaian bersama sikat gigi ataupun alat cukur.
6)    Memastikan alat suci-hama bila melubangi terlinga atau tusuk jarum.














DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efi & Tim Lentera. 2005.Tanaman Obat Untuk Mengatasi Hepatitis. Jakarta : Agromedia Pustaka   
Betz, Cecily L. 2002. Buku saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC
    Corwin, Elizabeth.J. 2000.  Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2007. hepatitis , terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal  30 Mei 2008.
Dongoes. Marilynn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Markum. 1999. Ilmu Kesehatan anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Nanny Selamihardja/G.Sujayanto. 2007. Artikel Tentang Hepatitis, terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal  30 Mei 2008.
Price, S.A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses penyakit. Alih bahasa. dr. Peter Anugrah. Jakarta : EGC
Rampengan. TH.dkk. 1993.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Buku 1. Edisi 1. Jakarta : Salemba
Silalahi, Levi. 2004. hepatitis , terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal  30 Mei 2008.
Smeltzer, Suzzane. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Sudart. Jakarta : EGC.
Suriadi dan Yulaini, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 1. Jakarta : PT Fajar Intan Pratama
Wijayakusuma, Hembing. 2003. Mencegah dan Mengatasi Hepatitis Secara Alamiah. terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal  30 Mei 2008.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN HEPATITIS  D
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Dongoes,dkk (2002), Wong (2003), didapatkan data sebagai berikut :
1.    Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a.    Apakah anak pernah atau sedang mengalami penyakit hepatitis B, atau penyakit lain yang pernah diderita.
b.    Adakah kontak dengan individu yang diketahui menderita hepatitis D atau adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit tersebut.
c.    Kebiasaan makan sehari-hari, makan makanan tertentu ( misal, kerang mentah dari air yang terpolusi)
d.    Pernahkah menerima tranfusi darah, infus, suntikan.
e.    Apakah anak mengkonsumsi obat hepatotoksik (misal, salisilat, sulfonamide, agen antineoplastik, asetamonifen, antikonvulsan)
f.    Pemberian parenteral obat-obatan terlarang atau penggunaan jarum suntik secara bersamaan dengan anak lain.
2.    Pemeriksaan Fisik
a.    Pemeriksaan fisik keadaan umum klien
b.    Aktivitas/istirahat : malaise umum, kelemahan, kelelahan.
c.    Sirkulasi : bradikardia (hiperbilirubinemia berat)
d.    Eliminasi : urin gelap (lebih pekat), Diare/konstipasi, feses warna tanah liat/seperti dempul.
e.    Neurosensori : peka rangsang, cenderung tidur, letargi.
f.    Nyeri dan kenyamanan : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal (pruritus).
g.    Kulit : ikterus terutama pada sklera dan kulit, ditemukan ruam makulopopular, akrodermatitis popular, peningkatan suhu tubuh.
h.    Palpasi hepar dan lien : hepatomegali, splenomegali.
i.    Data psikologis : klien tampak gelisah.
3.    Pemeriksaan penunjang
a.    Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal)
b.    AST (SGOT/ALT/SGPT) : awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
c.    Pemeriksaan darah,  mendeteksi Ig M anti-VHD atau pengukuran Ig G anti-VHD secara serial pada bagian akut dan konvalesen, menunjukan titer (kadar zat terlarut) sebanyak 4 kali.
d.    Leukopenia : trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
e.    Diferensial darah lengkap : leukositosis, monositosis, limfosit atipikal dan sel plasma.
f.    Alkali fosfatase agak meningkat
g.    Feses : warna hitam kemerahan seperti tanah liat
h.    Urine : hitam (gelap seperti teh)
i.    Albumin serum : menurun
j.    Pemeriksaan anti HVD IgM : (+), dan HBsAg (+)
k.    Bilirrubin serum : diatas 2,5 mg/100 ml
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan kasus hepatitis D berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
1.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (melalui muntah, diare dan perdarahan.
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
3.    Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
4.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (adanya virus hepatitis)
5.    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia : akumulasi garam empedu dalam jaringan.
6.    Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi (anak yang sakit), dengan terbatasnya informasi.
7.    Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
C. Intervensi
Intervensi menurut Walkinson, J.M (2007) Nursing Interventions Classification (NIC) dan hasil yang diharapkan menurut Nursing Outcomes Classification (NOC) antara lain :
Dx 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
NOC : Keseimbangan cairan, kriteria hasil :
a.    Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
b.    Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c.    Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
    NIC : Pengaturan cairan, aktivitas keperawatan :
a)    Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b)    Monitor vital sign dan status hidrasi
c)    Monitor status nutrisi  dan dorong masukan oral, berikan minum dengan frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan normal, pantau haluaran dan turgor kulit.
d)    Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
e)    Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
f)    Monitor perdarahan dan atur kemungkinan transfusi darah

Dx 2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien dapat adekuat
NOC : Status gizi : Asupan makanan, cairan dan zat gizi, kriteria hasil :
a.    Makanan oral, pemberian makanan lewat selang atau nutrisi parenteral total
b.    Mempertahankan berat badan dalam batas normal
c.    Melaporkan keadekuatan tingkat energi
d.    Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
NIC : Pengelolaan Nutrisi, aktivitas keperawatan :
a)    Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
b)    Tentukan makanan kesukaan pasien
c)    Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan, anjurkan untuk makan rendah lemak dan protein selama fase akut.
d)    Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat
e)    Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering dan disajikan selagi hangat.
f)    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang sesuai untuk pasien.
g)    Kolaborasi medis dalam pemberian Total Parenteral Nutrition (TPN)

Dx 3
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Nyeri dapat berkurang.
NOC : Tingkat nyeri, kriteria hasil
a.    Nyeri berkurang
b.    Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
c.    Kegelisahan atau ketegangan otot
d.    Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10
NIC  : Penatalaksanaan nyeri, aktivitas keperawatan :
a)    Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, faktor presipitasinya
b)    Observasi ketidaknyamanan non verbal
c)    Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
d)    Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
e)    Anjurkan pasien untuk istirahat yang adekuat.
f)    Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic

Dx 4
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi terhadap pasien maupun orang lain.
NOC : Pengendalian risiko, kriteria hasil :
a.    Terbebas dari gejala dan tanda-tanda infeksi
b.    Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
c.    Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko
d.    Menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi
NIC : Pengendalian infeksi, aktivitas keperawatan :
a)    Lakukan tindakan kewaspadaan umum untuk mencegah penyebaran infeksi, lakukan tehnik isolasi dan batasi/awasi pengunjung sesuai indikasi
b)    Gunakan teknik mencuci tangan yang tepat untuk mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
c)    Gunakan popok sekali pakai superabsorbant untuk menampung feses.
d)    Usahakan untuk menjaga bayi atau anak kecil untuk tidak meletakan tangannya atau benda-benda di area yang terkontaminasi
e)    Jelaskan pada anak dan keluarga tentang cara-cara umum penyebaran hepatitis D dan prosedur isolasi pada pasien atau orang terdekat.
f)    Ajarkan anak dan keluarga tindakan pengendalian infeksi.
g)    Kolaborasi medis dalam pemberian obat sesuai indikasi (contoh: interferon alfa 2b, antibiotok gram negative/bakteri aerob)

Dx 5
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan anak menunjukan jaringan kulit utuh
NOC : Pengendalian resiko, kriteria hasil :
a.    Memantau factor resiko dari perilaku dan lingkungan yang memperparah kerusakan integritas kulit
b.    Mengikuti strategi pengendalian resiko yang dipilih
c.    Mengenal perubahan pada status kesehatan ( yang mempengaruhi kulit)
d.    Menunjukan kulit yang utuh
e.    Menunjukan rutinitas perawatan kulit yang efektif.
NIC : Surveilans kulit, aktivitas keperawatan :
a)    Pantau kulit dari adanya ; ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembaban dan kekeringan yang berlebihan , area kemerahan dan rusak.
b)    Anjurkan  untuk menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk bila tidak terkontrol, pertahankan kuku jari terpotong pendek.
c)    Anjurkan pasien untuk menggunkan pakaian yang longgar/tidak ketat, berikan sprei katun lembut
d)    Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,catat warna kondisi kulit tiap 8 jam dan pada saat perawatan
e)    Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
f)    Kolaborasi medis dalam pemberian obat sesuai indikasi

Dx 6
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Pasien (keluarga) memahami tentang penyakit anak dan pengobatannya dan mampu memberikan perawatan
NOC : Integritas keluarga, kriteria hasil :
a.    Keluarga dapat berpartisipasi dalam membuat keputusan berhungan dengan perawatan setelah rawat inap.
b.    Memahami penyakit anak dan pengobatannya
c.    Saling memberikan dukungan pada anak dari seluruh anggota keluarga.
NIC : Peningkatan integritas keluarga, aktivitas keperawatan :
a)    Beri dukungan pada keluarga dan fasilitasi komunikasi terbuka di antara anggota keluarga.
b)    Berikan pemahaman kepada keluarga mengenai penyakit anak, pengobatan dan perawatannya dirumah
c)    Bantu keluarga untuk berfokus pada anaknya dibandingkan dengan penyakit atau ketidakmampuannya.
d)    Berikan penguatan yang positif terhadap pengguanaan mekanisme koping yang efektif
e)    Beritahukan kepada keluarga tentang pemberian obat apapun tanpa persetujuan praktisi karena hati mungkin tidak mampu mendetoksikasi obat secara keseluruhan.
Dx 7
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil :
a.    Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
b.    Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi, aktivitas keperawatan:
a)    Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas
b)    Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan untuk menjaga hepatitic Blood Flow
c)    Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
d)    Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
e)    Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
f)    Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
   
D. Evaluasi
Evaluasi dapat ditentukan melalui pengukuran kriteria hasil pada rencana tindakan keperawatan dengan skala penilaian menurut Walkinson, J.M (2007) Nursing Outcomes Classification (NOC) adalah  sebagai berikut :
    Dx 1 :  -     skala 1 : berat    -     skala 4 : ringan
-    skala 2 : substantial    -     skala 5 : tidak ada gangguan
-    skala 3 : sedang
    Dx 2 :  -     skala 1 : tidak adekuat    -     skala 4 : kuat
-    skala 2 : ringan    -     skala 5 : adekuat total
-    skala 3 : sedang
    Dx 3 :  -     skala 1 : ekstrem     -    skala 4 : ringan       
-    skala 2 : berat    -     skala 5 : tidak ada gangguan   
-    skala 3 : sedang
    Dx 4 :     -     skala 1 : tidak pernah    -     skala 4 : sering
        -    skala 2 : jarang    -     skala 5 : selalu
        -    skala 3 : kadang-kadang
    Dx 5 :     -    skala 1 : tidak pernah    -     skala 4 : sering
        -    skala 2 : jarang    -     skala 5 : selalu
        -    skala 3 : kadang-kadang
    Dx 6 :     -     skala 1 : tidak pernah    -     skala 4 : sering
        -    skala 2 : jarang    -     skala 5 : selalu
        -    skala 3 : kadang-kadang
    Dx 7 :     -    skala 1 : tidak pernah    -     skala 4 : sering
        -    skala 2 : jarang    -     skala 5 : selalu
        -    skala 3 : kadang-kadang













 





Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di My Documentku

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Copy-paste di blog or web teman-teman semua, Jangan Lupa di Like or commentnya ya...
Terima kasih

 
© 2010-2012 My Documentku